
Oleh Karen Dynan, professor of the practice of economic policy at Harvard University.
Juni 2025.
Mengakui kesalahan, mendengarkan dengan baik, proteksi data, dan menggunakan istilah teknis yang lebih mudah dipahami.
Para ekonom telah lama membantu membentuk kebijakan dengan menawarkan analisis untuk memandu keputusan terkait perdagangan, perpajakan, regulasi, dan stabilitas ekonomi. Terkadang, keahlian mainstream economic telah memimpin perdebatan kebijakan besar, yang memengaruhi pemerintah di seluruh dunia.
Note: Mainstream economic mengacu pada tradisi ekonomi ortodoks atau neoklasik, yang menganggap pasar digerakkan oleh tangan tak terlihat dan semua pelaku bersifat rasional. Asal usul ekonomi arus utama berawal dari pemikiran Adam Smith.
Namun, kini, para ekonom semakin terpinggirkan. Meskipun mereka masih mendominasi staf bank sentral dan lembaga multilateral, para pemimpin politik cenderung lebih mengutamakan ideologi dan kemanfaatan daripada analisis ekonomi. Sementara itu, kepercayaan publik terhadap para ekonom telah terkikis oleh kegagalan kebijakan yang mencolok, polarisasi politik yang semakin meluas, dan meningkatnya tantangan terhadap otoritas kepakaran dari sumber informasi baru yang seringkali tidak dapat diandalkan.
Namun, keahlian bidang ekonomi tetap krusial untuk meningkatkan hasil. Krisis abad ke-21 telah menunjukkan bagaimana salah urus makroekonomi dapat menciptakan kesulitan yang meluas dan disfungsi sosial, dengan konsekuensi politik yang mendalam. Di saat yang sama, para ekonom telah mengumpulkan banyak bukti tentang apa yang berhasil di bidang-bidang seperti pengentasan kemiskinan, pendidikan, dan pasar tenaga kerja – wawasan yang, jika diintegrasikan lebih baik ke dalam pembuatan kebijakan, dapat menghasilkan hasil yang lebih baik.
Untuk mendapatkan kembali pengaruh, para ekonom harus terlibat lebih efektif dengan para pembuat kebijakan dan publik. Kegagalan beradaptasi berisiko semakin meminggirkan mereka dalam debat kebijakan penting, terutama ketika keahlian ekonomi semakin dibutuhkan.
Kenyataan pahit, tough audiences
Ekonom membawa perangkat penting ke dalam percakapan kebijakan: keakraban dengan riset dan perangkat relevan untuk membantu mengantisipasi bagaimana berbagai pilihan kebijakan akan terwujud. Namun, ada alasan mendasar mengapa ekonom terkadang tidak populer: Pemikiran mereka didasarkan pada trade-off dan kendala. Ekonom menjelaskan bahwa pilihan harus dibuat antara A dan B, sementara politisi (dan publik) seringkali menginginkan keduanya. Pembuatan kebijakan akan jauh lebih mudah jika kita dapat memotong pajak dan meningkatkan belanja tanpa meningkatkan utang publik, mengendalikan inflasi tanpa menaikkan suku bunga, memperluas perdagangan global tanpa kehilangan lapangan kerja. Namun, trade-off semacam itu tidak dapat dihindari, meskipun mengakuinya seringkali tidak nyaman secara politis.
Para ekonom harus merangkul pola pikir ini. Mereka perlu berada di ruang tempat diskusi kebijakan berlangsung karena hal ini akan menghasilkan keputusan yang lebih baik. Dan para pembuat keputusan seharusnya ingin mendengarkan kenyataan ini – bagaimanapun juga, tidak ada seorang pun yang melakukan pembelian atau investasi pribadi besar tanpa mempertimbangkan biayanya. Sekalipun pertimbangan nonekonomi menjadi penentu keputusan akhir, para pemimpin yang memahami trade-off ekonomi akan lebih siap menghadapi kritik.
