Oleh Kishore Mahbubani, Doctor of Philosophy Dalhousie University Canada. Member of the American Academy of Arts and Sciences.
Project Syndicate Oktober 2021
Di saat bahkan beberapa negara demokrasi kaya memilih penipu sebagai pemimpin politik mereka, keberhasilan Presiden Indonesia Joko Widodo patut mendapat pujian dan apresiasi yang lebih luas. “Jokowi” memberikan contoh tata kelola pemerintahan yang baik yang dapat dipelajari oleh seluruh dunia.
Jakarta – Kabar buruk memang menyebar. Kabar baik tidak. Ketika pemerintahan Afghanistan runtuh baru-baru ini, seluruh dunia menyaksikannya. Namun, ketika Indonesia, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar, melahirkan pemimpin terpilih secara demokratis paling efektif di dunia saat ini – Presiden Joko Widodo, yang dikenal sebagai Jokowi – hampir tidak ada seorang pun di luar negeri yang mengetahui kisahnya.
Kisah ini semakin luar biasa karena Jokowi telah berhasil di salah satu negara tersulit di dunia untuk diperintah. Indonesia membentang sepanjang 5.125 kilometer (3.185 mil) dari timur ke barat, lebih luas daripada daratan Amerika Serikat, dan terdiri dari 17.508 pulau. Terlebih lagi, hanya sedikit negara besar yang dapat menandingi keragaman etnisnya. Ketika ekonomi Indonesia menyusut sebesar 13,1% pada tahun 1998 akibat krisis keuangan Asia, banyak pakar memperkirakan bahwa negara itu akan hancur, seperti Yugoslavia.
Dengan latar belakang ini, Jokowi telah melakukan lebih dari sekadar memerintah dengan kompeten. Ia telah menetapkan standar-standar baru pemerintahan yang patut dikagumi oleh negara-negara demokrasi besar lainnya.
Awalnya, Jokowi telah menjembatani kesenjangan politik di Indonesia. Hampir setahun setelah Joe Biden memenangkan pemilihan presiden AS 2020, 78% anggota Partai Republik masih ragu bahwa ia terpilih secara sah. Biden menjabat sebagai senator AS selama 36 tahun, tetapi ia tidak dapat memulihkan perpecahan partisan di Amerika. Sebaliknya, calon presiden dan calon wakil presiden yang dikalahkan Jokowi dalam pemilihan ulang tahun 2019 – Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno – kini menjabat di kabinetnya (masing-masing sebagai menteri pertahanan dan menteri pariwisata).
Lebih penting lagi, Jokowi telah membalikkan momentum pertumbuhan partai-partai paling “Islamis” di Indonesia, sebagian dengan bersikap inklusif. Sementara Presiden Jair Bolsonaro telah memperdalam perpecahan di Brasil, negara dengan populasi yang serupa dengan Indonesia, Jokowi telah menyatukan kembali negaranya secara politis. Seperti yang ia katakan kepada saya dalam sebuah wawancara baru-baru ini, “Pilar ketiga ideologi Indonesia, Pancasila, menekankan persatuan dalam keberagaman.” Untuk itu, upaya membangun koalisi yang apik menghasilkan pengesahan Undang-Undang Omnibus Law tahun lalu, yang bertujuan untuk meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja baru.
Pengalaman pribadi Jokowi menghadapi kemiskinan menjadi kunci untuk memahami pencapaiannya. Setelah karier politik yang sukses – ia pernah menjabat sebagai gubernur Jakarta sebelum menjadi presiden – ia bisa saja secara alami terjerumus ke dalam lingkaran miliarder, seperti yang dilakukan banyak politisi. Namun, kaum miskin tetap menjadi fokusnya, dan tidak mengherankan jika pemerintahannya telah menjalankan berbagai program untuk membantu mereka.
Pada tahun 2016, sebagai bukti, pemerintah meredistribusi tanah kepada masyarakat miskin melalui formalisasi kepemilikan tanah. Pemerintah telah memperkenalkan Kartu Indonesia Sehat dan skema jaminan kesehatan nasional baru, yang bertujuan menyediakan layanan kesehatan universal. Pemerintah juga meluncurkan Kartu Indonesia Pintar untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah dan mencapai pendidikan universal, serta mengelola program bantuan tunai bagi masyarakat miskin (Program Keluarga Harapan).
