Efek washback adalah hasil tes atau pemeriksaan yang hasilnya positif atau negatif.
Pertumbuhan ekonomi memberikan manfaat dan juga biaya di wilayah tempat pertumbuhan itu terjadi. Ini berdampak positif pada lokalitas terdekat jika pekerjaan, populasi, dan kekayaan menyebar ke komunitas ini. Alternatifnya, berdampak buruk pada daerah sekitarnya jika pertumbuhan di kawasan inti (core region) menarik orang dan kegiatan ekonomi menjauhi daerah pinggiran tersebut.
Dampak positif terjadi di lokasi terdekat melebihi dampak merugikan. Backwash terjadi jika efek merugikan mendominasi dan tingkat kegiatan ekonomi menurun di masyarakat sekitar (peripheral communities)
Ide backwash berawal dari teori perdagangan internasional dalam buku Gunner Myrdal (1957). Myrdal mencatat bahwa peningkatan ekspor dari suatu daerah dapat merangsang arus modal dan tenaga kerja ke daerah tersebut sehingga merugikan daerah asal sumber daya tersebut. Thomas Vietorisz dan Bennett Harrison (1973) kemudian mengusulkan penyebaran dan umpan balik antara pasar tenaga kerja berkontribusi pada perbedaan tingkat teknologi, produktivitas tenaga kerja, dan upah di pasar ini. Gary Gaile (1980) menggunakan konsep backwash untuk mendeskripsikan efek negatif potensial dari pertumbuhan perkotaan di daerah pinggiran.
Ketertarikan baru pada efek backwash dirangsang oleh “teori pertumbuhan ekonomi baru. Peningkatan peran kegiatan inovatif dan peningkatan berskala terhadap hasil pembangunan ekonomi meningkatkan keunggulan kompetitif wilayah perkotaan yang lebih besar sebagai lokasi kegiatan ekonomi. Pertumbuhan di daerah perkotaan (core) ini dapat menyebabkan penurunan populasi pedesaan (pinggiran) dan lapangan kerja (efek backwash) jika arus desa-ke-kota melemahkan ekonomi pedesaan.
Lima jenis aliran berkontribusi pada backwash: Dana pedesaan diinvestasikan di daerah perkotaan untuk memanfaatkan kegiatan kewirausahaan dan pasar barang dan jasa yang tumbuh relatif cepat. Pengeluaran dalam perdagangan pedesaan dan pasar jasa menurun karena meningkatnya persaingan dari bisnis perkotaan. Penduduk pedesaan pindah ke daerah perkotaan yang berkembang untuk meningkatkan akses ke pekerjaan dan fasilitas perkotaan. Perusahaan pedesaan dalam tahap inovatif dari siklus hidup mereka pindah ke daerah perkotaan untuk mendapatkan keuntungan dari kedekatannya dengan layanan khusus, tenaga kerja terampil, dan pasar yang berkembang. Dan akhirnya, pengaruh politik dan pengeluaran pemerintah dapat bergeser ke area (core) yang tumbuh lebih cepat.
Arus urbanisasi- merugikan terjadi sehubungan dengan limpahan orang, pekerjaan, dan dana dari daerah yang berkembang ke daerah periferal (efek penyebaran). Besarnya ukuran dan jangkauan geografis menguntungkan dan merugikan di daerah pedesaan bergantung pada karakteristik daerah pedesaan dan perkotaan dan sifat hubungan pedesaan-perkotaan. Secara umum, kekuatan yang menguntungkan lebih kuat untuk daerah pedesaan dekat inti perkotaan, sedangkan arus yang merugikan mendominasi di daerah yang lebih pinggiran ke daerah perkotaan yang sedang berkembang. Dengan demikian, backwash lebih mungkin terjadi di daerah pedesaan di luar zona komuter pedesaan-ke-perkotaan.
Implikasi kebijakan backwash adalah bahwa daerah yang jauh dari pusat pertumbuhan perkotaan kemungkinan besar akan terpengaruh oleh kebijakan pembangunan ekonomi daerah yang berfokus pada inovasi dan pengembangan kewirausahaan di daerah perkotaan. Daerah-daerah terpencil ini perlu menyusun program pembangunan ekonomi yang menekankan keunggulan kompetitif khusus untuk perekonomian mereka.
David L. Barkley dari International Encyclopedia of the Social Sciences
terjemahan bebas leh gandatmadi46@yahoo.com
Note:
Dampak Spillover Dan Multipolaritas Pengembangan Wilayah Pusat-Pusat Pertumbuhan Di Kalimantan
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/77266