Waste to Energy Plant

Indonesia akan punya PLTSa Thermal di 7 kota yaitu: Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, dan Kota Makassar. Sayangnya, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah ini dinilai tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan sampah berkelanjutan, yang mengedepankan pertimbangan kesehatan manusia dan lingkungan serta kehati-hatian dini dalam penentuan teknologi.

Sampah di SunterSampah di kali Sunter

Ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi. Pertama, melalui proses biologis yang menghasilkan biogas. Kedua, melalui proses thermal yang menghasilkan panas. Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang akan dibangun di 7 kota tersebut, menggunakan proses thermal (pembakaran) sebagai proses konversinya. Inilah yang ditentang oleh para pegiat lingkungan.

sampah di pulau gebangTumpukan Sampah, berbahaya sewaktu waktu bisa runtuh.

Apakah benar proses thermal merusak lingkungan dan mengganggu kesehatan?  Berikut adalah uraian singkat mengenai proses thermal moderen yg dikenal dengan Waste to Energy Plant.

Waste to energy (WtE)

Pabrik waste to energy modern sangat berbeda dengan insinerator sampah yang biasa digunakan sampai beberapa dekade yang lalu. Tidak seperti yang modern, pabrik atau fasilitas tersebut biasanya tidak menghilangkan bahan berbahaya atau daur ulang sebelum terbakar. Insinerator ini membahayakan kesehatan pekerja pabrik dan penduduk sekitar, dan kebanyakan dari mereka tidak menghasilkan listrik

Pembangkit waste to energy  semakin dipandang sebagai strategi diversifikasi energi potensial, terutama oleh Swedia, yang telah menjadi pemimpin dalam produksi limbah-ke-energi selama 20 tahun terakhir. Rentang khas energi listrik bersih yang bisa diproduksi adalah sekitar 500 sampai 600 kWh per ton limbah yang diinsinerasikan. Dengan demikian, pembakaran sekitar 2.200 ton per hari sampah akan menghasilkan sekitar 50 MW tenaga listrik.

Sebagian besar pabrik waste to energy membakar limbah padat kota, namun beberapa membakar limbah industri atau limbah berbahaya. Jenis bahan waste to energy yang dijalankan dengan benar sebelum dibakar dilakukan proses recycling . Satu-satunya barang yang boleh dibakar jika  tidak dapat didaur ulang dan tidak berbahaya.

Pabrik waste to energy serupa dengan desain dan peralatannya dengan pembangkit listrik tenaga uap lainnya, terutamapabrik  biomassa. Pertama, limbah dibawa ke fasilitas. Kemudian, limbah diseleksi untuk menghilangkan bahan yang dapat didaur ulang dan berbahaya. Sampah kemudian disimpan sampai saatnya pembakaran. Beberapa pabrik menggunakan gasifikasi, namun sebagian besar membakar limbah secara langsung karena merupakan teknologi yang matang dan efisien. Sampah dapat ditambahkan ke boiler secara terus menerus atau dalam batch, tergantung pada disain pabrik.

Dari segi volume, pabrik waste to energy membakar 80 sampai 90 persen limbah. Terkadang abu residu cukup bersih untuk digunakan untuk beberapa keperluan seperti bahan baku untuk di blok cinder manufaktur atau untuk konstruksi jalan. Selain itu, logam yang mungkin dibakar dikumpulkan dari dasar tungku dan dijual ke pengecoran. Beberapa pabrik waste to energy mengubah air asin menjadi air tawar segar sebagai produk sampingan dari proses pendinginan.

Pabrik waste to energy dapat memperoleh advantage dari segi biaya secara signifikan  dibandingkan pabrik tradisional, karena operator waste to energy dapat menerima limbah secara langsung sehingga biaya lebih murah dibandingkan jika menerima dari tempat2 pembuangan akhir ( landfill ), yang biasanya disebut tipping fee per ton, versus harus membayar biaya bahan bakar, sedangkan biaya bahan bakar dapat mencapai 45 persen dari biaya untuk menghasilkan listrik di pabrik bertenaga batubara, dan 75 persen atau lebih dari biaya pabrik bertenaga gas alam. Asosiasi Pengelolaan Limbah Padat Nasional ( National Solid Waste Management Association ) memperkirakan bahwa biaya rata-rata Amerika Serikat untuk tahun 2002 adalah $ 33,70 per ton.

Pabrik waste to energy menyebabkan polusi udara lebih sedikit daripada bahan bakar batubara, namun lebih  banyak dibandingkan gas alam.

