Sebagaimana di sampaikan Menkeu dan Gubernur BI di Metro TV yang lalu bahwa dalam pertemuan di IMF dan WB Group Annual Meeting 2018 di Bali khususnya antara para Menkeu dan Pimpinan Bank Sentral dilakukan secara tertutup sehingga mereka dalam diskusi dapat menyampaikan secara terbuka. Sebagai bukti nyata IMF dan para peserta tersebut (termasuk The FED) mengkritik dengan keras kebijakan Trade War antara AS dan China.
Berikut sejumlah kebijakan untuk membangun daya tahan (resilience) yang disepakati dalam Annual Meeting 2018 di Bali untuk wilayah Asia Pacific:
Policies to Build Resilience
Kebijakan dan reformasi harus berupaya mempertahankan ekspansi (growth) saat ini, yang mengandung risiko, dengan cara memperkuat ketahanan terhadap risiko penurunan pertumbuhan yang semakin meningkat. Kebijakan juga harus meningkatkan pertumbuhan jangka menengah dan meningkatkan inklusifitasnya. Melestarikan kolaborasi internasional dan regional dan tetap menjadi tujuan secara menyeluruh yang penting. Mengingat keragaman posisi siklus, kendala struktural, dan ruang kebijakan yang tersedia, prioritas kebijakan tertentu berbeda di seluruh ekonomi:
- Sebagaimana dibahas dalam IMF (2018a), nilai tukar pada umumnya harus dibuat untuk bergerak secara fleksibel dan bertindak sebagai shock absorber, dengan intervensi valuta asing yang digunakan hanya untuk menangani kondisi pasar yang tidak teratur.
- Kebijakan moneter secara independen menangani inflasi dan tujuan domestik – saat ini, dengan inflasi rendah dan kesenjangan output negatif di sebagian besar negara maju di kawasan ini, kebijakan moneter umumnya harus tetap akomodatif, langkah dan sikap tegas jika inflasi akan naik atau aliran modal bergejolak (volatile) serta balance sheet mata uang mengalami mitmaches. Stabilitas keuangan harus ditangani dengan langkah-langkah mikro dan makro-prudensial yang tepat.
- Kebijakan fiskal harus fokus pada membangun penyangga, mendukung pertumbuhan jangka panjang inklusif, dan mengurangi ketidakseimbangan eksternal yang berlebihan.
- Akhirnya, reformasi struktural harus diupayakan untuk meningkatkan output dan produktivitas, mendorong partisipasi angkatan kerja – termasuk perempuan – dan memastikan peluang untuk semua segmen masyarakat. Sebagaimana dibahas dalam bagian-bagian berikut, upaya liberalisasi perdagangan, langkah-langkah untuk meningkatkan dinamisme perusahaan, dan kebijakan untuk memanfaatkan manfaat digitalisasi sambil mengatasi gangguan keuangan dan pasar tenaga kerja menjadi prioritas reformasi struktural yang sangat penting.
Indonesia
Jika kita perhatikan point 1 sampai dengan point 4, Pemerintah Indonesia sudah melakukan sejak 2017, BI melakukan intervensi valuta asing ketika pasar sedang volatile sehingga cadangan devisa tetap terjaga. Sasaran Inflasi makin menurun. Kebijakan fiskal menjadi langkah awal ketika Sri Mulyani diangkat menjadi Menkeu yaitu dengan menurunkan proyeksi APBN 2016 agar APBN kredibel. Akses terhadap data2 keuangan terbuka kepada masyarakat. Utang terjaga jauh dibawah 60% PDB demikian juga dengan defisit APBN yang makin menurun. Ketika Current Account dan Transaction Account naik sejumlah langkah telah diambil.
Subsidi Energi terpaksa disesuaikan akibat naiknya harga crude oil, Subsidi Energi di APBN naik menjadi Rp 149 triliun dari Rp 94,6 triliun. Subsidi listrik membengkak menjadi Rp 60 triliun. Di APBN 2018 hanya Rp 47,7 triliun. Agar supaya APBN kredibel yang dampaknya besar maka dipilih PLN yang menanggung kenaikkan biaya sebesar Rp 21 trilyun, suatu pilihan yang tidak mudah. Namun proyek2 PLN tetap berlanjut.
dari beberapa sumber informasi
gandatmadi46@yahoo.com