BPUPK memiliki dua masa sidang, yaitu masa sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945 dan masa sidang kedua pada tanggal 10 Juli 1945 sampai 17 Juli 1945. Anggota BPUPK terdiri atas Kaityo (Ketua), Fuku Kaityoo (Wakil Ketua), 60 orang Iin (anggota) ditambah 8 orang Tokubetu Iin (anggota kehormatan) dari pihak Jepang.
ISI PIDATO BUNG KARNO pada hari lahirnya Pancasila 1 Juni 1945
Jalannya persidangan dicatat oleh para notulis dan stenografer yang disediakan oleh Tata Usaha BPUPK. Mereka mengambil notulen dengan tulisan tangan biasa tetapi juga dengan steno. Pidato yang jelas diambil dengan steno ialah pidato Ir. Soekarno yang kemudian dikenal dengan pidato “Lahirnya Pancasila”. Tipe stenografinya kemudian dikenal sebagai stenografi sistem Karundeng.
Kebenaran pidato-pidato anggota BPUPK yang diambil dengan menggunakan stenografi tersebut juga diperkuat dengan keterangan dari dua stenografer BPUPK, yaitu Sumarti T.B. Simatupang dan Netty Karundeng. Menurut mereka berdua, setelah steno gram tersebut selesai dikumpulkan,kemudian diketik.
Notulen dan stenogram sidang BPUPK diketik untuk kemudian dijilid sebagai laporan kepada pihak Jepang dikumpulkan oleh A.G. Pringgodigdo selaku Wakil Ketua Tata Usaha BPUPK. Formulasi Pancasila dalam masa sidang pertama BPUPK tercantum dalam beberapa sumber tertulis, baik berupa dokumen dan buku. Laporan stenogram yang sudah diketik tersebut mengingat sangat penting untuk segera dikirimkan kepada pihak Jepang di Tokyo, setelah dilakukan pengetikan, tidak lagi diperiksa. Menurut A.G. Pringgodigdo, ada 4 jilid laporan stenogram, dua jilid diserahkan kepada Jepang dan sisanya disimpan sendiri di kantor dan rumahnya.
Koleksi tersebut awalnya berada di ibu kota Republik Indonesia Yogyakarta, saat terjadi agresi militer II Belanda, menurut A.B. Kusuma dan R.E. Elson koleksi tersebut disita lalu di bawa ke negeri Belanda.
Menurut catatan dari Nationaal Archief Nederland, Koleksi Pringgodigdo telah dikembalikan kepada ANRI pada tahun 1987. Koleksi Pringgodigdo secara lengkap bernama Archivalia van R.M. MR.Abdul Gaffar Pringgodigdo, Secretaris van Staat van de Republiek Indonesie 1944-1945. Dahulu Koleksi Pringgodigdo dianggap sebagai koleksi milik adik A.G. Pringgodigdo, yaitu A.K. Pringgodigdo.
Koleksi Pringgodigdo nomor 5645 s.d. 5647 berhubungan dengan perumusan Undang-Undang Dasar 1945 yang di dalamnya terdapat pembahasan dasar Indonesia merdeka. Eksistensi dari Koleksi Pringgodigdo sebelum dikembalikan kepada ANRI, secara tersirat pernah disinggung oleh J.C.T Simorangkir dalam disertasinya yang dibukukan pada tahun 1984.
Dalam Koleksi Pringgodigdo, pidato yang berhasil ditemukan adalah pidato dari Wongsonegoro dan A. Rachim Pratalykrama dalam bentuk notulen. Isi pidato kedua orang itu yang berhubungan dengan dasar Indonesia merdeka sebagai berikut:
Berdasarkan 2 pidato tersebut, A. Rachim Pratalykrama yang dengan jelas berbicara mengenai dasar Indonesia merdeka, yaitu persatuan yang didasarkan atas rakyat yang kokoh. Selain itu juga diusulkan bahwa kepala negara harus beragama Islam, Islam sebagai agama negara, serta kebebasan menjalankan agamaselain Islam sesuai yang diinginkannya.
Pidato Hatta meskipun belum ditemukan, secara garis besar membahas mengenai pemisahan agama dan negara. Hatta sendiri tidak menjawab dengan jelas pertanyaan Radjiman Wediodiningrat. Dalam pidatonya dijelaskan konsep sekularisme dipraktikan di negara-negara Barat. Paus dianggap sebagai raja sekaligus pemuka agama, sehingga menimbulkan pertentangan terus-menerus. Dalam konteks Indonesia hal itu tidak dibenarkan karena agama dan negara saling mengisi.
Sidang BPUPK tanggal 31 Mei 1945 terdapat 14 orang anggota yang berbicara, tidak hanya Soepomo saja yang berpidato hari itu. Mereka adalah: Abdul Kadir, Soepomo, Hendromartono, Muhammad Yamin, Sanoesi, Liem Koen Hian, Moenandar, Dahler, Soekarno, Ki Bagoes Hadikoesoemo38, Koesoema Atmaja, Oei Tjong Hauw, Parada Harahap, dan Boentaran.
Jika melihat pidato Soepomo seutuhnya, maka konteks pidato Soepomo berbicara mengenai struktur sosial Indonesia yang ditopang oleh semangat persatuan hidup, semangat kekeluargaan, keseimbangan lahir batin masyarakat, yang senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya demi menyelenggarakan keinsyafan keadilan rakyat. Soepomo juga menyebutkan mengenai aliran pikiran (staatsidee) Indonesia nantinya, yaitu negara yang integralistik.
Dalam hubungan antara agama dan negara, Soepomo sependapat dengan pidato Hatta pada tanggal 30 Mei 1945, yaitu mengenai pemisahan antara agama dan negara. Dengan kata lain, sependapat harus ada pemisahan antara urusan keagamaan dan urusan kenegaraan. Berdasarkan hal itu, maka pada tanggal 31 Mei 1945 Soepomo tidak menjelaskan dasar Indonesia merdeka yang berjumlah lima.
Tuju orang panitia kecil tersebut terdiri dari Prof. Dr. Mr. Soepomo, Mr. Wongsonegoro, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim, dan Dr. Soekiman. Keberadaan panitia kecil tersebut adalah untuk merancang UUD 1945 ketika sidang pembahasan dilangsungkan pada tanggal 13 Juli 1945.
Sedangkan pada tanggal 14 Juli 1945, sidang BPUPKI berhasil mendapatkan hasil laporan perancangan UUD. Dimana isi dari rancangan Undang-undang Dasar tersebut adalah seperti Pernyataan mengenai kemerdekaan Indonesia, Pembukaan Undang-Undang Dasar atau preambule dan Batang tubuh Undang-Undang Dasar atau isi.
Tepat pada tanggal 16 Juli 1945, BPUPKI menentukan rancangan Undang-undang Dasar negara. Mulai dari pembukaan dan batang tubuh yang juga disusun atas pasal.
Selanjutnya BPUPKI dibubarkan pada tanggal 7 Agustus 1945. Sebagai ganti dari pembubaran BPUPKI, Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau lebih kita kenal dengan istilah PPKI atau Dokuritsu Zyunbi Linkai.
Sidang “PPKI” pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan kurang dari 15 menit telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yang beragama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut ajaran kebatinan, yang kemudian diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak “Nasionalis“) guna melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna dihapuskannya “tujuh kata” dalam “Piagam Jakarta” atau “Jakarta Charter“.
Setelah itu Drs. Mohammad Hatta# masuk ke dalam ruang sidang “PPKI” dan membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik tersebut. Hasil perubahan yang kemudian disepakati sebagai “pembukaan (bahasa Belanda: “preambule“) dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945“, yang saat ini biasa disebut dengan hanya UUD ’45 adalah:
*Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan”.
*Kedua, anak kalimat “Piagam Jakarta” yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
*Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam”, seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “dan beragama Islam”.
*Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
#Prof Anhar Gonggong menilai Bung Hatta sebagai Muslim yang taat. Tapi, demi kepentingan bangsa, dia tak memikirkan kepentingan golongan. Mendengar penjelasan Hatta, pada hari beri kut nya, sejumlah tokoh sempat berdiskusi panjang, antara lain Sukarno, Yamin, Haji Agus Salim, Kahar Moezakir, Kasman Singo dimedjo, dan Teuku Hasan. Para tokoh bangsa itu menyepakati hilangnya tujuh kata dalam butir pertama Piagam Jakarta. Yang dimasukkan hanya ungkapan Ketuhanan yang maha esa yang menjadi sila kesatu.
Pembukaan (Preambule) UUD 1945
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kesimpulan
1.Pancasila kelahirannya tgl 1Juni 1945 sesuai dengan dokumen otentik yg di koleksi AG Pringgodigdo.
2.Panitia Kecil, 7 orang dengan Soepomo sebagai Ketua berhasil menyusun draft UUD 1945.
3.Lima Sila dimuat dalam Pembukaan (Peambue) UUD 1945 yg disebut sebagai Kesepakatan Luhur.
Note:
Sumber Info
1.Sejarah Terbentuknya UUD 1945
2.AUTENTISITAS SUMBER SEJARAH PANCASILA DALAM MASA SIDANG PERTAMA BADAN UNTUK MENYELIDIKI USAHA-USAHA PERSIAPAN KEMERDEKAAN TANGGAL 29 MEI-1 JUNI 1945
3.Prof AG Pringgodigdo pahlawan nasional?