Oleh Martin Grote, Mario Mansour, dan Jean-François Wen. Diterbitkan IMF pada 11 Nonember 2024.
Pemerintah di seluruh dunia harus mengumpulkan tambahan $3 triliun untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif pada dekade ini. Biaya di negara berkembang setara dengan 4 persen dari produk domestik bruto – dan 16 persen untuk negara berpendapatan rendah.
Bagaimana negara-negara dapat membiayai yang sangat tinggi tersebut? Kota-kota besar seperti Delhi dan Lagos menunjukkan jalan ke depan: Memungut pajak atas properti secara lebih efisien dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan pendapatan di tingkat lokal, yang memungkinkan negara-negara untuk berinvestasi lebih banyak, menurut analisis IMF yang baru. Penelitian IMF sebelumnya telah menunjukkan bahwa negara-negara memiliki potensi yang cukup besar untuk meningkatkan pendapatan pajak domestik jika mereka membutuhkannya—hingga 5 poin persentase dari PDB selama dua dekade.
Tentu saja, tantangan politik dari reformasi semacam itu jauh dari kata remeh, karena kejadian baru-baru ini di beberapa negara menunjukkan bahwa menaikkan pajak dapat menciptakan keresahan sosial. Pajak real estat yang lebih efisien memiliki keuntungan dalam hal ini: karena dipungut dan dibelanjakan secara lokal, pajak tersebut mungkin secara politis tidak terlalu menantang dibandingkan dengan kenaikan pajak nasional yang berlaku secara luas.
Recurrent taxes atau pajak yang dipungut setiap tahun seperti PBB atas properti tak bergerak dapat membantu pemerintah daerah memperoleh kekayaan yang dihasilkan melalui urbanisasi yang intensif terhadap pembangunan. Menghasilkan pendapatan tersebut secara adil sangat penting mengingat kesulitan di negara-negara berkembang dalam mengenakan pajak atas pendapatan dan kekayaan, yang dapat sangat mudah berpindah kepemilikannya.
Daya tarik pajak properti terlihat jelas jika kita melihat pendapatan yang diperoleh di negara-negara maju: lebih dari 1 persen PDB rata-rata di negara-negara OECD, dan hampir 3 persen di beberapa negara maju. Sebaliknya, pajak properti hanya menghasilkan sekitar 0,1 persen PDB di negara-negara berkembang Asia dan Afrika.
Untuk mencapai pertumbuhan sebesar itu, diperlukan peningkatan cakupan pajak properti dan penanganan kapasitas dalam menilai real estat sebagai cara untuk membalikkan kinerja pendapatan yang buruk saat ini. Teknologi identifikasi properti baru dan metode penilaian yang disederhanakan telah tersedia secara luas. Dengan reformasi kebijakan dan teknologi yang lebih baik, pendapatan recurrent taxes di negara-negara berkembang seharusnya setidaknya 10 kali lebih tinggi dari tingkat saat ini.
Pendapatan dan belanja nasional dan Daerah
Bila dirancang dengan baik, pajak properti menjadi bentuk pembiayaan kota yang andal dan progresif. Pajak properti meningkatkan akuntabilitas pemerintah nasional, karena hasilnya dapat digunakan untuk mendanai layanan publik nasional yang lebih baik, dan memungut pajak atas peningkatan kekayaan pemilik real estat yang meningkat nilainya karena urbanisasi dan pembangunan infrastruktur publik terkait. Hubungan erat di tingkat daerah antara pendapatan dan pengeluaran melindungi pajak properti dari politik nasional dan memberlakukan standar akuntabilitas yang lebih tinggi untuk penggunaan sumber daya secara efektif.
Undang-undang nasional harus mengatur seberapa besar perbedaan pajak properti di suatu negara, sehingga membatasi perbedaan dalam tingkat layanan publik lokal yang didanai oleh sumber ini. Pemerintah harus membatasi pengecualian hanya untuk sejumlah kecil organisasi publik, dan pendapatan yang hilang harus dilaporkan secara berkala.
Dampak terhadap rumah tangga yang “kaya aset namun miskin uang tunai” seperti pensiunan dapat dikurangi dengan menunda pajak hingga properti terjual, di mana pembayaran penuh harus dilakukan nantinya.
Satellites dan drones
Sebaiknya reformasi pajak properti dilakukan secara bertahap, dengan menggunakan teknologi modern untuk memperluas cakupan pajak berbasis area (dinyatakan sebagai tarif tetap per meter persegi). Sasarannya adalah beralih ke pajak properti berbasis nilai penuh dalam beberapa tahun mendatang seiring negara-negara memperoleh pengalaman dalam penerapannya dan informasi harga pasar dicatat dengan cermat untuk penilaian properti berkala.
Teknologi pemetaan modern, seperti citra satelit dan fotografi udara oleh drone, dapat digunakan untuk mempercepat perluasan dan cakupan pajak properti ke semua bidang tanah yang seharusnya tercantum dalam daftar fiskal.
Pejabat India di Delhi dan wilayah metropolitan Bangalore yang lebih luas telah mulai menggunakan satelit untuk memetakan properti dalam sistem informasi geografis. Di Afrika, beberapa kotamadya telah membuat langkah yang mengesankan. Lagos meningkatkan pengumpulan pajak lima kali lipat menjadi lebih dari $1 miliar pada tahun 2011 dengan memperluas basis pajak propertinya, ditambah dengan penegakan hukum yang lebih baik.
Peningkatan presisi oleh satelit memungkinkan pengukuran luas permukaan yang akurat dan pengembangan peta register fiskal yang menggambarkan bangunan dan perubahannya. Hal ini memungkinkan penerapan pajak properti berbasis area secara cepat hingga kapasitas penilaian telah meningkat untuk beralih ke sistem pajak properti berbasis nilai pasar yang dapat meningkatkan pendapatan.
Demand pengembangan kapasitas dari IMF di bidang ini menunjukkan bahwa banyak negara merasakan manfaat dari kombinasi kebijakan yang tepat dan pendukung teknologi ini. Hal ini membuat reformasi pajak properti menjadi efektif dan menarik secara politis, terutama jika tujuannya dikomunikasikan dengan baik kepada publik.
Note:
Martin Grote, IMF’s Fiscal Affairs Department LTX-Regional Tax Policy Advisor based in Vienna. Martin Grote holds a Masters Degree (economics—public finance) from the University of Stellenbosch, the Advanced Taxation Certificate from the University of South Africa (UNISA) and the Higher Diploma in International Tax from the University of Johannesburg. Prior to joining the Fund in 2008, he held the position of Tax Specialist and Head of the Tax Policy Unit in the South African Treasury.
Mario Mansour Senior Economist, International Monetary Fund (IMF). From 1987 to 1992, Mario Mansour studied Economics at the University of Montréal obtaining a Bachelor’s and Master’s degree. In 1996 he started an MBA in Business Administration and Management at the University of Ottawa. He worked for many years at the Department of Finance Canada as a Tax Policy Analyst.
Jean-François Wen a consultant for the World Bank and the International Monetary Fund
Jean-François Wen has a PhD in Economics from Queen’s University (1993). He is a retired Professor of Economics at the University of Calgary and a Research Fellow at The School of Public Policy. Prior to joining the University of Calgary in 1999, Dr. Wen was a faculty member of the School of Business and Economics at Wilfrid Laurier University. From 1985 to 1988, he worked as an economist in the Research Department of the Bank of Canada, where he was in charge of forecasting business investment.
Terjemahan bebas oleh gandatmadi46@yahoo.com