PT BA
Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) , Arviyan Arifin mengatakan porsi penjualan PTBA masih 50:50. Maksudnya ialah 50% ekspor dan 50% domestik. Masih besarnya potensi di dalam negeri, membuat perusahaan berani menyiapkan dana USD 3 miliar untuk proyek hilirisasi di Tanjung Enim (19 Maret 2019).
Manajemen PT BA akan fokus menyelesaikan beberapa proyek strategis yaitu Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) Sumsel 8 di Muara Enim, Sumatera Selatan. Direncanakan konstruksi proyek ini dimulai pada awal Kuartal III 2018. Proyek berkapasitas 2620 megawatt (mw) ini ditargetkan commercial operation date (COD) pada 2021 untuk unit I dan 2022 untuk unit ll dengan total kebutuhan batubara sebesar 5,4 juta ton per tahun. Masa konstruksi sendiri dijadwalkan memakan waktu 42 bulan untuk unit I dan 45 bulan untuk unit II.
Arifin menambahkan, kebutuhan dana investasi untuk mengerjakan proyek tersebut sebesar USD1,68 miliar. Rencananya sebanyak 25 persen dari kebutuhan dana berasal dari kas internal dan 75 persen lainnya berasal dari utang. Dipastikan akan menguasai 45 persen saham PLTU Sumsel 8, sisanya 55 persen dipegang China Huadian Hong Kong Company Ltd.
” PLTU Sumsel 8 dibangun Bukit Asam melalui PT Huadian Bukit Asam Power (PT HBAP ) sebagai Independent Power Producer (IPP) yang merupakan konsorsium antara Bukit Asam dengan China Huadian Hongkong Company Ltd,” kata Arifin di Jakarta, Selasa (31/7).
Selain proyek Sumsel 8, lanjut Arifin, juga akan fokus untuk mengembangkan PLTU Kuala Tanjung berkapasitas 2300 MW. Proyek tersebut merupakan proyek strategis Bukit Asam bersama PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) / Inalum. Ditargetkan proyek ini beroperasi pada 2020 mendatang.
Melalui anak usahanya yaitu PT Bukit Energi Investama, juga akan membangun pembangkit listrik tenaga surya ( PLTS ) di tiga wilayah di Sumatera, yaitu di Sumatera Utara, Kepulauan Riau dan Sumatera Selatan masing masing dengan kapasitas 35 MW, 33.68 MW dan 30 MW. Diharapkan proyek ini dapat memperkuat sistem kelistrikan di Sumatra.”Bukit Asam melalui Bukit Energi menjadi pemegang saham mayoritas (51%) proyek PLTS ini yang direncanakan akan beroperasi pada tahun 202 2,” pungkasnya.
Proyek PT BA Lainnya
1.PT Bukit Asam Tbk (PTBA) berencana membangun pelabuhan di Perajen, Kabupaten Banyu Asin, Sumatera Selatan senilai US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,2 triliun. Pelabuhan ini akan digunakan untuk mengangkut batu bara dari Tanjung Enim ke arah Utara.
Saat ini, perusahaan masih melakukan pembebasan lahan. Bukit Asam menargetkan, pelabuhan itu bisa beroperasi pada 2024. Dengan adanya fasilitas tersebut, ia berharap kapasitas angkutan batu bara meningkat.
2.PTBA pun bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dalam rangka mengembangkan proyek angkutan batu bara jalur kereta api dengan kapasitas 60 juta ton per tahun pada 2024. Perseroan akan mengkaji pinjaman dari perbankan atau penggalangan dana lainnya.
Kedua perusahaan juga mengembangkan Dermaga Kertapati yang direncanakan beroperasi pada tahun ini, dengan kapasitas lima juta ton per tahun. Selain itu, keduanya mengembangkan jalur angkutan kereta api Tarahan I dan II dari Tanjung Enim ke arah Selatan.
3.PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan Pertamina akan membangun proyek gasifikasi batu bara di Tanjung Enim Sumatera Selatan
Proyek Gasifikasi
Gasifikasi
Gasifikasi bahan bakar padat untuk menghasilkan bahan kimia adalah suatu mature industry, dengan ratusan pabrik di seluruh dunia digunakan untuk membuat amonia, metanol, gas alam pengganti, dan bahan bakar diesel. Sejumlah kecil – sekitar 16 pabrik – menggunakan gasifikasi untuk menghasilkan listrik.
Dalam gasifikasi, uap dan oksigen mengubah batubara menjadi gas sintesis atau “syngas.” Syngas terdiri dari hidrogen (“H2”) dan karbon monoksida (“CO”) dengan jumlah relatif kecil pengotor lain yang harus dihilangkan.
Atau, syngas yang dihasilkan dari gasifikasi batubara dapat diproses lebih lanjut untuk membuat gas alam pengganti atau SNG. SNG kemudian dapat dibakar di pabrik siklus gabungan gas bumi untuk menghasilkan listrik. Pabrik-pabrik ini sering menghasilkan SNG berlebih yang kemudian dapat dijual melalui jalur pipa gas alam antar negara ke pabrik gas lainnya.
Sekitar 90% dari karbon dioksida yang dibuat dalam proses gas alam pengganti dapat ditangkap dan disimpan. Hal ini menghasilkan pengurangan 50% emisi CO2 dibandingkan dengan batubara asli ketika gas alam pengganti dibakar di pembangkit listrik gas alam konvensional.
Penangkapan CO2 dari gasifikasi dimulai dengan water shift reaction (rollover yang menjelaskan langkah ini – Reaksi kimia dimana karbon monoksida dan air bereaksi membentuk CO2 dan H2), diikuti penghilangan CO2 melalui sejumlah proses komersial. Proses-proses ini menghilangkan sekitar 90% CO2 yang ditemukan dalam syngas.
IGCC
Integrated gasification combined cycle (IGCC) adalah teknologi yang menggunakan gasifier tekanan tinggi untuk mengubah batubara dan bahan bakar berbasis karbon lainnya menjadi gas bertekanan — gas sintesis (syngas). Kemudian dapat menghilangkan kotoran dari syngas sebelum powergeneration cycle. Beberapa polutan ini, seperti belerang, dapat digunakan kembali sampingan melalui proses Claus. Ini menghasilkan emisi sulfur dioksida yang lebih rendah, partikulat, merkuri, dan dalam beberapa kasus karbon dioksida. Dengan peralatan proses tambahan, suatu water-gas shift reaction dapat meningkatkan efisiensi gasifikasi dan mengurangi emisi karbon monoksida dengan mengubahnya menjadi karbon dioksida. Karbon dioksida yang dihasilkan dari shift reaction dapat dipisahkan, dikompresi, dan dikonversikan disimpan melalui proses carbon sequestration atau carbon dioxide removal (CDR)
Beberapa pabrik IGCC yang berlokasi di kilang minyak Eropa menggunakan limbah kilang cair (bukan batubara) dan menangkap CO2 (yang dibuang ke atmosfer) untuk menghasilkan hidrogen untuk penggunaan kilang. Diantaranya adalah kilang Pernis di Belanda dan kilang Sarlux di Italia.
Beberapa level capture di IGCC plant:
1.Capture 90% – Semua karbon di syngas dikonversi menjadi CO2 menggunakan reaksi pergeseran yang mengakibatkan hampir semua CO2 dikeluarkan. Bahan bakar hidrogen yang tersisa dibakar dalam turbin hidrogen khusus untuk menghasilkan listrik.
2.Capture 50% – 60% – Sebagian besar, tetapi tidak semua karbon dalam syngas dikonversi menjadi CO2 menggunakan reaksi pergeseran. Setelah penghilangan CO2, bahan bakar yang dihasilkan dibakar dalam turbin yg merupakan campuran hidrogen dan karbon monoksida. Opsi ini biayanya lebih rendah dari opsi 90%, dan dengan menggunakan turbin syngas standar industri daripada turbin khusus yang dirancang hanya untuk hidrogen
3.Capture 18% -30 %- Tidak ada reaksi pergeseran yang digunakan untuk meningkatkan konten H2 dan CO2 dlm syngas. Hanya CO2 asli dalam syngas yang dihilangkan, H2 dan CO yang dihasilkan dibakar dalam turbin. Bergantung pada teknologi gasifikasi dan jenis batubara, emisi CO2 yang dihasilkan berkurang sebesar 18% -30% dibandingkan dengan non capture IGCC plant .
dari beberapa sumber informasi
gandatmadi46@yahoo.com
Mantabbn asal untung saja