Ekonomi Global
Data GDP Growth Rate QoQ Q4 Australia diperkirakan menurun. Data Caixin PMI Februari China juga diprediksi merosot. Data GDP Growth Rate QoQ Q4 Italia juga diperkirakan melemah. Data ISM Non Manufacturing PMI Februari AS juga diprediksi turun. Demikian juga data tenaga kerja AS seperti ADP Employment Change dan Non Farm Payrolls Februari diprediksi melemah.
Namun harapan penguatan pasar muncul ketika bank-bank sentral dari Jepang, Inggris dan Prancis mengikuti Federal Reserve AS yang merupakan negara kelompok G7, mengatakan mereka siap untuk mendukung ekonomi global dan berjanji untuk bekerja sama untuk mengurangi kerusakan ekonomi akibat wabah virus corona.
Satu tindakan penting yang dilakukan Federal Reserve AS yang juga menjadi perhatian utama pasar global adalah pemotongan suku bunga 50 basis poin yang diharapkan dapat mendorong penguatan ekonomi.
Bursa saham global terangkat dengan harapan stimulus ini. Demikian juga komoditas seperti minyak, gula dan kopi juga terangkat. Dari pasar forex, mata uang safe haven Yen Jepang dan Franc Swiss menguat, demikian juga dolar Australia pasca pemotongan suku bunga RBA.
Kebijakan G7 dikenal sebagai policy dovish yaitu menurunkan suku bunga atau tindakan setara. Biasanya tingkat suku bunga rendah akan melemahkan mata uang negara2 tersebut. Kebijakan moneter dovish akan mengarah pada penurunan suku bunga (atau tindakan yang setara) dan kemungkinan melemahnya mata uang negara. Meskipun tingkat bunga yang lebih rendah biasanya akan melemahkan mata uang, yang juga penting adalah tingkat bunga, relatif terhadap tingkat bunga negara lain.
Yield
The 10-year Treasury yield menembus di bawah 1% untuk pertama kalinya setelah pemotongan suku bunga darurat oleh Federal Reserve untuk memerangi dampak ekonomi dari penyebaran virus corona. The yield on the benchmark 10-year Treasury note turun lebih dari 11 basis poin ke level terendah sepanjang masa 0,906%. Hasil pada obligasi Treasury 30-tahun juga pada rekor terendah 1,601%.
“Virus corona menambah resiko terhadap kegiatan ekonomi,” kata The Fed. “Mengingat risiko-risiko ini dan dalam mendukung pencapaian lapangan kerja maksimum dan tujuan stabilitas harga, Komite Pasar Terbuka Federal (open market policy – OMP) hari ini memutuskan untuk menurunkan kisaran target tingkat dana federal.”
Saham dijual kembali mengikuti penurunan suku bunga, setelah rebound tajam pada hari Senin 2 Maret 2020 dengan Dow ditutup 5,1% lebih tinggi untuk membukukan persentase kenaikan harian terbesar sejak 2009.
“Kondisi keuangan hanya mereda jika pelaku pasar cukup percaya diri untuk mengambil risiko, tetapi karena ekonomi global tidak jelas hingga saat ini, para investor bersikap tidak mau ambil resiko sehingga mengurangi dampak positif dari policy ini,” kata Peter Boockvar, chief investment officer Bleakley Advisory Group . Adapun untuk menaikan kepercayaan konsumen dan bisnis yang lebih tinggi, terhadap kepanikan ini, maka The Fed hanya memiliki 4 suku bunga lagi untuk dipotong, I believe does the exact opposite,” Boockvar tambahnya.
Investor telah memilih pindah dari stock atau saham dan bergegas menuju ke obligasi karena penyebaran virus memicu kekhawatiran perlambatan ekonomi yang berkepanjangan atau bahkan resesi. Suku bunga acuan 10-tahun telah jatuh 90 basis poin tahun ini saja, sementara hasil Treasury 30-tahun juga telah jatuh 75 basis poin ke level terendah.
