ICOR (Incremental Capital Output Ratio) adalah output dari proses yang menghasilkan nilai tambah (incremental). Output bahan mentah menjadi barang setengah jadi kemudian menjadi produk akhir.
Dalam ekonomi makro, Nilai tambah dari hasil penambahan Kapital atau Investasi dibagi dengan perubahan output atau GDP.
Investasi disebut efisien jika ICOR nya kecil. Dalam perkembangannya tinggi rendahnya rasio ICOR dapat pula mencerminkan efisien tidaknya perekonomian suatu negara. Apakah Government spending dipergunakan secara efisien menurut ICOR, seperti apakah membayar pajak masih berbelit belit? Kirim uang masih perlu ke Bank?
Pada penghujung tahun 1993, Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, yang dikenal sebagai Begawan ekonomi makro Indonesia, pernah menyampaikan analisisnya, bahwa dana pembangunan negeri ini telah mengalami kebocoran hingga 30%.
Dari mana beliau menghitung, ICOR rata-rata negara ASEAN sekitar 3,5. Dengan demikian terjadi selisih ICOR Indonesia lebih besar1,5 dibanding rata-rata negara ASEAN. Sedangkan besarnya pemborosan (kebocoran) adalah 1,5/5 x 100% = 30%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penyebab dari inefisiensi dan rendahnya ICOR adalah tingginya belanja pendukung apabila dibandingkan dengan belanja substantif. Oleh karena itu, Sri mengatakan pihaknya terus mendorong reformasi birokrasi agar biaya yang perlu dikeluarkan semakin efisien.
Ex Menko Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan Indonesa masih perlu menurunkan incremental capital-output ratio (ICOR). Oleh karena ICOR Indonesia per 2018 lebih tinggi dibandingkan Vietnam yang ICOR-nya hanya mencapai 4,31.Adapun ICOR Indonesia sendiri mencapai angka 6,3 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17%.
Darmin Nasution menilai peningkatan efisiensi pada penanaman modal di Vietnam berkontribusi meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 1,38%. Adapun, inefisiensi penanaman modal pada China menjadikan pertumbuhan ekonomi terkontraksi sebesar 3,1%.
Investasi yang masuk perlu mendukung hilirisasi produk. “Kita nampaknya sekarang sudah nggak gegap gempita mendorong hilirisasi pertambangan, kehutanan, dan kelautan,” ujar Darmin dalam seminar yang bertajuk ‘Transformasi Ekonomi untuk Indonesia Maju’ yang bertepatan dengan ulang tahun ke-53 dari Kementerian Koordinator Perekonomian, (9/8/2019).
Faisal Basri di majalah Kotan bulan Januari 2020 menyebut, di ASEAN, sumbangan investasi dalam PDB tak ada yang mengalahkan Indonesia, bahkan Singapura dan Vietnam sekalipun. Memang Indonesia kalah dengan China, namun China sudah mengalami kecenderungan menurun. “Mereka kelebihan investasi sehingga harus repot-repot menciptakan proyek-proyek besar di luar negeri lewat “One Belt, One Road” initiative,” paparnya.
Di forum USINDO, pihak AS mengeluhkan proses pengambil alihan blok Mahakam dan Rokan termasuk Freeport. Menurut saya ada mis komunikasi memahami perundang undangan misalnya bahwa kontrak bagi hasil mestinya antara BUMN dengn Freeport McMoran atau dengan Chevron untuk blok Mahakam. Pemerintah berniat terus kerjasama dengan Chevron untuk blok Rokan.
dari beberapa sumber informasi gandatmadi46@yahoo.com