Keengganan para pembuat kebijakan untuk menerima kenyataan pahit bukanlah satu-satunya alasan mengapa keahlian ekonomi dikesampingkan. Beberapa masalah disebabkan oleh para ekonom sendiri. Mengatasinya dapat membantu melestarikan dan meningkatkan pengaruh keahlian ekonomi terhadap pembuatan kebijakan. Ada empat cara untuk melakukannya: mengakui dan belajar dari kesalahan, mendengarkan kekhawatiran masyarakat, menegakkan standar integritas data, dan terlibat lebih efektif dengan politisi dan publik.
Belajar dari Kesalahan
Skeptisisme publik terhadap ekonomi arus utama bukannya tanpa dasar. Profesi ini terkadang dikaitkan dengan kesulitan yang sebenarnya dapat dihindari. Sebelum krisis keuangan 2008, sebagian besar ekonom lambat menyadari gelembung perumahan AS. Bahkan setelah menjadi jelas, banyak yang meremehkan seberapa besar keruntuhannya akan mengganggu stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
Lonjakan inflasi pascapandemi memberikan contoh yang lebih baru. Banyak ekonom terlalu menekankan faktor-faktor sementara dan meremehkan seberapa persistennya inflasi tersebut. Memang, penyebabnya kompleks dan beragam, dan guncangan seperti perang Rusia di Ukraina tidak terduga. Namun, di negara-negara di mana permintaan yang berlebihan merupakan faktor penyebabnya, pilihan kebijakan ekonomi yang berbeda mungkin dapat mengurangi lonjakan inflasi.
Seberapa besar kesalahan yang pantas diterima para ekonom masih bisa diperdebatkan, tetapi hilangnya kepercayaan publik memang nyata. Respons yang tepat bukanlah membuang kerangka kerja ekonomi, melainkan mengklarifikasi bagaimana kerangka kerja tersebut disalahgunakan. Untuk krisis keuangan, upaya tersebut telah dilakukan—melalui penelitian ekstensif tentang kegagalan pasar, regulasi yang dirancang dengan buruk, dan perilaku yang memicu pengambilan risiko. Memahami inflasi pascapandemi masih terus dilakukan dan harus tetap menjadi prioritas.
Secara lebih luas, para ekonom tidak boleh membiarkan rasa takut akan akuntabilitas—atau bias politik—menjadi penghalang. Perdebatan mengenai inflasi, misalnya, telah dikaburkan oleh ideologi, sehingga semakin sulit mencapai kesimpulan yang objektif. Transparansi, keterbukaan terhadap revisi, dan keterlibatan yang jujur dengan bukti adalah cara terbaik untuk menunjukkan bahwa ilmu ekonomi tetap menjadi disiplin ilmu yang vital.
Mendengarkan Kekhawatiran
Para ekonom juga perlu menanggapi pendapat orang dengan serius. Reaksi keras terhadap integrasi cepat Tiongkok ke dalam perdagangan global merupakan kisah peringatan. Teori ekonomi menunjukkan bahwa pekerja yang terlantar akan menemukan peluang baru. Namun, banyak yang tidak dapat atau tidak mau pindah karena biaya perumahan, ikatan sosial, atau hambatan lainnya. Gesekan-gesekan ini berkontribusi pada gangguan yang lebih persisten – dan reaksi keras yang lebih besar – daripada yang diperkirakan.
Demikian pula, reaksi publik terhadap lonjakan inflasi di awal tahun 2020-an menunjukkan bahwa biaya dari episode ini melebihi prediksi pemikiran ekonomi standar. Penelitian telah menunjukkan bahwa inflasi menimbulkan biaya kognitif yang besar melalui perhatian yang diperlukan untuk mengevaluasi kewajaran harga dan upah serta kebutuhan untuk menyesuaikan rencana keuangan. Pernyataan seperti “upah cenderung mengikuti inflasi” mungkin benar secara rata-rata, tetapi pernyataan tersebut mengaburkan variasi penting. Di Amerika Serikat, misalnya, upah naik lebih cepat bagi banyak pekerja berpenghasilan rendah di awal tahun 2020-an – tetapi kenaikannya jauh dari universal.
