Oleh Prof Dani Rodrik, 11 Mei 2021
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah mengambil inisiatif dengan berani yang telah lama tertunda dari ortodoksi kebijakan ekonomi yang telah berlaku di AS dan sebagian negara2 Barat sejak tahun 1980-an. Tetapi mereka yang mencari paradigma ekonomi baru harus berhati-hati dengan apa yang mereka inginkan.
CAMBRIDGE – Neoliberalisme sudah mati. Atau mungkin masih hidup. Pakar telah menyebutnya dua arah akhir-akhir ini. Namun bagaimanapun, sulit untuk menyangkal bahwa sesuatu yang baru sedang terjadi di dunia economic policy.
Presiden AS Joe Biden telah menyerukan perluasan secara besar-besaran pengeluaran pemerintah (Government spending) untuk program sosial, infrastruktur, dan transisi ke ekonomi hijau. Dia ingin menggunakan procurement pemerintah untuk membangun kembali domestic supply chains dan mengembalikan pekerjaan manufaktur ke Amerika Serikat. Menteri Keuangannya, Janet Yellen, mendorong peningkatan pajak perusahaan yang terkoordinasi secara global (globally coordinated companies).
Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, yang secara tradisional merupakan lengan pemerintah yang paling hawkish dalam stabilitas harga (Hawkish policymakers tend to focus on controlling inflation as a primary goal of monetary policy), mengecilkan ketakutan terhadap inflasi dan memberikan dukungannya untuk ekspansi fiskal.
Semua perubahan kebijakan ini merupakan penyimpangan yang tajam dari kebijaksanaan konvensional di Washington. Apakah mereka juga menandakan paradigma kebijakan ekonomi baru?
Kebijakan ekonomi di AS, dan Barat secara lebih luas, telah lama membutuhkan perombakan. Ide-ide yang dominan sejak tahun 1980-an – dengan berbagai cara disebut Washington Consensus, fundamentalisme pasar, atau neoliberalisme – awalnya mendapatkan daya tarik karena dianggap gagal oleh Keynesianisme dan regulasi pemerintah yang berlebihan. Tetapi mereka menjalani kehidupan mereka sendiri dan menghasilkan ekonomi highly financialized, unequal, dan tidak stabil yang tidak diperlengkapi untuk mengatasi tantangan paling signifikan saat ini: climate change, social inclusion, and disruptive new technologies
Perubahan paradigma yang diperlukan mungkin berguna dimulai dengan bagaimana kita mengajar ekonomi. Ekonom cenderung terpikat pada kekuatan pasar untuk mempromosikan kemakmuran ekonomi secara keseluruhan. Adam Smith’s invisible hand– gagasan bahwa individu yang mementingkan diri sendiri yang hanya mencari kekayaan pribadi mereka dapat menghasilkan kemakmuran kolektif dan bukan kekacauan sosial – adalah salah satu permata mahkota profesi ekonomi. Ini juga tetap sangat berlawanan dengan intuisi, yang mungkin menjadi alasan mengapa para ekonom mencurahkan banyak waktu untuk berdakwah tentang keajaiban pasar.
Tapi ekonomi bukanlah sebuah paean (puji2an) untuk pasar bebas. Faktanya, banyak pelajaran ekonomi yang fokus pada keseimbangan yang stabil hanyalah satu kemungkinan di antara banyak kemungkinan. Model Smithian bukan satu-satunya. Namun, reaksi spontan dari banyak ekonom adalah memperlakukan pasar kompetitif yang berfungsi dengan baik sebagai tolok ukur yang relevan untuk setiap usulan penyimpangan dari laissez-faire. mengalokasikan sumber daya secara efisien. Pasar persaingan sempurna yang berproduksi secara harmonis.
Untungnya, paradigma baru untuk mengajar ekonomi memang ada. CORE Project adalah alat pengajaran online dan buku teks dapat di akses terbuka dan gratis. Dua ekonom terkemuka, Samuel Bowles dari Santa Fe Institute dan Wendy Carlin dari University College London, adalah visioner di baliknya. Tetapi sekelompok besar ekonom di seluruh dunia telah berkolaborasi dalam pengembangannya. Sudah, ini digunakan di sebagian besar departemen ekonomi universitas di Inggris.
Keuntungan utama dari pendekatan CORE adalah bahwa pendekatan ini menangani masalah-masalah seperti ketidaksetaraan dan perubahan iklim secara langsung. Namun langkah pedagogis yang lebih menarik adalah mengganti tolok ukur standar ekonomi dengan tolok ukur alternatif yang lebih realistis dan bermanfaat. Misalnya, berbeda dengan ekonomi konvensional, CORE mengasumsikan bahwa individu pro-sosial dan myopic, bukan egois dan far-sighted.
Competition is imperfect, with winner-take-all characteristics, rather than perfect. Power is ever-present in the form of principal-agent relationships in labor and credit markets, instead of being treated as either diffuse or exogenous. Economic rents are ubiquitous and often required for well-functioning economies, not rare or the result of policy error
Paradigma baru untuk mengajarkan dan melakukan kegiatan ekonomi akan menghasilkan pemahaman yang lebih baik tentang social outcomes. Namun kita harus menyadari bahwa hal itu tidak akan menghasilkan paradigma baru bagi kebijakan ekonomi. Dan memang seperti itu seharusnya.
Semua paradigma kebijakan kita sebelumnya – apakah merkantilis, liberal klasik, Keynesian, sosial-demokratis, ordoliberal, atau neoliberal – memiliki blind spots penting karena mereka dipahami sebagai program universal yang dapat diterapkan di mana saja dan kapan saja. Tak pelak lagi blind spots masing-masing paradigma membayangi inovasi yang dibawanya kedalam cara kita berpikir tentang tata kelola ekonomi. The result was overreach and pendular swings between excessive optimism and pessimism about government’s role in the economy.
terjemahan bebas oleh gandatmadi46@yahoo.com