Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali memperingatkan ancaman resesi di tengah gejolak ekonomi global. Bahkan menurutnya, dunia dipastikan akan resesi tahun 2023. Sri Mulyani mengatakan, banyak negara di dunia menaikkan suku bunga acuan secara ekstrim dan bersama-sama. Hal ini memicu terjadinya inflasi sampai resesi.
“Bank dunia sudah menyampaikan kalau bank sentral seluruh dunia melakukan peningkatan suku bunga secara cukup ekstrim dan bersama-sama, maka dunia pasti mengalami resesi di tahun 2023,” katanya dalam konferensi pers APBN KiTa secara virtual, Senin (26/9/2022).
Menurut Sri Mulyani, Federal Reseve memastikan akan terus menaikkan suku bunga sampai inflasi Amerika Serikat terkendali.
Suku bunga di AS sendiri sudah naik sebesar 75 basis poin (bps). “Suku bunga Inggris di 2,25%, naik 200 bps selama tahun 2022. AS sudah mencapai 3,25%, mereka menaikkan lagi 75 bps. Ini merespon bahwa inflasi 8,3% masih belum acceptable,” sambungnya.
Brazil menaikkan suku bunga hingga 13,7%, naik 450 bps selama 2022. Sementara indonesia ada di level 4,25%. Pengetatan suku bunga yang dilakukan negara maju untuk menjinakkan inflasi. Kondisi ini diikuti oleh koreksi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi global.
Sri Mulyani menyebut pelemahan ekonomi global sudah mulai terlihat dari aktivitas Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur global yang turun dari 51,1 ke 50,3 pada Agustus 2022.
Dari negara-negara G20 dan ASEAN-6, hanya 24% saja yang aktivitas manufakturnya masih di level ekspansi dan meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Mereka adalah Indonesia, Thailand, Filipina, Rusia, Vietnam dan Arab Saudi.
IMF
IMF prediksi pertumbuhan ekonomi global di angka 3,6% untuk tahun 2022. Resesi global ini disebabkan oleh beberapa hal yang terjadi secara hampir bersamaan. Seperti penyebaran inflasi yang lebih universal, kenaikan suku bunga yang lebih substansial, perlambatan pertumbuhan ekonomi China, dan meningkatnya sanksi terkait dengan perang Rusia di Ukraina.
Asia
Perekonomian kawasan ini diperkirakan tumbuh 4,3% tahun ini, dibandingkan dengan proyeksi ADB pada April sebesar 5,2%. Perkiraan pertumbuhan untuk tahun depan pun telah diturunkan menjadi 4,9% dari 5,3%, sementara perkiraan inflasi kawasan telah dinaikkan. Namun, tidak termasuk China, negara berkembang lainnya di Asia diproyeksikan akan tumbuh sebesar 5,3% pada tahun 2022 dan 2023. Hal ini dipengaruhi pertumbuhan di Asia Selatan dan Asia Tenggara yang masing-masing diperkirakan tumbuh 6,5% dan 5,1-5% pada 2022 dan 2023.
ADB
ADB mencatat inflasi di negara berkembang Asia sedang meningkat. Rata-rata tingkat inflasi di wilayah tersebut meningkat menjadi 5,3% di bulan Juli dari 3,0% di bulan Januari. “Meski begitu, tekanan harga di negara berkembang Asia tetap lebih moderat daripada di negara maju, termasuk AS dan kawasan euro, dan sebagian besar negara berkembang,” tulis ADB dalam laporan terbarunya.
ADB mengingatkan kenaikan inflasi yang berkelanjutan tahun ini telah mendorong tingkat suku bunga bank sentral regional 2,5 poin persentase di atas rata-rata prapandemi 2015-2019, yang menunjukkan peningkatan penyimpangan dari dinamika harga yang lebih normal.
posting oleh gandatmadi46@yahoo.com