“Akan terlalu dini untuk melakukan sesuatu cara signifikan untuk antisipasi risiko,” kata Guggenheim Partners Global CIO Scott Minerd pada hari Selasa di CNBC’s “Halftime Report.” “Kita perlu mencari tahu di mana dasarnya (bottom). … Target kami untuk 10-year note adalah 25 basis poin dan bond 1%. “
Banyak investor menyalahkan langkah-langkah pelonggaran moneter (monetary easing) bank sentral yang terus-menerus menyebabkan Yields rontok. Pembuat kebijakan global telah memangkas suku bunga pada laju tercepat sejak krisis keuangan, menurut Deutsche Bank. Sekitar $ 15 triliun obligasi pemerintah di seluruh dunia sekarang diperdagangkan dengan imbal hasil negatif, kata bank itu.
Indonesia
Bank Indonesia (BI) memutuskan menurunkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebanyak 25 basis poin menjadi sebesar 4,75 persen. Hal itu diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur periode 19-20 Februari 2020. BI juga memutuskan untuk menurunkan suku bunga deposit facility dan lending facility sebesar 25 basis poin masing-masing menjadi 4,00 persen dan 5,5 persen.
Bank Indonesia pada tgl 2 Maret 2020 dalam mengantisipasi dampak dari penyebaran virus Corona bagi RI melakukan penguatan koordinasi dan menempuh langkah kebijakan lanjutan. Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam keterangannya menyampaikan 5 kebijakan untuk menjaga stabilitas moneter dan pasar keuangan yang meliputi:
Peningkatan intensitas tripel intervention untuk menjaga nilai tukar Rupiah, Menurunkan GWM Valuta Asing Bank Umum Konvensional dari 8% menjadi 4%, MEnurunkan GWM Rupiah sebesar 50bps, perluasan jenis underlying transaksi bagi investor asing serta memastikan bahwa investor global dapat menggunakan bank kustodi global dan domestik dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia.
IHSG
IHSG menjadi salah satu bursa yang tertekan sangat besar sejak awal tahun. IHSG mulai bergerak di bawah level 6.000 sejak 31 Januari 2020 dan mencapai titik terendah ketika pemerintah Indonesia mengumumkan munculnya virus Covid-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020. Pada hari tersebut, IHSG mencapai titik terendah di level 5.361 atau terendah sejak Januari 2017.
Pada sesi 1 tgl 4 Maret 2020 Indeks Harga Saham Gabungan ditutup menguat 1,91 persen ke level 5623.
Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus melambung pada perdagangan sesi II, Rabu ini (4/3/2020). Dapat angin dari keputusan The Federal Reserve (The Fed) yang memotong suku bunga 50 bps (basis poin), IHSG terangkat lebih dari 2%.
Pada pukul 14.21 WIB, data BEI mencatat kinerja IHSG tercatat sudah menguat 2,11% ke level 5.635,27. Nilai transaksi tercatat mencapai Rp 3,94 triliun, di mana 254 saham menguat, 137 saham melemah dan 119 saham stagnan. Investor asing tercatat masuk ke pasar saham domestik dengan membukukan net buy sebesar Rp 190,07 miliar.
Kesimpulan
1.Masih dini menyimpulkan ekonomi AS masuk resesi, jika yield turun selama satu semester untuk tahun yg sama baru tahap mendekati resesi. Ketika itu terjadi biasanya otoritas moneter dan fiskal membuat beberapa policy al menurunkan lebih dalam suku bunga seperti yg diminta President Trump, menurunkan tarif pajak, melakukan Open Market Policy (OMP) oleh Bank Sentral seperti policy quantitave easing dll.
2.Ekonomi RI ditunjang oleh Konsumsi dan Investasi serta Pengeluaran Pemerintah (APBN) dan telah dilakukan lewat Stimulus Ekonomi serta kebijakan BI seperti didalam video. Target utamanya adalah growth di kisaran 5% untuk tahun 2020. Dengan menaikan APBN dari defisit 2,5% menjadi 2,9% atau mendekati 3% sebagai batas maksimum menurut UU seta jumlah Utang dikisaran 30% PDB atau jauh dibawah 60% maka ekonomi kita optimis cukup mantap.
Dari sejumlah sumber informasi, terjemahan bebas dan diposting oleh gandatmadi46@yahoo.com