Kurs, Cadangan Devisa, Global Bond, Pasar Modal & Kredit Bank., SUN
Kurs Rupiah
Nilai tukar rupiah menguat tajam pada awal tahun ini. Mengacu pada data Reuters, rupiah sempat menyentuh Rp 13.990 per dolar Amerika Serikat (AS) atau yang terkuat sejak Juni tahun lalu. Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah mengatakan selain imbas pelemahan dolar AS, ada andil intervensi institusinya di pasar valuta asing (valas) berjangka Domestic Non Deliverable Forward (DNDF).
Ia menjelaskan, BI melakukan lelang DNDF pada Senin (7/1) pukul 08.30 Waktu Indonesia Barat (WIB) yang dilanjutkan dengan intervensi bilateral melalui delapan broker secara “firm”. Hal ini sebagai langkah BI dalam mengawal penguatan kurs rupiah. “Dengan BI aktif intervensi di DNDF (sehingga) kurs NDF luar negeri menjadi lebih terkendali yang akan berdampak ke spotnya lebih menguat,” kata dia kepada katadata.co.id, Senin (7/1).
Note: Bloomberg TV tgl 8/i/2018 pk 09 38 WIB: Kurs Rupiah 14 035/USD,
Cadangan Devisa
Cadangan devisa meningkat pada tiga bulan terakhir tahun lalu. Bank Indonesia (BI) mengumumkan cadangan devisa sebesar US$ 120,7 miliar pada akhir Desember 2018, naik US$ 3,5 miliar dari posisi akhir bulan sebelumnya. Dua faktor penyebab utama kenaikan yaitu penerimaan devisa migas dan utang/pinjaman luar negeri pemerintah.
“Peningkatan cadangan devisa pada Desember 2018 terutama dipengaruhi oleh penerimaan devisa migas, penerbitan global bonds (surat utang global) dan penarikan pinjaman luar negeri pemerintah,” demikian tertulis dalam keterangan tertulis yang dipublikasikan BI, Selasa (8/1).
Terkait global bonds, pemerintah memang tercatat menerbitkan surat utang global berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) sebesar US$ 3 miliar pada Desember lalu. Tujuannya, untuk pembiayaan lebih awal (prefunding) belanja 2019.
BI menyatakan, posisi cadangan devisa yang sebesar US$ 120,7 miliar setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Ini artinya, cadangan devisa berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
Global Bond
Pemerintah memanfaatkan kondisi pasar yang tengah kondusif untuk menerbitkan surat utang atau obligasi global (global bond) sebesar US$ 3 miliar dengan format SEC-Registered. Tujuan penerbitan tersebut untuk mendanai lebih awal (pre-funding) anggaran negara 2019.
Terdapat tiga seri surat utang yang akan diterbitkan. Ketiganya mendapatkan peringkat Baa2 dari Moody’s, BBB- dari Standard & Poor’s, dan BBB dari Fitch. Adapun pricing telah dilakukan pada 3 Desember 2018, sedangkan tanggal penerbitan 11 Desember 2018.
Pertama, Seri RI0224 sebesar US$ 750 juta untuk tenor 5 tahun dengan tingkat kupon 4,45%, yield (imbal hasil) 4,48%, dan price (harga) 99,852%. Kedua, Seri RI0229 sebesar Rp 1,25 miliar untuk tenor 10 tahun dengan tingkat kupon 4,75%, yield 4,78%, dan price 99,748%. Ketiga, Seri RI0249 sebesar US$ 1 miliar dengan tenor 30 tahun dengan tingkat kupon 5,35%, yield 5,38% dan price 99,539%.
“Pemerintah mengakses pasar US Dollar dengan cepat dan oportunistik untuk melakukan pre-funding kebutuhan pembiayaan di tahun 2019 sehingga final pricing (yield) untuk masing-masing seri dapat lebih ketat 27 bps (basis poin), 32 bps dan 27 bps dari initial price guidance,”
Kemenkeu menjelaskan ini merupakan kedua kalinya pemerintah menerbitkan surat utang dalam denominasi dolar AS dengan menggunakan format SEC-Registered Shelf. “Penerbitan ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah untuk meningkatkan likuiditas SUN (surat utang negara) dalam denominasi US Dollar,
Pasar Modal & Kredit Bank
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan pembiayaan usaha akan meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik. Namun, ia berharap pembiayaan tidak berasal dari utang luar negeri.
“Setiap 1% kenaikan pertumbuhan ekonomi, itu kenaikan kebutuhan pembiayaan naik minimal 1,6 kali (dari sebelumnya),” kata dia di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Senin (3/11). Adapun sebelumnya, Perry sempat memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun depan lebih kuat dibandingkan tahun ini yang berkisar 5,1%.
Ia berharap pembiayaan usaha tidak berupa utang luar negeri sebab suku bunga dunia tengah naik. Ia pun melihat potensi pembiayaan dalam rupiah terutama dari kredit perbankan dan sisanya dari pasar modal.
SUN (Surat Utang Negara)
Penerbitan SUN ini akan dicatatkan pada Singapore Stock Exchange dan Frankfurt Stock Exchange. Adapun Joint Bookrunners dalam penerbitan ini yaitu ANZ, Citigroup, DBS Bank Ltd., Deutsche Bank dan Goldman Sachs (Singapore) Pte. Sementara itu, PT Bahana Sekuritas, PT Danareksa Sekuritas dan PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk. bertindak sebagai Co-Managers.
diposting oleh gandatmadi46@yahoo.com