Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.20/2/PBI/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No.19/7/PBI/2017 tentang pembawaan UKA ke dalam dan luar daerah pabean Indonesia. Peraturan BI mulai berlaku tgl 3 September 2018. Pengawasan dan pengenaan sanksi denda terhadap pembawaan UKA diatas ketentuan Bank Indonesia (BI) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai dan jajarannya diseluruh Indonesia.
Dikecualikan bagi badan berizin, yaitu bank dan penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang telah memperoleh izin dan persetujuan dari BI. Sedangkan bagi yang melanggar otoritas, akan diberikan sanksi berupa denda.
Sementara itu, pengenaan sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam PBI No.20/2/PBI/2018 dikenakan kepada perseorangan maupun korporasi yang membawa UKA diatas batas maksimal ketetapan BI tanpa ijin. Besaran denda sebanyak 10 persen dari jumlah kelebihan uang tunai yang dibawa. Aturan ini merupakan upaya mendukung kebijakan moneter dan menjaga kestabilan rupiah.
Merujuk pada aturan itu, jumlah denda yang bakal dikenakan berjumlah 10 persen dari seluruh jumlah UKA yang dibawa dengan jumlah denda paling banyak setara Rp 300 juta. Jumlah nilai ini akan berlaku baik untuk perseorangan maupun perusahaan.
Sanksi berupa denda juga akan dikenakan kepada badan berizin yang melakukan pembawaan UKA dengan jumlah melebihi persetujuan Bank Indonesia. Denda yang akan dikenakan sebesar 10 persen dari kelebihan jumlah UKA yang dibawa dengan jumlah denda paling banyak setara Rp 300 juta.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Agusman Zainal menjelaskan, kebijakan ini bukan bagian dari kebijakan mengontrol devisa. Kebijakan ini, kata dia, menekankan pada pengaturan lalu lintas pembawaan valuta asing secara tunai. Implementasi kebijakan ini diharapkan dapat mendukung efektivitas kebijakan moneter, khususnya dalam menjaga kestabilan rupiah,” kata Agusman.
Pengawasan
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pemerintah melalui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) akan meneliti dan memonitor tingkah laku pelaku pasar dalam transaksi valuta asing (valas). Monitor yang dilakukan KKSK ini dalam rangka memperkuat pondasi ekonomi nasional.
Kami bersama OJK dan BI melalui Forum KKSK akan terus meneliti dan memonitor secara detil tingkah laku para pelaku pasar, mana mana yang memang membutuhkan ‘legitimate. Sri Mulyani menyebutkan KKSK akan meneliti dan memonitor perilaku mereka apakah membutuhkan transaksi valas untuk keperluan industrinya atau merupakan transaksi yang tidak memiliki legitimasi. “Untuk yang tidak legitimate, kita akan mengambil langkah tegas agar tidak menimbulkan spekulasi atau sentimen negatif
Ia menjelaskan transaksi valas yang memiliki legitimasi misalnya transaksi dalam rangka impor untuk memenuhi kebutuhan bahan baku. “Itu merupakan barang modal dan memang bisnisnya ada, untuk membayar utangnya, ada kebutuhan yang ‘legitimate’, bukan yang spekulati.
Note:
KKSK diketuai oleh Menkeu dan Gubernur BI sebagai anggota.
Dikutip dari beberapa sumber informasi
Gandatmadi46@yahoo.com