Kebijakan PLTN (pembangunan) dan Kebijakan Ekonomi

Kebijakan PLTN (pembangunan)

Bp Budi Sudarsono alm, Ketua  Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); lulusan MIT USA bidang Nuklir Reaktor Enjineering,  memberi komentar terhadap tulisan  Prof Atmonobudi Subagio, lulusan UKI, University of Wisconsin USA. Sbb:

Kebijakan Energi Nasional (KEN) tertuang dalam Peraturan Pemerintah (bukan Peraturan Presiden) No. 79 tahun 2014 yang disusun oleh Dewan Energi Nasional periode 2009-2014 dan ditanda-tangani oleh Presiden SBY menjelang berakhirnya masa jabatan beliau.

Sikap SBY yang tidak menyetujui pembangunan PLTN kami dari LSM pro-nuklir sudah mengetahui sejak tahun 2009 menjelang PilPres. Presiden SBY menanda-tangani KEN versi 2006 yaitu PerPres No.5 tahun 2006 yang mengandung prakiraan peran energi nuklir sekitar 4% menjelang 2025, tetapi sejak itu beliau tidak mengambil tindak-lanjut pembentukan Nuclear Energy Programme Implementing Organization sesuai saran IAEA, tanpa penjelasan.

Sebaliknya Presiden Jokowi telah memberi pengarahan mengenai energi nuklir. Pada awal tahun  2016 beliau berpesan kepada Mnteri ESDM dan Kepala BATAN agar energi nuklir tetap dipetimbangkan dan dalam Sidang  Paripurna Dewan Energi Nasional (DEN) pada 22 Juni 2016 beliau berpesan agar dibuat peta jalan (roadmap) pengembangan energi nuklir.

Selanjutnya Bp Budi Sudarsono menulis bahwa  dalam Blog Prof. Atmonobudi Soebagio terdapat kalimat berikut. Seluruh pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di dunia menggunakan “teknologi reaksi fisi” yang meninggalkan limbah radio aktif yang sangat berbahaya dan berumur ratusan, bahkan lebih dari seribu tahun.

Sebeneranya menurut Bp Budi Sudarsono bahwa ledakan PLTN Chernobyl-4 dan dampaknya pada tahun 1986 sudah umum diketahui disebabkan karena 1. Kekeliruan desain (tanpa pengungkung/containment), 2. Kekeliruan operasi (PLTN diperintahkan untuk melakukan percobaan), dan 3. Kecerobohan para operator PLTN (seakan kurang paham sifat reaktor nuklir dan melanggar peraturan keselamatan nuklir dengan memby-pass peralatan pemadaman reaktor).

Munculnya pemberitaan tentang rencana pembangunan reaktor oleh Batan, yang disebut tergolong reaktor Generasi IV, adalah suatu kebohongan publik, karena Reaktor Generasi IV di dunia diperkirakan baru dapat dihasilkan di sekitar 2030. Jenis reaktor yang akan dibangun di Serpong bukan jenis Chernobyl, melainkan jenis HTR (High Temperature Reactor) dengan bahan bakar berbentuk bola berbahan grafit sehingga dapat mencapai suhu tinggi (700 oC) bersifat tidak bisa meleleh,  pendinginnya gas helium. PLTN jenis ini sudah pernah beroperasi beberapa tahun di Jerman dan kini sedang dibangun di RRC  berkapasitas 200 MW.

Menkeu tentang Kebijakan Fiskal 2024

Desain kebijakan ini berdasarkan asumsi makro tahun 2024 dimana perekonomian global diproyeksikan penuh dengan turbulensi. Perekonomian Indonesia sendiri diproyeksikan tumbuh 5,3-5,7% (yoy), inflasi berada di kisaran 1,5-3,5% (yoy), nilai tukar (Rp/USD) berada di rentang Rp14.800-Rp15.400, harga minyak mentah di rentang 75-85 (USD/barrel), lifting minyak di rentang 592-651 (ribu bph), dan lifting gas berada di kisaran 1.007-1.058 (boepd),”

Untuk itu, pemerintah akan meningkatkan dukungan agar investasi meningkat secara signifikan melalui berbagai regulasi seperti UU Cipta Kerja, UU P2SK, UU HPP, dan UU HKPD. Menkeu juga menyebut pemerintah akan menggunakan insentif fiskal dalam bentuk tax holiday, super deduction untuk research, untuk vokasi, dan juga tax allowance dalam rangka mendukung berbagai transformasi industri. Selain itu, pemerintah juga berfokus pada pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing perekonomian Indonesia.

Dengan landasan itu, maka pada tahun depan diperkirakan pendapatan negara akan tetap tumbuh dengan tax ratio yang terus meningkat dan belanja negara yang akan dijaga secara disiplin tetapi dengan prioritas sesuai dengan agenda nasional. “Dan untuk tahun depan, awal, kita akan perkirakan defisit makin menurun pada level 2,16 hingga 2,64 persen dari PDB dengan primary balance mendekati 0”

Dalam mencapainya, lanjut Sri Mulyani, terdapat empat arah desain kebijakan APBN pada tahun 2024. Yang pertama adalah penguatan kualitas SDM, kedua pembangunan infrastruktur, ketiga peningkatan nilai tambah SDA, dan yang keempat adalah penguatan deregulasi dan institusi.

ICOR (Capital Output Ratio)

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dan Menkeu Sri Mulyani menyinggung tentang kondisi ICOR Indonesia  

Sebagai sebuah indeks, ICOR menunjukkan respons dari perubahan output ekonomi secara agregat akibat adanya perubahan pada investasi atau kapital. Semakin tinggi nilai ICOR, maka dibutuhkan tambahan kapital atau tambahan investasi yang lebih tinggi untuk menghasilkan tambahan satu satuan output. Dengan demikian, ICOR yang tinggi menunjukkan bahwa kegiatan investasi semakin tidak efisien, dan tentu saja hal ini akan memengaruhi ketertarikan investor untuk melakukan kegiatan investasi.

Pada 2019, tercatat ICOR Indonesia sebesar 6,8 sementara rata-rata ICOR beberapa negara di Asean (Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam) pada kurun waktu tersebut adalah 3,7 di mana Malaysia 5,4, Filipina 4,1, Thailand 4,4 dan Vietnam 3,7. Tahun 2021, ICOR Indonesia justru meningkat tajam ke angka 8, meskipun kemudian mengalami penurunan tahun 2022 menjadi 6,2, sedangkan beberapa negara Asean yang disebutkan di atas relatif tidak berubah. Dengan demikian, sejak tahun 2019 hingga 2022, ICOR Indonesia cenderung tinggi melampaui rata-rata ICOR beberapa negara Asean.

Untuk memperbaiki ICOR atau menurunkan ICOR dibutuhkan menurut Menkeu adalah pertama penguatan kualitas SDM, kedua pembangunan infrastruktur, ketiga peningkatan nilai tambah SDA, dan yang keempat adalah penguatan deregulasi dan institusi.

Kesimpulan

Suatu Kebijakan dibutuhkan pengetahuan yang sangat memadai tentang pengetahuan teknis,  kondisi masyarakat dan pihak terkait serta  perkembangan teknologi.

diposting oleh gandatmadi46@yahoo.com

Post navigation

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *