Pengelolaan dampak lingkungan terus menjadi fokus PT Freeport Indonesia (PTFI) seiring dengan aktivitas pertambangan yang dilaksanakan di Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua. Pada 2014, PTFI mencatat pasir sisa tambang atau “tailing” yang dihasilkan dari proses pertambangan sebanyak 42,7 juta metrik ton dan mengalir ke satu sistem aliran sungai.
Teknik Penambangan
Saat ini PT Freeport Indonesia (PTFI) menerapkan dua teknik penambangan, yakni open-pit atau tambang terbuka di Grasberg dan tambang bawah tanah. Bijih hasil penambangan kemudian diangkut ke pabrik pengolahan untuk dihancurkan menjadi pasir yang sangat halus
.Selanjutnya diikuti dengan proses pengapungan menggunakan reagent, bahan yang berbasis alkohol dan kapur, untuk memisahkan konsentrat yang mengandung mineral tembaga, emas dan perak. Sisa dari pasir yang tidak memiliki nilai ekonomi (tailing) dialirkan melalui sungai menuju daerah pengendapan di dataran rendah.
Konsentrat dalam bentuk bubur disalurkan dari pabrik pengolahan menuju pabrik pengeringan di pelabuhan Amamapare, melalui pipa sepanjang 110 km. Setelah dikeringkan, konsentrat yang merupakan produk akhir PTFI ini kemudian dikirim ke pabrik-pabrik pemurnian di dalam maupun luar negeri.
Manajemen PT Freeport Indonesia bersama Pemkab Mimika menyepakati pemanfaatan tailing, atau pasir sisa tambang (sirsat) untuk mendukung pembangunan dan pengembangan infrastruktur
Tailing atau sisa pasir di sungai Ajkwa
Insight with Desi Anwar mengulas bagaimana Freeport mengelola “tailing” sehingga keberadaannya aman bagi manusia dan lingkungan, serta memaksimalkan “tailing” menjadi sesuatu yang bermanfaat.
posting oleh gandatmadi46@yahoo.com