Semarang-the city of Thomas Karsten
Beberapa waktu kemudian, dewan kota secara resmi meminta Herman Thomas Karsten (1884-1945), seorang arsitek yang bekerja sebagai manajer perkantoran di kantor arsitektur Henri Maclaine di Semarang, untuk mengajukan rancangan wilayah ini. Karsten menerimanya dan pada 1917 mengajukan rencana Candi Baru (Nieuw Tjandi), suatu perluasan yang dirancang untuk mengakomodasi semua kelompok etnis sesuai dengan kebiasaan masing-masing.
Setelah sebelumnya rencana awal pengembangan kota Semarang dibuat oleh KPC de Bazel pada 1907 namun tidak diimplementasikan, pemerintah kota di tahun 1916 menugaskan kantor konsultan Maclaine Pont untuk membuat rencana perluasan kota. Tugas ini dikerjakan oleh Karsten, yang kemudian ia revisi di tahun 1919 dan menghasilkan sebuah rencana kota yang merefleksikan teori desain kota Eropa modern dan dipengaruhi konsep “garden city” yang dicetuskan oleh Ebenezer Howard di penghujung abad ke-19.
Ir. Thomas Karsten, seorang arsitek Belanda yang selama perjalanan karirnya berkontribusi besar dalam pengembangan kota di Indonesia di masa kolonial dan dipandang sebagai “Perancang Modernisme Semarang.” Banyak sudah sumber online yang mengulas Thomas Karsten. Tulisan ini hendak meramaikan khasanah tentang Karsten yang telah ada dengan secara singkat mengulas profil Karsten dan perannya dalam perencanaan kota pada umumnya di Indonesia, dan kota Semarang pada khususnya. Sebagian besar informasi dalam tulisan ini bersumber dari buku biografi berjudul “The life and work of Thomas Karsten.”
Herman Thomas Karsten dilahirkan di Amsterdam, 22 April 1884 dan meninggal di kamp pengasingan Jepang di Cimahi pada 21 April 1945. Karsten pertama kali tiba di Hindia Belanda pada September 1914 atas undangan Henri Maclaine Pont -teman semasa kuliah di Delft Technische Hoogeschool Belanda. Ia memulai karirnya sebagai arsitek di Hindia Belanda bekerja sama dengan Maclaine Pont yang lebih dahulu membuka firma arsitektur di Semarang. Karsten menetap di Semarang hingga tahun 1930, dan kemudian memindahkan kantor serta kediamannya ke Bandung di tahun 1931.
Karya Herman Thomas Karsten al Bangsal Pracimasono dalam kompleks Keraton Mangkunegaran di Surakarta, Musium Sono Budoyo di Jogjakarta, Balaikota (raadhuis) di Padang, dan kantor pusat perusahaan kereta api Deli Spoorweg Maatschapij (sekarang kantor PT KAI Divisi Regional 1 Sumatera Utara). Selain merancang bangunan kantor dan hunian, ia juga merencanakan fasilitas publik seperti pasar dan masjid, diantaranya Pasar Cinde di Palembang dan Masjid Margo Yuwono di Yogyakarta, serta Pasar Gedhe dan Masjid Al Wustho di Surakarta.
Karsten berperan penting dan terlibat secara langsung dalam penyusunan Peraturan Perencanaan Kota (Stadsvormingsordonnantie) yang selesai pada 1938. Pedoman ini kemudian tetap dipakai sebagai dasar perencanaan kota di Indonesia hingga kemudian digantikan oleh Undang-Undang No 24 tahun 1992 Penataan Ruang.
Kawasan Candi menuju Jatingaleh
Dalam rancangan arsitekturalnya, Karsten tak hanya mempertimbangkan faktor iklim tropis yang merupakan aspek penting arsitektur Indies- namun juga beradaptasi dengan kondisi lanskap dan karakter sosial budaya serta penggunaan material lokal.
Pemikirannya tentang prinsip dasar perencanaan perkotaan tertuang dalam makalahnya yang berjudul “Town planning in the Indies: the aim and nature of modern town planning” (Indiese Stedebouw: Doel en geest van den moderne stedebouw) di tahun 1920.
Ia mengemukakan konsep penataan spasial secara fungsional, tipologi jalan dan bangunan, ruang publik termasuk ruang terbuka hijau dan penggunaan tanaman, serta aplikasi elemen khusus seperti lapangan dan fasilitas olahraga.
