Inflasi
Suku Bunga
Mengendalikan inflasi adalah salah satu tugas utama dari otoritas moneter atau Bank Sentral (BI, The FED, Bank of England dll). Salah satu instrumen yg dimiliki Bank Sentral adalah menaikkan atau menurunkan suku bunga yang dikenal dengan Operasi Pasar. Suku bunga untuk BI sekarang tepatnya sejak diberlakukan pada Agustus 2016 dikenal dengan BI 7-Day Repo Rate untuk mengganti BI Rate. Alasan penggantian a.l. membuat mudah Bank2 Komersial beroperasi dan karena berjangka pendek 7 hari maka suku bunganya lebih kecil, selisih 2-3 % dari BI Rate.
Demikian pula yang dilakukan oleh Bank Sentral2 negara lain seperti The FED. Terjadi kisah menarik di era Alan Greenspan sebagai Ketua The FED; Dalam usaha untuk mengelola inflasi, yang menjadi salah tugas utama dari Bank Sentral salah satunya memakai Taylor Principle. Meskipun bukan menjadi suatu keharusan karena tergantung banyak faktor. Taylor Principle adalah penetapan kenaikan atau penurunan suku bunga terhadap kenaikan 1 % inflasi atau 1% penurunan inflasi. Dari pengalaman beberapa negara respon perubahan suku bunga tidak selalu sama meskipun demikian sangat dianjurkan memakai Taylor Principle sebagai suatu kebijakan agar ada keteraturan dalam proses pembuat kebijakan oleh Bank Sentral. Alan Greenspan, ketika menjadi Ketua The FED sampai tahun 2001 praktis memakai Taylor Principle tetapi tahun 2002 ditinggalkannya.
Mengapa dalam suatu situasi tertentu seperti sekarang The FED merencanakan kenaikkan inflasi dari mendekati 0% menuju 2%? Uraian singkatnya karena inflasi rendah diperlukan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi.
Cash Ratio
Instrumen lain yang dimiliki Bank Sentral adalah persyaratan Cash Ratio (minimum reserve requirement ratio). Adalah jumlah minimum dari Bank Komersial di depositokan di Bank Sentral. Jika sebelumnya persyaratan 15% artinya jumlah kredit yg diizinkan dikeluarkan oleh suatu Bank sebesar Rp 1 000 juta kemudian dirubah menjadi 5% makan jumlah kredit yang boleh dikeluarkan oleh Bank tersebut menjadi 3 X Rp 1 000 juta atau Rp 3 000 juta. Artinya uang jumlah uang beredar bertambah sebaliknya akan berkurang atau kebijakan pengetatan uang.
Selain kedua instrumen diatas Bank Sentral juga diberi wewenang mengelola jumlah uang beredar seperti mencetak uang kartal. Jumlah uang kartal mempertimbangkan situasi pasar sebagai contoh ketika Lebaran BI menambah jumlah uang kontan. Jumlah uang juga mempertimbangkan kegiatan perekonomian, dengan memakai rumus2 tertentu yang masing2 negara berbeda. Selain itu juga tentang Cash Ratio seperti diuraikan diatas.
Uang Primer atau Uang Inti (M0)
Bank Sentral oleh UU diberi kewenangan a.l mengelola jumlah uang beredar M0, M1, M2, M3.
Uang primer atau uang inti yang terdiri atas uang k artal yang berada di luar Bank Indonesia dan Kas Negara, dan rekening giro Bank Pencipta Uang Giral (BPUG) dan sektor swasta (perusahaan maupun perorangan) di Bank Indonesia. Dengan demikian, uang kartal yang dipegang pemerintah, dalam bentuk kas pemerintah atau kas negara, dan simpanan giral pemerintah pada Bank Indonesia, tidak termasuk sebagai komponen dari uang primer.
Uang Beredar Dalam Arti Sempit (Narrow Money = M1)
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa uang beredar dalam arti sempit adalah seluruh uang kartal dan uang giral yang ada di tangan masyarakat. Sedangkan uang kartal milik pemerintah (Bank Indonesia) yang disimpan di bank-bank umum atau bank sentral itu sendiri, tidak dikelompokkan sebagai uang kartal. Sedangkan uang giral merupakan simpanan rekening koran (giro) masyarakat pada bank-bank umum. Simpanan ini merupakan bagian dari uang beredar, karena sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemiliknya untuk melakukan berbagai transaksi. Namun saldo rekening giro milik suatu bank yang terdapat pada bank lain, tidak dikategorikan sebagai uang giral.
Uang Beredar Dalam Arti Luas (Broad money = M2)
Dalam arti luas, uang beredar merupakan penjumlahan dari M1 (uang beredar dalam arti sempit) dengan uang kuasi. Uang kuasi atau near money adalah simpanan masyarakat pada bank umum dalam bentuk deposito berjangka (time deposits) dan tabungan. Uang kuasi diklasifikasikan sebagai uang beredar, dengan alasan bahwa kedua bentuk simpanan masyarakat ini dapat dicairkan menjadi uang tunai oleh pemiliknya, untuk berbagai keperluan transaksi yang dilakukan. Dalam sistem moneter di Indonesia, uang beredar dalam arti luas ini (M2) sering disebut dengan likuiditas perekonomian.
M3 = M2 + sertifikat deposito besar, rekening pasar uang dan reksadana pasar uang yang dimiliki institusi; perjanjian pembelian kembali surat hutang dan deposito mata uang asing; uang di rekening bank luar negeri.
Foreign exchange rate
Penetapan Kurs terdapat dua sistem yaitu Fixed Exchange Rate dan Floating Exchange Rate. Dikalangan pakar moneter terjadi perbedaan pilihan namun mayoritas negara2 memilih Floating Exchange Rate, selain itu juga ada yang dicantolkan terhadap mata uang asing misalnya dicantolkan terhadap US$ atau Euro.
Paska krisis 2008 Indonesia memilih Floating Exchang Rate disertai dengan sejumlah regulasi ketat agar kasus 2008 tidak terulang. Ketika krisis meletus tahun 2008, teman sekantor yg punya usaha kecil2an Money Changer yang dikelola istrinya mendadak kaya; beli mobil baru, membangun rumah dan entah apakah beli perhiasan. Menurutnya yang menjadi langganan pemasok US$ adalah karyawan Bank.
Oleh karena BI dan Bank Sentral bertugas menjual dan membeli Surat2 Berharga milik Pemerintah/Depkeu atau T Bill di AS dan mengelola transaksi dengan negara lain ( ekspor & Impor ) maka BI memiliki alat untuk menentukan nilai kurs termasuk cadangan devisa yang sekarang jumlahnya US$ 130 Milyar.
Credit Allocation
BI diberi wewenang memberi advis atau arahan kepada Bank2 Komersial sektor2 apa yang dinilai tidak bankable dan besarnya DP diwajibkan kepada pemohon fasilitas kredit. Kewenangan ini di dukung oleh kewenangan BI memberikan refinancing atau utang kepada Bank2 yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Termasuk membekukan dan menutup Bank2 bermasalah.