Pabrik waste to energy dirancang untuk mengurangi emisi polutan udara dalam gas buang  yg dibuang ke atmosfer, seperti nitrogen oksida, oksida sulfur dan partikulat, dan untuk menghancurkan polutan yang sudah ada dalam limbah, dengan menggunakan alat pengontrol polusi seperti Baghouses, scrubber, dan presipitator elektrostatis. Suhu tinggi, pembakaran yang efisien, dan scrubbing dan dengan sistem kontrol yang efektif dapat secara signifikan mengurangi polusi udara.

Pembakaran limbah kota menghasilkan emisi dioksin dan furan yang signifikan ke atmosfir dibandingkan dengan jumlah yang lebih kecil yang dihasilkan oleh pembakaran batubara atau gas alam. Dioksin dan furan dianggap oleh banyak orang membahayakan kesehatan yang serius. Namun, kemajuan dalam rancangan kontrol emisi dan peraturan pemerintah yang ketat, serta penolakan publik terhadap insinerator limbah kota, telah menyebabkan pengurangan besar jumlah dioksin dan furan yang diproduksi oleh pabrik limbah-ke-energi.

Pabrik waste to energy menghasilkan fly ash dan  bottom ash sama seperti  batubara. Jumlah total abu yang dihasilkan oleh pabrik limbah-ke-energi berkisar antara 15% sampai 25% berat dari jumlah limbah asal, dan abu terbang mencapai sekitar 10% sampai 20% dari total abu.Fly ash sejauh ini, merupakan bahaya kesehatan yang lebih besar daripada bottom ash  karena fly ash mengandung logam beracun seperti timbal, kadmium, tembaga, dan seng serta sejumlah kecil dioksin dan furan. Bottom ash mungkin atau mungkin tidak mengandung kadar bahan berbahaya. Di Amerika Serikat, dan mungkin di negara lain juga, terdapat undang-undang yg mensyaratkan abu diuji toksisitas sebelum dibuang ke tempat pembuangan sampah. Jika abu ditemukan berbahaya, ia hanya bisa dibuang di tempat pembuangan sampah ( landfills ) yang dirancang secara hati-hati untuk mencegah polutan dalam abu dari pencucian larut ke akuifer bawah tanah.

Polusi bau busuk bisa menjadi masalah bila lokasi pabrik tidak terisolasi. Beberapa pabrik menyimpan limbah di area tertutup dengan tekanan negatif, yang mencegah bau tidak sedap, dan udara yang ditarik dari area penyimpanan dikirim melalui boiler atau saringan. Namun, tidak semua pabrik mengambil langkah untuk mengurangi bau, sehingga menimbulkan complaint.

Isu yang mempengaruhi hubungan masyarakat adalah meningkatnya lalu lintas jalan truk sampah untuk mengangkut sampah kota ke fasilitas limbah-ke-energi. Karena alasan ini, sebagian besar pabrik  waste to energy  terletak di kawasan industri.

 Gas landfill, yang mengandung sekitar 50% metana, dan 50% karbon dioksida, terkontaminasi dengan sejumlah kecil polutan. Tidak seperti pabrik waste to energy i, hanya ada sedikit atau tidak ada kontrol polusi terhadap pembakaran gas landfill. Gas biasanya menyala atau digunakan untuk menjalankan mesin reciprocating atau microturbine, terutama di pembangkit listrik gas digester. Membersihkan gas landfill biasanya tidak efektif karena gas alam yang digantikannya relatif murah.

Note :

Incineration is a waste treatment process that involves the combustion of organic substances contained in waste materials.[1] Incineration and other high-temperature waste treatment systems are described as “thermal treatment“. Incineration of waste materials converts the waste into ash, flue gas and heat. The ash is mostly formed by the inorganic constituents of the waste, and may take the form of solid lumps or particulates carried by the flue gas. The flue gases must be cleaned of gaseous and particulate pollutants before they are dispersed into the atmosphere. In some cases, the heat generated by incineration can be used to generate electric power.

Incineration with energy recovery is one of several waste-to-energy (WtE) technologies such as gasification, pyrolysis and anaerobic digestion. While incineration and gasification technologies are similar in principle, the energy product from incineration is high-temperature heat whereas combustible gas is often the main energy product from gasification. Incineration and gasification may also be implemented without energy and materials recovery.

Untuk memperoleh sekilas gambaran 2 proses pengelolaan limbah untuk energi dan 1 video tentang pengelolaan waste  berikut videonya :

Incineration process  plant

Waste to Energy process plant

dikumpulkan dari beberapa sumber oleh gandatmadi46@yahoo.com

Post navigation

Leave a Reply

Your email address will not be published.