Produk rancangannya yang fungsional, harmonis dan organis ini pada masa itu dianggap sebagai sebuah rencana kota pertama yang ekstensif dan komprehensif di Hindia Belanda (Cote & O’Neill, 274). Rencana ini mencakup area selatan Semarang yang kemudian dinamai Candi Baru, serta kawasan menuju pusat kota (sekarang kota tua), seperti Peterongan-Pekonden, Lempongsari, Ngalik dan Sompok. Inovasi Karsten yang penting dalam rancangan ini yaitu pendekatannya berdasarkan faktor sosial-ekonomi tanpa membedakan karakter etnis, yang secara tidak langsung mencerminkan pandangan politik Karsten yang netral.
Pada tahun 1919, bekerja sama dengan pemerintah kota Karsten menyumbangkan gagasannya pada proyek rumah rakyat Mlaten di Kampung Sompok (sekarang Kelurahan Bugangan, Semarang Timur). Meskipun bersifat permukiman masal, yang perlu dicatat kaitannya dengan penataan lanskap yaitu ia memperhatikan aspek sosial dengan menyediakan ruang terbuka yang diharapkan dapat menciptakan kehidupan bermasyarakat. Ruang ini berbentuk linear dengan ukuran berbeda-beda yang menjadi area depan atau halaman rumah-rumah di sekelilingnya dan menjadi semacam taman publik yang diisi dengan berbagai elemen tanaman termasuk pohon buah-buahan.
Salah satu peninggalannya yang merupakan karya di awal masa karirnya dan secara arsitektural dianggap sukses yaitu Kantor asuransi Nederlandsch-Indische Levensverzekering en Lijfrenet Maatschappij atau NILLMIJ yang kala itu berlokasi di pusat kota (sekarang gedung Asuransi Jiwa Sraya, berdekatan dengan Gereja Imanuel yang dikenal dengan Gereja Blenduk). Bangunan lainnya yang sejauh ini teridentifikasi sebagai karya Karsten tersebar di berbagai lokasi seperti: Kediaman Thio Thiam Tjong, keluarga etnis China terpandang kala itu– di daerah Candi (sekarang menjadi restoran), Burgermeesterswoning atau kediaman walikota (sekarang dikenal dengan Puri Wedari untuk rumah dinas komandan regional TNI), Stoomvaart Maatschappij Nederland (sekarang gedung PT Djakarta Loyd Persero), Kantor pusat kereta perusahaan tram dan kereta api Zustermaatschappijen (sekarang kantor regional PT KAI Daerah Operasi 4 Semarang), showroom toko furniture Van de Pol (sudah tidak ada, di Jalan Pemuda), Handelsvereeniging, gedung teater rakyat Sobokartti, RS Elizabeth di daerah Candi Baru, Van Deventer School (sekarang Akademi Kesejahteraan Sosial Ibu Kartini), Rumah pemotongan hewan di Pandean Lamper, Pasar Randusari, Pasar Djatingaleh, dan Pasar Djohar.
Pengangkatan Karsten sebagai dosen perencanaan di Sekolah Tinggi Teknik (Technische Hoogeschool) Bandung pada 1941 merupakan pengakuan terhadap sumbangannya yang besar pada perkembangan perencanaan kota sebagai suatu profesi dan langkah awal ke arah perluasan disiplin planologi.
Namun, situasi politik yang sedang berlangsung di Eropa dan di seluruh dunia, pendudukan negeri Belanda oleh Jerman pada 1940 dan invasi Jepang ke wilayah koloni pada 1942, menghentikan perkembangan ini. Persetujuan dan pelaksanaan rancangan Ordonansi Pembentukan Kota dan perkembangan yang terjadi terpaksa dihentikan hingga usai Perang Dunia Kedua
Seorang lagi yang meraih kemasyhuran di koloni masa pra-perang dan mendukung pembentukan organisasi perencanaan pusat adalah Jacobus Pieter Thijsse (1896-1981). Thijsse, seorang insinyur sipil yang bekerja di kantor pekerjaan umum lokal di Bandung sejak 1921 dan diangkat sebagai dosen perencanaan dan sanitasi di Sekolah Tinggi Teknik Bandung pada 1946.
Ia menyatakan untuk pertama kalinya mengenai perencanaan saat ia mengajukan makalah dalam lokakarya perencanaan pada 1939. Dalam ceramahnya, Thijsse mengusulkan agar perusahaan pembangunan kotamadya memperluas kegiatan ke luar dari lingkungan golongan kaya dan memasukkannya ke dalam peraturan perencanaan kota.13 Pandangannya yang berbeda mengenai kewajiban dan prosedur kerja perusahaan pembangunan kotamadya dan himbauannya untuk perubahan yang mendasar pada status quo yang ada sangat dihargai dan dianggap merupakan sumbangan yang penting dalam lokakarya.
.dari berbagai sumber gandatmadi46@yahoo.com
.