Globalisasi Hari Ini

Oleh Adam Jakubik PhD, IMF, ekonom dari Institut Universitas Eropa, dan gelar master dan sarjana ekonomi dari University College London dan Elizabeth van Heuvelen, senior ekonom IMF Strategy, Policy, dan Review Department.

Peraturan perdagangan internasional yang diperbarui, ditambah dengan kebijakan dalam negeri yang lebih kuat, dapat menjadikan globalisasi lebih inklusif dan berkelanjutan.

Negara mana yang bersatu dan negara mana yang membuat mereka semakin terpisah

Selama sedikitnya 150 tahun, kekuatan ekonomi global telah menarik negara-negara untuk lebih dekat dan menjauhkan mereka. Sejak revolusi industri dan munculnya ekonomi global pertama yang sesungguhnya pada abad ke-19, negara-negara terkadang berupaya untuk lebih terintegrasi secara ekonomi dan di waktu lain lebih terisolasi, tergantung pada geopolitik, ideologi, teknologi, dan faktor-faktor lainnya. Saat ini kita mungkin berada di titik balik lain dalam sejarah globalisasi. Jadi, apa kekuatan dahsyat yang begitu memengaruhi ekonomi dunia? Bagaimana perubahannya? Dan dapatkah diperbaiki?

Globalisasi mengacu pada proses menghubungkan ekonomi dunia secara lebih erat melalui aliran barang, jasa, investasi, teknologi, data, ide, dan pekerja. Proses ini dimulai sekitar tahun 1870 dan mulai berkembang beberapa dekade setelah Perang Dunia II ketika negara-negara mulai mengurangi pembatasan arus modal dan perdagangan dengan harapan akan manfaat bagi pertumbuhan dan kesejahteraan.

Proses ini dimulai dalam blok geopolitik dan regional dan kemudian meluas setelah runtuhnya Tembok Berlin, deregulasi keuangan, dan serangkaian liberalisasi perdagangan yang berujung pada pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 1995. Proses ini semakin diperkuat oleh perkembangan teknologi yang mengurangi biaya perdagangan dan transaksi keuangan. Transportasi laut dan udara menjadi lebih murah dengan berbagai inovasi seperti pengiriman peti kemas, pelabuhan laut dalam, dan mesin jet.

Organizational and transactional costs semakin menurun sebagai hasil dari adopsi teknologi informasi dan komunikasi yang meluas—mulai dari pengenalan mesin faks, komputer pribadi dan perangkat seluler, hingga peluncuran konektivitas internet global yang berkelanjutan. Akibatnya, dunia tampak lebih kecil, dan berbisnis lintas batas menjadi lebih mudah.

Proses ini dimulai dalam blok geopolitik dan regional dan kemudian meluas setelah runtuhnya Tembok Berlin, deregulasi keuangan, dan serangkaian liberalisasi perdagangan yang berujung pada pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 1995. Proses ini semakin diperkuat oleh perkembangan teknologi yang mengurangi biaya perdagangan dan transaksi keuangan. Transportasi laut dan udara menjadi lebih murah dengan berbagai inovasi seperti pengiriman peti kemas, pelabuhan laut dalam, dan mesin jet.

Kelebihan dan kekurangan

Perkembangan ini membuka potensi laten yang besar untuk penciptaan nilai dalam ekonomi dunia. Aktivitas produksi dipecah menjadi beberapa tahap, sehingga setiap tahap produksi dapat berlangsung lebih efisien. Reorganisasi produksi ini berarti bahwa sumber daya yang sama dapat menghasilkan lebih banyak output daripada sebelumnya. Pada saat yang sama, persaingan asing mendorong perusahaan untuk menjadi lebih produktif. Konsumen, pada bagian mereka, dapat mengakses lebih banyak jenis barang dengan harga yang lebih terjangkau.

Sebagian besar ekonom berpendapat bahwa globalisasi—dan khususnya reformasi perdagangan—memberikan dampak positif secara keseluruhan terhadap pertumbuhan, terutama bagi negara-negara yang sebelumnya kurang terintegrasi. Negara-negara berkembang khususnya diuntungkan dengan kontribusi terhadap rantai nilai global—jaringan produksi yang luas yang menjangkau seluruh dunia—karena mereka tidak perlu mengembangkan industri domestik yang sama sekali baru untuk mengekspor produk yang lebih canggih. Selama periode globalisasi yang meluas, tingkat pendapatan dunia mengalami konvergensi, dan tingkat kemiskinan menurun dari 47 persen pada tahun 1980 menjadi 16 persen pada tahun 2010.

