Minggu lalu saya menerima WA yg isinya pemaparan dalam suatu seminar oleh eks Komnas Ham yg isinya merujuk kepada laporan World Bank, berjudul Indonesia’s rising devide . Saya terkejut kemudian dari Internet diperoleh isi lengkap bahwa laporan Bank Dunia tersebut bertahun 2015:
Indonesia’s rising devide
Rodrigo A. Chaves, Country Director, Indonesia didalam kata pengantarnya mengatakan Indonesia has undergone a remarkable transformation over the past 15 years. The national poverty rate was halved, from 24 percent in 1999 to 11.3 percent in 2014. Growth averaged at 6 percent annually for a decade up until 2015.
Secara internasional, Indonesia bergabung dengan G-20 sebagai satu-satunya perwakilan di Asia Tenggara. Namun upaya untuk mencapai kesejahteraan bersama yang luas belum tercapai. Pengurangan kemiskinan mulai stagnan, dengan penurunan hampir nol pada tahun 2014.
Ketidaksetaraan pendapatan (inequality) meningkat dengan cepat dan hingga sepertiga darinya dijelaskan sebagai inequality of opportunities atau peluang ketidaksetaraan. Anak-anak yang sehat dan berpendidikan hidup berdampingan dengan anak-anak yang menderita kekurangan gizi, belajar sedikit ketika mereka bersekolah, dan putus sekolah terlalu dini. Dan ada ketidaksetaraan yang mencolok antara daerah; misalnya, 6 persen anak-anak di Jakarta tidak memiliki akses ke sanitasi yang layak sementara, pada saat yang sama, 98 persen anak-anak di pedesaan Papua tidak memiliki akses.
Ketidaksetaraan semacam ini meredupkan prospek segmen masyarakat yang penting selama beberapa generasi. Pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi ketimpangan sebagai hambatan bagi pembangunan berkelanjutan dan telah menetapkan target untuk menguranginya. Untuk mendukung tujuan kebijakan publik ini, Bank Dunia memulai penelitian untuk lebih memahami mengapa ketidaksetaraan meningkat di Indonesia, mengapa itu penting, dan apa yang dapat dilakukan tentang hal itu.
Dukungan keuangan untuk laporan ini disediakan oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia melalui dana perwalian untuk Kemitraan untuk Pengurangan Kemiskinan Berbasis Pengetahuan. Dana perwalian berada di bawah pengawasan strategis Bambang Widianto, Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (Tim Nasional Percepatan Penang-gulangan Kemiskinan, atau TNP2K) dan Rahma Iryanti dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas.
Indonesia’s rising devide dipersiapkan oleh tim praktik global kemiskinan Bank Dunia di kantor Jakarta. Tim yang dipimpin oleh Vivi Alatas (Ekonom Utama, GPV02), memberikan saran teknis dan kebijakan berdasarkan penelitian empiris dan analisis yang baik kepada Pemerintah Indonesia untuk mendukung upaya mereka dalam mengurangi kemiskinan, kerentanan, dan ketidaksetaraan.
Laporan ini disiapkan oleh tim inti yang dipimpin oleh Matthew-Wai-Poi (Ekonom Senior, GPV02) berdasarkan serangkaian makalah latar belakang dan presentasi. Laporan ini diedit oleh Peter Milne dan Edgar Janz, dengan dukungan dari Taufik Indrakesuma. Laporan ini juga mengacu pada kerja bersama dengan Luky Al-firman dari Kantor Kebijakan Fiskal dan Bank Indonesia. ). Data persepsi yang digunakan dalam laporan ini disediakan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI).
Bagaimana periode 2016 – 2019
Poverty (GINI Ratio)
Pemerintah sadar bahwa masalah meningkatnya ketidaksetaraan adalah masalah yang sangat mendesak untuk ditangani. Target untuk mengurangi ketimpangan juga telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, yaitu mengurangi indeks Gini dari 0,41 pada 2014 menjadi 0,36 pada 2019.
Namun, penurunan indeks Gini sejak 2014 hingga sekarang adalah tidak dianggap signifikan; indeks Gini hanya sedikit menurun dari 0,410 pada Maret 2014 menjadi 0,397 pada Maret 2016. Di sisi lain, opsi kebijakan yang ada untuk mengurangi ketimpangan masih sangat terbatas dan tidak didukung oleh bukti yang cukup komprehensif. Dalam hal itu, Lembaga Penelitian SMERU, bekerja sama dengan Ford Foundation, melakukan studi tentang Kebijakan untuk Mengurangi Ketimpangan di Indonesia dari April 2016 hingga Juni 2017.
Rekomendasi dari SMERU Research Institute untuk mengurangi kesenjangan:
- to publish the official Gini index numbers up to the kabupaten level and
- to synchronize the national plan and target on inequality with the sub-national governments’ plans and targets.
Gini Index negara tetangga
Income per capita PPP vs Index Gini
1.GDP Indonesia thn 1990 $ 4625 dan thn 2016 $ 10 764. Index Gini 1990 0.30 dan thn 2016 0397.
2.GDP Netherlands 2016 $ 54 960 dan Bengladesh $ 4170. Index Gini Netherlands 28,2 dan Bengladesh 32,4
Index Gini danIncome per capita PPP harus disandingkan.
gandatmadi46@yahoo.com