Hukum Humaniter Internasional
Dalam perang di dunia internasional dikenal adanya Hukum Humaniter Internasional yang pada dasarnya mengatur mengenai perlindungan penduduk sipil (yang bukan merupakan kombatan), jurnalis atau wartawan adalah pihak non kombatan yang netral dan tidak melakukan perbuatan permusuhan dengan mereka yang berperang.
Keberadaan jurnalis atau wartawan di medan perang dilindungi oleh Hukum Humaniter Internasional dan tidak boleh dijadikan sebagai obyek atau sasaran serangan berdasarkan prinsip pembedaan.
Istilah Hukum Humaniter bermula dari istilah Hukum Perang (Law of War) yang kemudian menjad Hukum Sengketa Bersenjata (Law of Armed Conflict) dan kini dikenal sebagai Hukum Humaniter Internasional. Obyek dari Hukum Humaniter Internasional adalah konflik bersenjata (Armed Conflict) yang mencakup konflik bersenjata internasional (International Armed Conflict) dan konflik bersenjata non internasional (Non International Armed Conflict).
Dalam Konvensi Jenewa 1949 perlindungan kepada wartawan atau jurnalis Di medan perang diatur khusus dalam Konvensi ke-III tentang Tawanan Perang dan Konvensi ke-IV tentang Perlindungan Penduduk Sipil yang disempurnakan pada Pasal 79 Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1977.
Untuk dapat diperlakukan sebagai civillian, seorang jurnalis peliput perang dituntut tampil netral dan tidak menunjukkan sikap bermusuhan/ hostile, dan sebagai pembuktian dan petunjuk atas status mereka, maka jurnalis harus mampu menunjukkan kartu identitas jurnalis seperti yang ditentukan dalam Annex II Protokol Tambahan I/ 1977.
Gugur dalam tugas
Menurut International Press Institute (IPI) rekor terbunuhnya wartawan saat bertugas terjadi tahun 2012. IPI mencatat dalam tiga bulan pertama tahun 2012 saja, di seluruh dunia sedikitnya 43 wartawan terbunuh ketika menjalankan tugasnya. Negara paling berbahaya bagi tugas jurnalistik tahun 2012 adalah Suriah.
Meksiko menjadi negara lainnya yang tercatat paling berbahaya bagi para wartawan. Kebanyakan wartawan yang dibunuh adalah yang melakukan reportase investigasi terkait perang bandit narkoba yang terus berkecamuk di negara Amerika utara itu.
Tahun 2013 sebanyak 120 jurnalis gugur ketika bertugas, tahun 2014 sebanyak 100 wartawan tewas. Dari 30 jurnalis yang terbunuh tahun 2015, IPI mencatat tragedi tewasnya 10 jurnalis majalah satir Perancis “Chalie Hebdo” yang dibunuh teroris yang berafiliasi kepada Islamic State dalam sebuah serangan di Paris awal tahun ini. Sudan Selatan juga jadi ajang maut bagi 5 wartawan yang bertugas di negeri itu.
Ketua International Press Institute (IPI)
Khadija Patel, seorang jurnalis investigasi dan generasi keempat Muslim berlatar belakang Asia, menjadi wanita pertama, non-Eropa/Amerika pertama sekaligus Muslim pertama yang menjabat ketua organisasi bergengsi tersebut.
Jurnalis gugur dlm peristiwa invasi Rusia thd Ukraina.
Seperempat jurnalis yang terbunuh sejak awal tahun 2022 di seluruh dunia telah meninggal dalam 30 hari terakhir saat meliput perang di Ukraina, kata Jeanne Cavelier, the head of RSF’s Eastern Europe and Central Asia desk. Karena pelaporan mereka sangat penting untuk memahami perang di Ukraina, dan menyerang jurnalis adalah kejahatan perang di bawah hukum internasional, kami meminta pihak berwenang Rusia dan Ukraina untuk menjamin keselamatan mereka di medan perang.
Dua wartawan tewas ketika tembakan artileri menargetkan kru saluran TV AS Fox News di Horenka, dekat, Kyiv, pada 14 Maret. Mereka adalah Pierre Zakrzewski, juru kamera berusia 55 tahun yang terbiasa meliput perang, dan Olexandra Kuvshynova, jurnalis Ukraina berusia 24 tahun yang bekerja untuk Fox News sebagai a fixer.. Wartawan Inggris Benjamin Hall menderita cedera kaki serius akibat pecahan peluru dalam serangan yang sama.
Brent Renaud, seorang pembuat film dokumenter AS berusia 51 tahun yang telah bekerja dengan New York Times beberapa kali di masa lalu, ditembak di bagian belakang leher saat mengemudikan mobilnya di Irpin, sebuah kota di barat laut Kyiv, pada 13 Berbaris. Juan Arredondo, seorang reporter AS-Kolombia yang bersamanya, terluka dan dirawat di rumah sakit. Bersama-sama, mereka telah merekam penduduk Kyiv yang pergi secara massal ke wilayah lain.
Seorang jurnalis Rusia pengkritik Presiden Vladimir Putin tewas ditembak orang tak dikenal pada Selasa 29 Mei, di Ukraina, tempat ia melarikan diri setelah mendapat ancaman.
Arkady Babchenko, 41 tahun, meninggal karena luka tembak saat dilarikan dengan ambulans setelah istrinya menemukan korban berlumuran darah di rumah mereka. Polisi menduga pembunuhan itu disebabkan oleh kegiatan peliputan Babchenk, seperti dilaporkan dari Reuters, 20 Mei 2018.
Babchenko merupakan mantan tentara dalam perang Chechnya dan menjadi salah satu koresponden perang paling terkemuka Rusia. Dia kemudian meninggalkan tanah kelahirannya karena khawatir akan hidupnya setelah mengkritik kebijakan Rusia di bawah pemerintahan Putin atas Ukraina dan Suriah.
Kematian jurnalis pertama perang adalah Evgeny Sakun, seorang juru kamera Ukraina yang bekerja untuk saluran TV Langsung Kyiv lokal, yang terbunuh ketika rudal Rusia menghantam menara televisi Kyiv pada 1 Maret.
Selain lima yang tewas, sembilan jurnalis lainnya terluka oleh tembakan, rudal atau tembakan artileri, dan jurnalis lokal menjadi sasaran banyak pelecehan di zona pendudukan.
Di Rusia, Presiden Putin melanjutkan serangannya selama 22 tahun terhadap kebebasan pers, tulis Ann Cooper, ketika jurnalis Rusia mengalami pelecehan dan penahanan sebagai pembalasan atas laporan mereka tentang perang. Akibatnya, banyak yang meninggalkan negara itu.
diposting oleh gandatmadi46@yahoo.com