Mengakui kekhawatiran ini bukan berarti mengabaikan prinsip-prinsip ekonomi. Melainkan, perlu pemahaman yang lebih bernuansa tentang bagaimana masyarakat mengalami perubahan ekonomi. Mengabaikan kekhawatiran semacam itu melemahkan kredibilitas para ekonom dan mengurangi kemungkinan gagasan kebijakan yang baik mendapatkan dukungan.
Integritas data
Ciri khas penelitian ekonomi adalah penggunaan data yang cermat, dan para ekonom harus menjunjung tinggi standar integritas yang sama ketika berpartisipasi dalam debat publik. Maraknya media sosial, seiring dengan akses yang lebih baik terhadap data dan perangkat visualisasi, telah memudahkan semua orang – termasuk para ekonom – untuk menyalahgunakan statistik demi memperkuat argumen yang lemah. Namun, menyerah pada godaan untuk memenangkan argumen dengan cara ini berisiko merusak kepercayaan terhadap analisis ekonomi dalam jangka panjang.
Penggunaan data secara sembarangan juga dapat melemahkan kepercayaan terhadap statistik resmi. Menunjukkan perbedaan antara seri data pemerintah dan sumber lain tanpa mengakui perbedaan dalam metodologi, cakupan, atau definisi dapat memberikan kesan yang salah bahwa indikator resmi cacat atau dimanipulasi. Di era ketika lembaga statistik menghadapi tekanan politik dan anggaran yang semakin besar, perbandingan yang ceroboh semacam ini berisiko terhadap ketersediaan data pemerintah yang berkualitas tinggi dan tidak bias.
Terlibat secara efektif
Ekonom perlu menyadari bahwa kebijakan yang mereka anggap optimal mungkin tidak optimal—dalam konteks pertimbangan yang lebih luas yang terlibat dalam proses politik. Dalam kasus tersebut, ekonom harus menawarkan alternatif yang menghormati pertimbangan tersebut. Fleksibilitas bukanlah kemunduran dari prinsip—melainkan pengakuan akan realitas pemerintahan.
Ekonom juga perlu berkomunikasi dengan jelas. Jargon teknis dapat memancarkan aura keahlian atau mengecualikan non-ahli dari perdebatan, tetapi itu bukanlah strategi yang berkelanjutan untuk memengaruhi. Ekonom harus menggunakan bahasa yang lugas dan menghindari grafis yang terlalu rumit. Kesederhanaan berarti aksesibilitas, bukan sikap merendahkan.
Akhirnya, para ekonom harus berbicara kepada publik yang lebih luas, bukan hanya kepada para pembuat kebijakan. Politisi merespons konstituen mereka. Profesi ini harus mendapatkan kepercayaan publik jika nasihatnya ditujukan untuk membentuk kebijakan, dan itu berarti menggunakan saluran dan alat yang menjangkau semua orang.
Ekonom tidak akan pernah populer secara universal, dan mereka pun tidak seharusnya berusaha untuk populer. Peran mereka adalah memberikan analisis yang cermat yang meningkatkan keputusan, bukan memberi tahu orang-orang apa yang ingin mereka dengar. Namun, agar tetap berpengaruh, mereka harus mengakui kesalahan, mendengarkan dengan lebih baik, mempertahankan data, dan berkomunikasi secara efektif. Para pembuat kebijakan membutuhkan keahlian ekonomi, bahkan ketika mereka enggan mendengarnya. Tantangannya bukanlah mempopulerkan ilmu ekonomi—melainkan membuatnya relevan, mudah diakses, dan dihormati dalam percakapan kebijakan.
Terjemahan bebas oleh gandatmadi46@yahoo.com