Namun, globalisasi juga memiliki sisi buruknya. Di dalam suatu negara, peralihan ke struktur produksi baru terkadang sulit, karena pekerja dan modal harus berpindah dari satu industri ke industri lain. Kebijakan dalam negeri, seperti dukungan pasar tenaga kerja dan program asuransi sosial yang dimaksudkan untuk memfasilitasi penyesuaian ini, sangat berbeda. Beberapa negara telah mengelola proses ini lebih baik daripada yang lain. Di sejumlah tempat dan industri, pekerja—terutama mereka yang memiliki keterampilan lebih rendah—kehilangan pekerjaan atau upah mereka menurun. Konsekuensi negatif ini terkonsentrasi, terkadang parah, dan sering kali berkepanjangan.

Beberapa ekonom berpendapat bahwa globalisasi keuangan membuat ekonomi dunia lebih tidak stabil dan rentan terhadap krisis. Tata kelola dan lembaga ekonomi makro yang lebih kuat dapat membantu mencegah hal ini, kata mereka. Globalisasi mungkin juga berkontribusi terhadap meningkatnya ketimpangan pendapatan selama empat dekade terakhir, tetapi perbedaan dalam pendekatan negara terhadap perpajakan dan redistribusi dapat dikatakan memainkan peran yang lebih besar, seperti halnya kemajuan teknologi yang menguntungkan pekerja dan investor berketerampilan tinggi.

Mengukur globalisasi

Secara tradisional, globalisasi diukur dengan statistik seperti keterbukaan perdagangan, yang merupakan nilai total impor dan ekspor sebagai bagian dari PDB, atau keterbukaan terhadap investasi langsung asing dan kebijakan seperti tarif dan pembatasan akun modal. Dimensi globalisasi lainnya ditangkap oleh nilai transaksi keuangan lintas batas harian atau jumlah visa untuk pelajar dan pekerja asing. Melihat statistik ini secara agregat menunjukkan bahwa globalisasi berkembang pesat dari tahun 1980-an hingga krisis keuangan global, setelah itu mencapai titik puncaknya. Namun, cerita ini terlalu sederhana mengingat perubahan pada ekonomi global.

Metrik yang lebih baru yang melihat partisipasi dalam rantai nilai global dan perdagangan jasa, khususnya jasa digital, menunjukkan bahwa globalisasi sebenarnya telah meningkat di beberapa bidang. Produk yang diperdagangkan semakin mengandung nilai tambah yang berasal dari berbagai negara dan sektor hulu. Memperhitungkan nilai tambah yang tertanam ini sangat penting untuk menilai integrasi perdagangan dan untuk mengidentifikasi dengan tepat sektor kekuatan dan kelemahan relatif setiap negara. Peningkatan global dalam foreign value-added dari ekspor dari sekitar 19 persen pada pertengahan 1990-an menjadi 28 persen pada 2022 menunjukkan pendalaman integrasi perdagangan yang berkelanjutan.

Sementara itu, layanan atau servis dapat mengalir lebih mudah lintas batas berkat munculnya teknologi digital. Layanan yang disampaikan secara digital, termasuk layanan akuntansi, desain, dan media, telah mencapai 54 persen dari perdagangan jasa, menyusul pertumbuhan 8 persen per tahun selama dua dekade terakhir. Layanan digital ini merupakan mesin potensial untuk pembangunan di masa depan.

Meskipun metrik ini menceritakan tentang keadaan globalisasi, keretakan mulai muncul. Meningkatnya kekhawatiran tentang keamanan nasional dan ketahanan supply-chain yang ditandai oleh pandemi COVID-19, perang Rusia di Ukraina, dan meningkatnya persaingan geopolitik, telah mendorong para pembuat kebijakan untuk beralih ke dalam negeri.

Kebijakan di persimpangan perdagangan dengan  keamanan nasional digunakan secara lebih luas, dan pembatasan perdagangan dan investasi asing langsung telah berkembang biak, meningkat sekitar tiga kali lipat sejak 2018. Kebijakan industri kembali berlaku, dengan tindakan yang mengganggu perdagangan yang memengaruhi setidaknya seperlima perdagangan global pada tahun 2023. Banyak dari pembatasan ini yang memicu reaksi balasan, meningkatkan ketegangan antara mitra dagang. Sistem perdagangan multilateral tidak siap untuk merespons, dan akibatnya kredibilitasnya menurun.

