Pringgodigdo lahir di Bojonegoro, Jawa Timur, Hindia Belanda pada tanggal 24 Agustus 1904.
Setelah dua tahun di sekolah rakyat, dia belajar di Europeeche Lagore School di Tuban dari tahun 1911 hingga 1918, lalu di Hogere Burger School di Surabaya. Setelah lulus pada tahun 1923, dia berangkat ke Leiden, Belanda, untuk belajar di Universitas Leiden, dan dia lulus pada tahun 1927 sebagai sarjana hukum. Dia juga mendapatkan sertifikat cum laude dalam ilmu Indologi.
Ketika kembali ke Indonesia, Pringgodigdo mendapatkan kerja sebagai juru tulis (revredaris), lalu menjadi wedana Karangkobar di bagian timur Kabupaten Purbalingga. Menjelang akhir pendudukan Indonesia oleh Jepang, Pringgodigdo menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritu Zyunbi Tyo Sakai) sebagai sekretarisnya Radjiman Wedyodiningrat, pemimpin BPUPKI. Dia juga menjadi anggota Panitia Lima, yang bertanggung jawab atas perumusan Pancasila.
Formulasi Pancasila dalam masa sidang pertama BPUPK tercantum dalam beberapa sumber tertulis, baik berupa dokumen dan buku. Laporan stenogram, Sumarti T.B. Simatupang dan Netty Karundeng yang sudah diketik tersebut mengingat sangat penting untuk segera dikirimkan kepada pihak Jepang di Tokyo, setelah dilakukan pengetikan, tidak lagi diperiksa. Menurut A.G. Pringgodigdo, ada 4 jilid laporan stenogram, dua jilid diserahkan kepada Jepang dan sisanya disimpan sendiri di kantor dan rumahnya.
Yang di kantor dirampas pihak Belanda waktu agresi militer di Yogya kemudian disimpan di Nationaal Archief Nederland, Koleksi Pringgodigdo telah dikembalikan kepada ANRI pada tahun 1987. Koleksi Pringgodigdo secara lengkap bernama Archivalia van R.M. MR.Abdul Gaffar Pringgodigdo, Secretaris van Staat van de Republiek Indonesie 1944-1945
Setelah kemerdekaan Indonesia, Pringgodigdo bertugas sebagai sekretaris negara untuk Presiden Soekarno sampai Januari 1950; dari Juni hingga September 1948 dia juga bertugas sebagai komisaris untuk Sumatra. Ketika Agresi Militer Belanda II pada bulan December 1948, Pringgodigdo ditangkap dan diusir ke Bangka dengan pemimpin Indonesia lain. Dari tanggal 21 January hingga 6 September 1950, dia bertugas sebagai Menteri Kehakiman, mewakili Masyumi.
Pringgodigdo menjadi pengajar. Dia mulai sebagai dosen besar luar biasa di Universitas Gadjah Mada, mengajar ilmu hukum. Di lalu pindah ke Surabaya dan mengajar di Universitas Airlangga, dan akhirnya menjadi dekan pertama dari fakultas hukum Airlangga, dari tahun 1953 hingga 1954. Dia lalu menjabat sebagai Presiden Universitas Airlangga dari November 1954 hingga September 1961.
Dalam waktu singkat bertugas sebagai presiden Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang, dia kembali ke Surabaya dan mengajar di IKIP Surabaya. Dia di kemudian hari mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum bersama Kho Siok Hie dan Oey Pek Hong.
AG Pringgodigdo menikah dengan Nawang Hindrati Joyo Adiningrat, putri bupat Rembang Joyo Adiningrat. Berputra 2 orang, putri ibu (?) dan putra Zainal Kamdi ( Tongki)
Orang tua R Adipati Pringgodigdo atau R Adipati Pringgodiningrat. Saudara kandung, putri(?), AK Pringgodigdo.
Semoga Prof AG Pringgodigdo mendapat anugrah Pahlawan Nasional.
Gandatmadi Gondokusumo.