Robert Kelly : Berfikir Independen dan Partisipasi

Berasal dari Cuyahoga County, Ohio, Kelly lulus Phi Beta Kappa dari Universitas Miami pada tahun 1994 dengan gelar BA dalam sejarah dan ilmu politik. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjananya, ia kuliah di Universitas Negeri Ohio dan memperoleh gelar MA dalam hubungan internasional pada tahun 2002 dan gelar Ph.D. dalam hubungan internasional pada tahun 2005 dan menulis disertasi berjudul, the Impact of Non-Governmental Organizations on the Bretton Woods Institutions.

Protes NGO yang berkelanjutan terhadap Bretton Woods Institutions (BWI) dimulai pada akhir tahun 1980-an. Perubahan neoliberal BWI membawa NGO yang condong ke kiri turun  jalan (demo). Apa yang dimulai sebagai gerakan yang utamanya berasal dari Barat meluas hingga mencakup NGO non-Barat; berakhirnya Perang Dingin membebaskan energi masyarakat sipil di seluruh planet ini. NGO yang sebelumnya terbatas pada peran penyediaan layanan dalam proyek pembangunan menemukan suara politik dan menata kembali diri mereka sebagai demokratisator atau pluralisator tata kelola global.

Tiga Bretton Woods Institutions:

*International Monetary Fund (IMF)

*International Finance Corporation (IFC)

*Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA)

*The World Bank.

*The World Trade Organization (WTO)

Protes berkelanjutan terhadap BWI dimulai pada akhir tahun 1980-an. Perubahan neoliberal BWI membawa NGO yang condong ke kiri turun ke jalan (demonsrtasi) . Apa yang awalnya merupakan gerakan Barat meluas hingga mencakup NGO  non-Barat; berakhirnya Perang Dingin membebaskan energi masyarakat sipil di seluruh dunia. NGO  yang sebelumnya terbatas pada peran penyediaan layanan dalam proyek pembangunan menemukan suara politik dan menata kembali diri mereka sebagai demokratisator atau pluralisator tata kelola global.

Seiring dengan pesatnya globalisasi pada tahun 1990-an, BWI merasa perlu menanggapi regulasi blok protes jalanan sayap kiri, serta kritik yang semakin meningkat dari NGO  yang moderat dan lebih terlembaga. Interaksi BWI-NGO perlahan-lahan diformalkan. Konsultasi meningkat dan menjadi normal baik di Washington maupun di negara-negara peminjam.

NGO yang paling profesional memperoleh akses rutin meskipun informal ke elit BWI. NGO  semakin dikerahkan untuk meningkatkan (semoga saja) hasil dan memberikan sedikit legitimasi atau persetujuan terhadap program yang diperebutkan. Di Washington, Bank dan IMF mengembangkan staf dan anggaran NGO/masyarakat sipil, dan beralih ke posisi NGO  di bidang lingkungan dan transparansi. Pada tahun 2000, langkah-langkah tersebut tidak memadai.

NGO berturut-turut telah mengganggu Perjanjian Multilateral tentang Investasi, pertemuan tingkat menteri WTO di Seattle, dan Pertemuan Tahunan BWI di Praha. NGO  yang berfokus pada BWI mengeras menjadi ‘gerakan antiglobalisasi’ yang jelas-jelas berhaluan kiri dengan persuasi moral yang tak terduga pada masyarakat Barat. BWI, yang tidak terbiasa dengan pengawasan media besar, meraba-raba dengan citra lembaga elit yang eksploitatif jauh dari penderitaan yang mereka ciptakan di negara-negara berkembang. NGO  muncul sebagai ancaman eksistensial bagi BWI. Dalam konteks ini, Presiden Wolfensohn berusaha untuk memformalkan konsultasi NGO  tingkat kebijakan yang dimulai di Praha. Civil Society Dialogues (CSD) selanjutnya akan sejajar dengan peraturan.

Robert Kelly: Peran Pengikut dalam Sebuah Organisasi

Pemimpin ibarat nahkoda pada sebuah kapal, dan organisasi ibarat kapal yang ditumpangi banyak orang, sehingga keselamatan sebuah kapal bergantung pada nahkodanya. Jika nahkoda mencoba menabrakkan kapalnya ke terumbu karang, tentu saja kapalnya akan tenggelam dan semua penumpangnya akan merasakan penderitaan. Namun kisah ini tidak bisa dianggap remeh, karena masih sedikit penelitian yang mengungkap besarnya peranan pengikut dalam sebuah organisasi. Untuk mengkaji peranan pengikut dalam keberhasilan sebuah organisasi Kelley (1992) mendefinisikan followership sebagai suatu kapasitas dan kemauan untuk melakukan suatu perilaku tertentu dengan tujuan untuk ikut serta dalam mencapai tujuan bersama.

Kelley (1988) menekankan bahwa pengikut memainkan peran krusial dalam keberhasilan atau kegagalan seorang pemimpin. Menurut Kelly, gaya kepengikutan dapat diklasifikasi berdasarkan dua dimensi, yaitu dari dimensi kemandirian berpikir (independence thinking) dan dari dimensi level partisipasinya (engagement).

Fenomena Pilpres dan Pilkada serta Pileg di Indonesia.

1.Pilgub 2012, Fauzi Bowo yang berstatus sebagai gubernur petahana kalah suara dengan rivalnya, Jokowi-Ahok. Fauzi Bowo dinilai gagal dalam menyelesaikan berbagai permasalahan di Jakarta. Sedangkan Jokowi hadir dengan pendekatan populis, yang saat itu disukai oleh masyarakat.

Survei LSI yang dilakukan tanggal 26 Maret-1 April 2012 menunjukkan elektabilitas Foke-Nara mencapai 49,1%, alias butuh dua persen lagi untuk menang satu putaran. Di posisi kedua, terpaut sangat jauh, pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mendapat 14,4 persen suara, disusul pasangan Hidayat Nur Wahid-Didik Rachbini dengan 8,3 persen suara.

2.Survei elektabilitas jelang Pilgub DKI Jakarta 2017,

Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei pada Rabu (12/4/2017). Hasil survei itu menunjukkan bahwa elektabilitas pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat, sebesar 46,9 persen. Sementara itu, elektabilitas pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno sebesar 47,9 persen. Adapun 5,2 persen responden menyatakan tidak tahu dan tidak menjawab.

Hasil Survei Charta Politika pimpinan Yunarto Wijaya terhadap 782 responden menunjukkan tingkat elektabilitas Ahok-Djarot sebesar 47,3 persen dan elektabilitas Anies-Sandi 44,8 persen. Charta Politika melakukan survei pada 7-12 April 2017 dan disampaikan hasilnya pada Sabtu (15/4/2017).

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis hasil survei pada Kamis (13/4/2017). Hasilnya, pasangan Ahok-Djarot memiliki elektabilitas sebesar 42,7 persen dan elektabilitas pasangan Anies-Sandi sebesar 51,4 persen.

3.Survei Elektabilitas Pilpres 2024

Charta Politika, elektabilitas Prabowo-Subianto unggul dari pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Cak Imin (AMIN). Elektabilitas Prabowo 42,2%, disusul Ganjar-Mahfud 28% dan AMIN 26,7%.

Berdasarkan perhitungan KPU,jumlah suara sah dalam rekapitulasi Pilpres 2024  sebesar 164.270.475. Pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memperoleh 96.214.691 suara atau 58,59%.

Pasangan Anies-Muhaimin Iskandar memperoleh suara 40.971.906 atau 24,95% dari suara sah. Sementara itu, pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengumpulkan 27.050.878 suara atau 16,47% dari suara sah.

4.Elektailitas parpol peserta Pemilu 2024 :

PDIP 20%
Partai Gerindra 18,1%
Partai Golkar 11,2%
PKB 9,1%
Partai NasDem 6,9%
PKS 6,2%
Partai Demokrat 4,6%
PAN 4,2%
PPP 2,8%
PSI 1,4%
Partai Perindo 0,9%
Partai Hanura 0,4%
Partai Ummat 0,4%
Partai Gelora 0,3%

5.Pileg PDIP raih 20% sementara Ganjar Pranowo dengan Machfud MD raih 16,47%.

ddiposting oleh gandatmadi46@yahoo.com

Post navigation

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *