Oleh Marijn Bolhuis PhD, Arindam Roy MA, Patrick Schneider MA, Zhao Zhang PhD
Marijn Bolhuis PhD in Economics at the University of Toronto.
Arindam Roy, Bachelor of Architecture and Master’s in Community Planning: Iowa State University Ames
Patrick Schneider, MA in Economics from George Washington University
Zhao Zhang, Marshall School of Business, University of Southern California, with a Ph.D. in Finance.
Ekonomi negara2 berkembang telah bertahan dengan sangat baik dalam beberapa tahun terakhir, bahkan setelah periode gejolak keuangan global. Meskipun kondisi eksternal yang menguntungkan (dengan kata lain, keberuntungan) seringkali membantu, dengan jelas bahwa kebijakan yang baik juga penting.
Di masa lalu, episode “risk-off”—ketika investor global tanpa pandang bulu menjual aset berisiko—sering kali menghantam pasar negara berkembang dengan sangat keras. Hal ini memicu arus keluar modal yang tajam dan kondisi keuangan yang lebih ketat, yang menyebabkan mata uang anjlok dan inflasi melonjak.
Gambaran tersebut telah berubah secara signifikan baru-baru ini. Banyak negara berkembang telah mampu mengatasi pergeseran selera risiko global dengan lebih baik daripada sebelumnya. Arus keluar modal lebih kecil, biaya pinjaman lebih terkendali, pertumbuhan lebih stabil, dan inflasi lebih rendah.
Kerangka kebijakan yang lebih baik—seperti kebijakan moneter yang kredibel, bank sentral yang lebih independen, dan kebijakan fiskal yang lebih transparan—memainkan peran penting, sebagaimana kami tunjukkan dalam salah satu bab dari World Economic Outlook yang baru. Dengan membandingkan episode-episode risk-off yang umum terjadi sebelum dan sesudah krisis keuangan global, analisis kami menyimpulkan bahwa kerangka kebijakan yang lebih baik berkontribusi pada penurunan output dan inflasi yang lebih rendah.
Namun, risiko tetap ada: kondisi eksternal dapat memburuk dengan cepat, guncangan global baru-baru ini telah mengikis ruang fiskal, lonjakan inflasi pascapandemi telah mendorong ekspektasi inflasi, dan tekanan politik dapat merusak kredibilitas yang telah susah payah diraih.
Kehadiran aturan fiskal juga tidak mencegah penumpukan utang di banyak negara berkembang—sebagian besar disebabkan oleh terbatasnya kepatuhan terhadap aturan tersebut. Hasilnya: struktur utang dan kerentanan terhadap guncangan global sangat bervariasi di berbagai negara, sebagaimana yang kami bahas dalam Laporan Stabilitas Keuangan Global yang baru.
Kerangka kerja yang ditingkatkan
Analisis kami menunjukkan bahwa implementasi kebijakan moneter telah membaik, dan kredibilitas bank sentral semakin kuat. Di masa lalu, banyak negara berkembang enggan membiarkan nilai tukar mereka bergerak bebas. Namun, dengan ekspektasi inflasi yang lebih terarah dan regulasi makroprudensial yang lebih ketat, negara-negara semakin membiarkan nilai tukar bertindak sebagai peredam guncangan, dan bank sentral dapat mengalihkan fokus mereka untuk menstabilkan aktivitas ekonomi.
Sementara itu, bank sentral telah memperkuat independensinya—baik dari dominasi fiskal (ketika kebijakan moneter harus mengakomodasi kebutuhan fiskal) maupun dari kebijakan moneter AS yang menentukan kondisi pinjaman domestik. Hal ini berarti negara-negara kini dapat mengurangi ketergantungan pada intervensi valuta asing yang mahal.
Pasar negara berkembang juga telah melakukan perbaikan signifikan pada kerangka fiskal, yang memungkinkan pemerintah merespons secara lebih efektif terhadap penurunan permintaan. Hal ini telah membantu menstabilkan perekonomian selama krisis global dan merespons dengan lebih tegas setiap kali utang dan suku bunga yang lebih tinggi menimbulkan risiko.
Dibanding episode penghindaran risiko sebelum dan sesudah krisis keuangan global menunjukkan bahwa output ekonomi 1 poin persentase lebih tinggi daripada yang seharusnya, dengan kerangka kerja yang lebih baik menjelaskan sedikit lebih dari 0,5 poin persentase, dan kondisi eksternal yang menguntungkan menjelaskan sisanya. Inflasi 0,6 poin persentase lebih rendah, berkat kebijakan yang lebih efektif.
Ketahanan dan risiko keuangan – Namun, di sini juga, kebijakan yang diperkuat telah membantu.
Negara-negara berkembang besar dengan kerangka kebijakan yang kuat dan tabungan domestik yang terus meningkat telah mampu lebih bergantung pada penerbitan utang dalam mata uang lokal dan permintaan yang kuat dari investor domestik, terutama lembaga keuangan nonbank. Akibatnya, porsi utang yang diterbitkan dalam mata uang lokal dan dimiliki oleh investor asing telah turun ke level terendah dalam beberapa tahun terakhir di banyak negara.
Kepemilikan domestik yang lebih besar atas utang mata uang lokal mengurangi sensitivitas utang pasar berkembang terhadap guncangan global, menurut analisis terbaru dalam Laporan Stabilitas Keuangan Global. Dengan kepemilikan domestik yang lebih besar, imbal hasil obligasi naik lebih rendah daripada yang seharusnya dalam skenario penghindaran risiko.
Efek stabilisasi investor domestik terhadap imbal hasil obligasi tampaknya terutama berlaku bagi bank. Analisis kami menunjukkan bahwa guncangan penghindaran risiko dikaitkan dengan peningkatan 19 basis poin dalam sebaran imbal hasil mata uang lokal, tetapi peningkatan satu standar deviasi dalam porsi kepemilikan bank domestik memitigasi efek tersebut hingga 11 basis poin. Kepemilikan yang lebih besar oleh lembaga keuangan nonbank domestik juga dapat bermanfaat dalam keadaan tertentu.
Namun, peningkatan stabilitas dan ketahanan keuangan belum dirasakan secara merata. Pasar negara berkembang yang lebih kecil dan negara-negara yang sedang berkembang perlu mengandalkan bentuk pembiayaan yang lebih mahal dan kurang stabil, seperti utang domestik jangka pendek dan obligasi dolar AS internasional. Upaya untuk lebih memperdalam pasar obligasi mata uang lokal di berbagai negara akan membantu membangun ketahanan.
Kepemilikan domestik yang lebih tinggi juga bukan tanpa risiko. Di negara-negara dengan tabungan rendah, basis investor sempit, dan infrastruktur pasar keuangan yang buruk, kepemilikan utang negara yang berlebihan dapat menimbulkan masalah. Misalnya, kepemilikan utang negara yang besar oleh bank dapat mengurangi kapasitas mereka untuk memberikan pinjaman kepada sektor swasta, yang pada gilirannya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, gagal bayar pemerintah dapat menyebabkan kerugian besar di sektor perbankan, yang berujung pada upaya bailout bank yang mahal dan sulit.
Komitmen Berkelanjutan
Meskipun pengalaman terkini cukup menggembirakan, pasar negara berkembang akan terus diuji karena ketidakpastian yang masih tinggi. Kemajuan di berbagai negara belum merata dan ruang fiskal terasa terbatas dalam beberapa kasus.
Negara-negara harus memprioritaskan upaya untuk meningkatkan implementasi dan kredibilitas kerangka kebijakan mereka, menjaga independensi bank sentral, dan membangun kembali kapasitas belanja ketika dibutuhkan (misalnya selama perlambatan ekonomi). Pengembangan kapasitas IMF juga dapat membantu mendukung pengembangan pasar obligasi mata uang lokal.
Dengan reformasi yang berkelanjutan dan fondasi yang lebih kuat, negara-negara berkembang dapat mengubah ketahanan yang susah payah diraih menjadi stabilitas jangka panjang.
terjemahan bebas oleh gandatmadi46@yahoo.com