Background
Mindset tahun 2007 harapan ekonomi Indonesia cukup baik karena didukung oleh sejumlah indikator ekonomi paska krisis Asia tahum 1997. Pertumbuhan GDP berlanjut sejak 2005 dan hal ini pertama kali sejak krisis tahun 1997, tahun 2007 pertumbuhan lebih dari 6 % pendorong utamanya adalah sektor konsumsi dalam negeri serta external demand ( export ) yang menciptakan surplus di neraca pembayaran. Surplus neraca pembayaran dan naiknya inflow Kapital Asing pada tahun 2007 Indonesia memiliki cadangan devisa sebesar 13 % dari GDP.
Pasar uang dan institusi keuangan juga kuat, belajar dari krisis 1997 telah dilakukan pengetatan pelaksanaan prudential regulation terhadap Perbankan dan Korporasi. Dengan demikian industri Perbankan dianggap kuat menahan shock…….
the government had tried to reduce its dependency on foreign debts, both short-term and long-term. All of these improvements resulted in Indonesia been assessed as a low risk country and it achieved the highest ICRG (International Country Risk Guides) scores since 1997.
Tekanan terhadap APBN datang dari kenaikan harga BBM dan Lifting Oil dibawah target disamping faktor lain yang dapat mengganggu perekonomian diantaranya gagal panen serta turunnya harga komoditas export.
Sementara itu BI menjalankan flexible exchange rate policy, dalam usaha menjaga volatility BI melakukan intervensi secara terbatas, sejauh itu berhasil berkat kerja sama antara BI sebagai pengemban Otoritas Moneter dan Depkeu penyandang Otoritas Fiskal.
Krisis Keuangan 2008 membalikkan semua optimisme. Kekeringan Likwiditas Global memberi tekanan secara masif terhadap perekonomian dengan capital outflow dari Indonesia, berbarengan dengan menurunnya export. Secara keseluruhan secara tidak langsung berdampak terhadap sektor bisnis – konsumsi dan investai turun. Krisis 2008 terasa di tahun berikutnya sehingga pertumbuhan GDP turun menjadi 4,5 %.
Sejumlah policy bidang moneter, fiskal dan finansiil dijalankan untuk menghadapi krisis global. BI menjalankan kebijakan moneter yg akomodatif untuk menjaga pertumbuhan yang moderat dengan menjaga kebutuhan likwiditas Perbankan maupun Non Bank. Kemudian secara bertahap diturunkan pada akhir 2008 dengan tujuan menurunkan Bunga Bank ( bunga pinjaman / kredit ). Di sektor Fiskal dijalankan stimulus untuk menjaga demand….
Indonesia sebagai negara yang menjalankan sistem ekonomi terbuka tidak imun terhadap external economical shock, menyandang contagion risk. Studi empiris oleh Santoso tahun 2009 menunjukkan Indonesia has a contagion relationship with countries in Asia, such as Japan, Taiwan, Korea, Hong Kong and India. Studi tersebut menegaskan Indonesia tidak memiliki kaitan dengan pergerakan ekonomi global misalnya dari Wallstreet, dengan demikian Indonesia terdampak secara tidak langsung dengan US Market disatu sisi tetapi disisi lain Indonesia menjadi Shock Absorber dan bukan Shock Transmitter khususnya dari India Japan, Australia, Germany, United Kingdom dan US.
Di sektor riil, export Indonesia terpengaruh oleh external demand. Hasil resit Kurniati memperlihatkan export kita sensitif terhadap pertumbuhan Singapore ( 1.19 ). US ( 0,84 ), Jepang ( 0,81 ) dan RRC ( 0,3 ). Hasil penelitian Kurniati dan Pertama pada tahun 2009 menunjukkan ktisis finansiil berdampak negatif langsung terhadap Capital inflow di pasar saham mengakibatkan depresiasi kurs Rupiah. Efek berikutnya melalui Trade yaitu menurunnya Export dan tentunya menurunnya pertumbuhan GDP.
Selama kwartal 3 2008 neraca pembayaran mengalami tekanan. Wajah suram terlihat dikalangan Investor….gloomier prospect and high risk menempatkan dana di emerging market termasuk Indonesia Fig 1 dan fig 2 memperlihatkan kenaikan sebagai akibatnya Investor menarik uangnya untuk ditempatkan di negara2 Safe Heaven US Treasury Bill.
Figure 1.
CDS (Credit Default Swap)
High Risk terlihat dengan naiknya CDS pada bulan2 November, Desember dan mulai menurun di tahun 2009. Kenaikan CDS artinya pihak penjual membayar kompensasi kepada pembeli CDS karena nilai yang dijaminkan bekurang.
Figure 2.
Government Bond Yield
High Risk terlihat dengan Government Bond Yield pada akhir tahun 2008.
Ketika gelombang outflow meningkat di bulan Desember pada saat itu Foreign Investor memotong Kertas Berharga milik Pemerintah sekitar USD 387 juta serta menarik Aset mereka . Agen mereka memindahkan rekening di Bank Domistik ke Bank Asing, dan harapan mereka untuk memperoleh pinjaman tertutup.
Neraca perdagangan yang selama ini surplus tetap surplus tetapi berkurang karena export menurun. Transfer dari luar perolehan upah TKI turun dari US$ 5.2 billion turun US$ 4.8 billion dalam tahun 2009. Pertumbuhan sektor manufacture menurun dari 4 % menjadi 1,5 % sejalan dengan menurunnya export. Barang2 non metal, chemical dan kayu secara volume turun 20 – 30 % dibandingkan tahun sebelumnya. Volume Export permesinan dan kendaraan turun sekitar 44 % dan 36 %. Dibanding tahun 2008.
Note :
Credit Default Swap adalah suatu perjanjian antara pihak penjual dengan pihak pembeli, isi dari perjanjian tersebut bahwa pihak penjual ( seller ) memberikan kompensasi kepada pembeli jika terjadi laon default, sedangkan pihak pembeli harus membayar fee. Depintas semacam asuransi.
Bond dikeluarkan oleh Pemerintah, suatu bentuk hutang Pemerintah kepada pihak yang berminat bisa perorangan, bisa korporasi Asing atau Swasta dengan jangka pelunasan tertentu. Kepada pemberi pinjaman diberikan bunga. Bond juga bisa dikeluarkan pihak swasta.
Kenaikan Yield atau bunga yang dibayar Pemerintah plus pinjaman pokok berarti nilai hutang Pemerintah bertambah besar. Dalam krisis ditandai dengan lonjatan kenaikan Yield lebih tinggi dari biasanya.