Dan ada tren lain yang mengkhawatirkan. Studi terkini menunjukkan adanya rotasi perdagangan ke mitra yang secara geopolitik lebih dekat, khususnya di sektor strategis. Namun, alih-alih mengurangi kerentanan (vulnerabilities), hal ini mungkin hanya memperpanjang rantai pasokan dan meningkatkan biaya. Bahkan layanan digital, yang berpotensi menjadi titik terang bagi ekonomi global, menghadapi pembatasan kebijakan tingkat tinggi, yang telah meningkat dalam dekade terakhir.

Berbagi manfaat

Manfaat globalisasi patut dipertahankan dan diperluas. Namun, dukungan terhadap kebijakan ekonomi terbuka yang berkelanjutan menghadapi pertentangan atas kekhawatiran tentang kesenjangan, dislokasi pekerja, dan persaingan yang tidak adil. Beberapa kritikus menunjuk pada ketergantungan yang berlebihan pada pesaing geopolitik, terutama di masa krisis, seperti selama pandemi.

Membalikkan globalisasi hampir pasti akan membalikkan keuntungannya, meningkatkan kemiskinan, dan mengakibatkan transisi yang mahal. Penelitian IMF menunjukkan bahwa kerugian global akibat fragmentasi perdagangan dapat berkisar antara 0,2 hingga 7 persen dari PDB. Biayanya mungkin lebih tinggi jika memperhitungkan pemisahan teknologi. Oleh karena itu, sangat penting bagi para pembuat kebijakan untuk bersatu guna melestarikan dan memperluas manfaat globalisasi sekaligus membuatnya lebih berkelanjutan.

Bagaimana para pembuat kebijakan dapat mengatasi hal ini? Komponen penting adalah memastikan sistem aturan perdagangan global yang berfungsi dengan baik, yang didukung oleh WTO, untuk menjaga keterbukaan perdagangan dan memastikan stabilitas dan prediktabilitas yang sangat penting bagi perdagangan dan pertumbuhan. Hal ini tentu melibatkan kerja sama pemerintah untuk memperbaiki sumber-sumber ketegangan perdagangan yang mendasarinya. Mempercepat reformasi WTO untuk memperkuat transparansi dan aturan, termasuk mengenai subsidi; memulihkan sistem penyelesaian sengketa yang berfungsi penuh; dan memperbarui buku aturan untuk memperhitungkan meningkatnya pangsa layanan dan perdagangan digital dalam ekonomi global sangatlah penting.

Perjanjian plurilateral, di antara sebagian anggota WTO yang berminat untuk memperdalam kerja sama di bidang tertentu, dapat membantu memajukan reformasi di bidang e-commerce dan fasilitasi investasi tanpa menghalangi pihak lain untuk bergabung.

Perjanjian multilateral mengikat semua Anggota WTO dan harus diratifikasi, bersama dengan Perjanjian WTO, secara keseluruhan. Perjanjian plurilateral bersifat opsional dan hanya mewajibkan anggota yang memilih untuk meratifikasinya.

Bidang yang sangat penting lainnya bagi para pembuat kebijakan adalah kebijakan domestik yang lebih kuat untuk membagi manfaat perdagangan, globalisasi, dan kemajuan teknologi secara lebih adil. Agar berhasil, kebijakan ini harus dibangun di atas fondasi yang kokoh berupa tata kelola ekonomi makro yang baik, regulasi keuangan, dan pengawasan untuk menghindari penumpukan risiko dari globalisasi keuangan, dan kebijakan ini harus mencakup sistem pajak yang diarahkan pada mobilisasi pendapatan yang efisien.

Kebijakan pasar tenaga kerja dan fiskal merupakan alat utama untuk mengatasi kesenjangan dan dislokasi pekerja, dan semakin penting untuk melawan gangguan yang disebabkan oleh teknologi baru, terutama kecerdasan buatan. Kebijakan ini dilengkapi dengan penyediaan layanan publik dasar yang berkualitas tinggi, termasuk pendidikan, kesehatan, dan jaring pengaman sosial.

Akhirnya, organisasi internasional dapat memainkan peran penting di masa yang tidak menentu, dengan bertindak sebagai penengah saat terjadi situasi yang tidak terduga, mendorong aturan yang disepakati bersama, dan bertindak sebagai penghubung untuk dialog dan kerja sama yang lebih besar—bahkan saat angin bertiup ke arah yang berbeda.

terjemahan bebas oleh gandatmadi46@yahoo.com

Post navigation

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *