Rupiah kembali rontok tajam di bulan Mei 2018 dan ditutup pada level 14,325 per USD, atau melemah hampir 1.8% dibandingkan penutupan sebelumnya yang 14,073. Level ini adalah yang terendah sejak bulan Oktober 2015, Rp 14 709 dan level tertinggi sebesar Rp 13 010 pada Oktober 2016.
Setelah The Fed menaikkan kembali Federal Fund menjadi 2% dan terjadi Trade War antara US dengan RRC serta Negara2 Eropa, Kanada dan Meksiko mengakibatkan tekanan terhadap Rupiah dan sejumlah mata uang asing makin keras. Sebagai respon Dewan Gubernur BI menaikkan BI Rate menjadi 5,25%. Meski kurs Rupiah terhadap US$ melemah tetapi pergerakkannya tidak terlalu tajam. Seperti terlihat dalam grafik dibwah ini
Cadangan devisa pada tahun 2015 bulan Januari US$ 114 miliar dan pada Desember US$ 106 miliar, di tahun 2016 pada bulan Januari US$ 102 miliar dan pada Desember US$ 116 miliar. Cadangan devisa pada tahun 2017 di bulan Januari US$ 116miliar dan bulan Desember US$ 130 miliar.
Januari 2018, cadangan devisa tercatat US$ 131,98 miliar, di bulan April 2018 cadangan devisa RI tercatat US$ 124,9 dan di bulan Mei 2018 sebesar USD 122,9 miliar. Cadangan bulan Juni akhir kemungkinan menjadi US$ 120 miliar-US$ 121 miliar
BI dan Depkeu melakukan langkah2 konservatif hati2 dan bertahap karena selain meredam gejolak rupiah juga menjaga pertumbuhan. Jika sekedar menjaga kurs dapat saja BI menaikkan BI Rate yang tinggi dengan mengorbankan growth dari PDB atau GDP.
gandatmadi46@yahoo.com