Sebelum Jokowi menjabat pada tahun 2014, koefisien Gini ketimpangan kekayaan Indonesia terus meningkat, dari 28,6 pada tahun 2000 menjadi 40 pada tahun 2013. Koefisien tersebut kemudian turun menjadi 38,2, penurunan signifikan pertamanya dalam 15 tahun. Namun, tidak seperti banyak pemimpin yang menganjurkan program-program pemerintah yang besar untuk membantu masyarakat miskin, Jokowi bersikap bijaksana dalam hal fiskal. Utang publik Indonesia tergolong rendah menurut standar internasional, yaitu kurang dari 40% PDB.
Di saat yang sama, Jokowi adalah seorang kapitalis sejati. Sebagai mantan eksportir furnitur, ia memahami betul tantangan yang dihadapi usaha kecil. Oleh karena itu, ia memanfaatkan popularitasnya untuk mendorong langkah-langkah yang sulit, seperti mereformasi undang-undang ketenagakerjaan agar perusahaan dapat melakukan PHK di masa sulit dan menghapus subsidi bahan bakar.
Jokowi juga berkomitmen pada pembangunan infrastruktur. Selama masa kepresidenannya, pemerintah telah mengembangkan rencana-rencana berani untuk membangun jalan raya di seluruh Indonesia, dari Aceh di barat hingga Papua di timur. Di Sumatra, jalur kereta api sepanjang 2.000 kilometer direncanakan dari Banda Aceh di utara hingga Lampung di selatan. Proyek-proyek lain yang diusulkan termasuk jalur kereta api sepanjang 1.000 kilometer melintasi Sulawesi dan pembangunan jalur kereta api jarak jauh di Kalimantan.
Sementara itu, jaringan kereta metro Jakarta berkembang pesat, mengurangi beberapa kemacetan lalu lintas terparah di dunia. Di Jawa, lebih dari 700 kilometer jalan tol (termasuk jalan tol Trans-Jawa) dibangun antara tahun 2015 dan 2018, suatu prestasi yang dulu dianggap mustahil, mengingat hanya 220 kilometer jalan yang dibangun di pulau itu dalam dekade sebelumnya.
Reformasi yang dilakukan Jokowi membantu meningkatkan peringkat Indonesia dalam indeks Doing Business Bank Dunia dari peringkat 120 pada tahun 2014 menjadi peringkat 73 pada tahun 2020. Seharusnya saat itu Indonesia sedang menikmati ledakan ekonomi, tetapi COVID-19 menghantam negara ini dengan keras. Meskipun demikian, Jokowi bertindak cepat dan tegas untuk mengamankan 175 juta dosis vaksin bagi 270 juta penduduknya. Banyak dosis berasal dari Tiongkok, dan Jokowi menerima suntikan vaksin Sinovac untuk menunjukkan kepercayaannya terhadap vaksin Tiongkok dan mengirimkan sinyal politik yang lebih luas.
Namun, Jokowi bersikap hati-hati secara geopolitik, dengan bijaksana menjaga hubungan baik dengan Tiongkok dan AS seiring meningkatnya persaingan kekuatan besar mereka. Ia mengatakan kepada saya bahwa ia telah mendorong AS untuk berinvestasi lebih banyak di Indonesia, karena investasi Tiongkok telah jauh lebih besar dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia berpartisipasi dalam banyak proyek yang terkait dengan China’s Belt and Road Initiative, termasuk jalur kereta api Jakarta-Bandung, kawasan ekonomi khusus pariwisata di Jawa, pembangkit listrik tenaga air Kayan di Kalimantan Utara, perluasan pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatra, dan pembangunan bandara internasional Lembeh di Sulawesi.
Kita hidup di masa yang paradoks. Ilmu sosial modern telah membekali kita dengan semua pengetahuan yang dibutuhkan untuk memerintah dengan baik, namun bahkan beberapa negara demokrasi kaya pun memilih penipu seperti pendahulu Biden, Donald Trump, dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Inilah mengapa keberhasilan Jokowi patut diapresiasi lebih luas. Dunia dapat belajar banyak dari model pemerintahannya yang baik.
terjemahan bebas oleh gandatmadi46@admin