CNBC Indonesia bersama Dirjen Pengelola Utang Suminto PhD berbicara soal Utang

Suminto PhD Lahir di Sragen pada 7 Juli 1972. Mendapatkan gelar Sarjana Hubungan Internasional dari Universitas Airlangga. Meraih gelar M.Sc. in Development Finance dari Hiroshima University, dan Ph.D. in Development Economics dari Ritsumeikan Asia Pacific University, Jepang.

Apakah Utang Rp 8 600 Trilyun itu besar? Sebagai ilustrasi yaitu ketika dulu jadi pegawai baru dan gajinya masih kecil belum punya aset.  Hanya anya berani berutang kredit motor untuk berkendara ke kantor.

Setelah sekian lama bekerja gaji semakin bertambah dan juga memiliki akumulasi aset kemudian berani kredit mobil berani kredit rumah dengan KPR. Ya tentu secara nominal akan lebih besar he namun dalam  kesehatan dari utang kita akan dilihat dalam konteks secara relatif terhadap penghasilan kita terhadap size  perekonomian kita terhadap pertumbuhan kita demikian juga sama juga dengan perusahaan.

Perusahaan ingin ekspansi tumbuh lebih besarsehingga  tidak hanya menggunakan internal finance tapi juga menggunakan external finace baik equity maupun dengan melakukan hutang tapi kan kemudian ada indikator-indikator kesehatan yang akan dijaga over leverage atau tidak Debt to equity rasionya berapa Debt  service cavage ratio berapa. Nah itu adalah indikator-indikator yang akan dijaga demikian juga dalam konteks kita sebagai negara.

Kita lihat hutangnya pemerintah Indonesia berapa ? Tidak hanya nominalnya tetapi terhadap gdp-nya, seperti apa terhadap apbn-nya. Seperti apa pertumbuhan ekonominya, apakah bisa  memenuhi kewajibannya karena pada akhirnya utang kita itu akan kita penuhi kewajibannya sesuai dengan pertumbuhan ekonomi kita.

Debt to GDP Ratio utang Indonesia  relatively rendah dibandingkan banyak negara baik negara-negara maju maupun emerging market. Debt  to GDP ratio kita saat ini sekitar 39% itu jauh lebih rendah dari banyak negara maju seperti Jepang,  Amerika Serikat,  negara-negara Eropa dan juga lebih rendah dari emerging market maupun negara-negara tetangga dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, Philipina lebih rendah sebab semuanya di atas 60%.

Kemudian yang kedua dari sisi flow tentunya kita setiap tahun ya mengelola APBN ketika APBN defisit maka kita harus berutang. Nah dari sisi flow ini kita ya selalu menjaga disiplin fiskal, defisit APBN kita selalu relatif rendah dan selalu di bawah ketentuan undang-undang keuangan negara tidak boleh lebih dari 3% dari PDB kita hanya pernah lebih dari 3% BDB di tahun 2020 – 2021 karena covid dan itu berdasarkan ee Perpu S tahun 2020 pada waktu itu untuk pembiayaan ee covid.

Nah dengan disiplin dengan disiplin fiskal kita yang baik dan prudent fiscal management maka secara flow terjaga sehingga akumulasinya yang menjadi stok hutang tadi juga terkelola dan jangan lupa dari sisi disiplin fiskal yang pruden  kita dipuji oleh internasional karena ketika kita di tahun 2003 2004 mensusun undang-undang keuangan negara undang-undang perbendaraan negara di mana kita mengadopsi standar-standar Uni Eropa.

APBN defisitnya tidak lebih dari 3% dan utang pemerintah tidak lebih dari 60% PDB. Tidak  banyak negara even negara-negara Uni Eropa yang punya standar itu yang masih disiplin menerapkan itu dan Indonesia sangat disiplin menerapkan itu.

Rasio utang per akhir November 2024 tercatat sebesar 39,20 persen terhadap PDB. Adapun, batas aman rasio utang terhadap PDB adalah 60 persen, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Risiko tingkat bunga dan risiko nilai tukar juga terkendali, dengan 80,3 persen total utang menggunakan suku bunga tetap (fixed rate) dan 71,6 persen total utang dalam rupiah.
 
Berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 88,12 persen dengan nilai total Rp 7.648,87 triliun. Komposisi itu dilengkapi dengan 11,88 persen pinjaman dengan nilai total Rp 1.031,26 triliun.
 
Jumlah 88,12 persen SBN terdiri dari 71,12 persen SBN domestik dan 17,00 persen SBN valuta asing atau valas. Penerbitan SBN domestik mencapai Rp 6.173,37 triliun dibandingkan SBN valas senilai Rp 1.475,50 triliun.

Diposting oleh gandatmadi46@yahoo.com

Post navigation

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *