Forum Titik Temu pada tanggal 18 September 2019 dengan tema Kerja Sama Multikultural untuk Persatuan dan Keadilan bertempat di Hotel Hilton jalan Cikini Jakpusat. Diprakarsai oleh Nurcholish Madjid Society, Jaringan Gusdurian dan MAARIF Institute For Culture And Humanity, yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo.
Prof Quraish Shibab memberikan ceramah sebelum pidato pembukaan Pesiden Jokowi. Isi ceramah beliau sama dengan yg disampaikan dalam Pertemuan Persaudaraan Manusia yang digelar di Uni Emirat Arab tgl 4 Februari 2019 yang lalu.
Prof Quraish Shibab
Mengawali ceramahya Prof Quraisah Shihab bercerita tentang deklarasi yg disebut Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Berdampingan. Deklarasi itu ditandatangani Imam Besar Al-Azhar, Ahmed al-Tayeb dan pemimpin tertinggi Vatikan Paus Fransiskus. Deklarasi ini merupakan hasil atas acara Pertemuan Persaudaraan Manusia yang digelar di Uni Emirat Arab. Acara ini dihadiri oleh 400 pemimpin keagamaan.
Penandatangan Deklarasi oleh Imam Besar Al-Azhar, Ahmed al-Tayeb dan pemimpin tertinggi Vatikan Paus Fransiskus
Ulama dan pakar tafsir Alquran Prof M Quraish Shihab, menjadi wakil satu-satunya tokoh agama dari Indonesia, bahkan Asia Tenggara yang hadir dalam penandatanganan Deklarasi Abu Dhabi, Senin (7/2) lalu.
Prof Quraish Shihab bersalaman dengan Paus Fransiskus
Quraish hadir dalam kapasitas sebagai anggota Majelis Hukama’ Al-Islam/ Moslem Elders Councils (Majelis Orang-orang Bijak Muslim), sebuah organisasi yang bertujuan untuk menghindarkan kekerasan-dalam bentuk apapun, serta mengedepankan dialog sambil menegaskan perbedaan pendapat harus dihormati walaupun tidak menyetujuinya.
Dalam kesempatan bersejarah itu, Quraish memberikan ceramah yang berjudul Persaudaraan Manusia: Tantangan dan Kesempatan. Mengawali ceramahnya, Quraish mengutip pernyataan Imam Ali bin Thalib kepada Gubernur Mesir pada masanya yaitu manusia terbagi dalam dua kelompok; saudara denganmu dalam agama/ seagama dan setara denganmu dalam kemanusiaan.
Quraish mengemukakan, ikatan kebersamaan dalam agama tidak menafikan ikatan persaudaraan antarmanusia. “Agama dan kemanusiaan berdampingan untuk menciptakan kehidupan yang damai dan harmoni.”Dia mengatakan, ungkapan ini sejalan dengan pesan-pesan Alquran yang menegaskan pentingnya menjaga persaudaraan, bukan saja dengan sesama Muslim, melainkan juga sesama manusia, walau berbeda keyakinan.
Menurut Quraish, tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan persudaraan manusia adalah peradaban modern yang terlalu mementingkan aspek material dan mesin, disertai dengan sifat rakus/ tamak, egoisme, dan mengesampingkan manusia dan kemanusiaan.
Namun, Quraish optimis kesempatan untuk mewujudkan persaudaraan manusia, masih terbuka luas. Bukan saja karena harus optimis dalam segala hal, atau karena naluri kebaikan ada dalam diri setiap insan, melainkan karena tanda-tanda ke arah itu terbentang jelas. Antara lain, hubungan yang baik antara tokoh-tokoh agama, saling tukar pikiran antar sesama, dengan gagasan-gagasan yang mencerahkan untuk kebaikan umat manusia dan kedamaian dunia.
Prof Quraish Shihab dlm Forum Titik Temu
“Adil bukan sekedar memberi hak, (tapi juga) memberi hak dengan cara yang benar dan secepat mungkin. Menunda-menunda keadilan adalah kedzaliman,” kata mantan Menteri Agama ini.
Dalam ceramahnya, Quraish menyatakan memperlakukan seorang warga secara berbeda karena perbedaan agama, suku atau jenis kelamin itu merupakan bentuk ketidakadilan. Di sisi lain, ekstrimisme atau teror itu bukan merupakan keadilan.
Di antara banyak perbedaan di negeri ini, Quraish menyatakan Indonesia memiliki titik temu bernama Pancasila. “Kendati kita berbeda penafsiran tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, kita semua menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Kita semua menganut kemanusiaan yang adil dan beradab, dan kemanusiaan itu mendahului keberagaman dalam pandangan Islam,” kata Quraish.
Pidato Pembukaan Presiden Jokowi
Presiden Jokowi menyatakan keberhasilan suatu negara akan ditentukan oleh derajat penerimaa terhadap kemajemukan. Pasalnya, lalu lintas masyarakat dalam lingkup antar daerah hingga antar negara menjadi hal yang tak bisa dielakkan sejalan dengan perkembangan infrastruktur dan teknologi saat ini. Setiap orang bebas bergerak dengan berbagai alasan mulai berbisnis hingga berwisata.
“Isu kemajemukan bukan isu sosial atau isu politik, soal ini adalah isu pembangunan ekonomi. Tanpa kemajemukan maka masyarakat itu akan menjadi masyarakat tertutup dan tidak berkembang. Keberhasilan sebuah negara dan sebuah daerah akan sangat ditentukan oleh derajat penerimaan kemajemukan, semakin bisa menerima akan semakin diminati, dikunjungi dan didatangi,” kata Jokowi. Salah satunya, termasuk mengelola orang asing untuk bekerja sama. Jokowi pun meminta kepada masyarakat agar tidak anti dengan pihak asing.
Kalau kita ingin undang wisatawan dari luar negeri, butuh datangkan orang dengan keahlian yang tidak kita miliki. Lalu kita mau undang investor di negeri ini, kita harus terbuka dengan orang dari etnis dan budaya lain. Semakin masyarakat bisa menerima kemajemukan akan semakin diminati, dikunjungi, didatangi serta mampu mendongkrak ekonomi masyarakat di daerah itu.
“Alhamdulilah kita patut bersyukur, Indonesia adalah negara majemuk sejak awal berdirinya. Bangsa kita Bhineka beda suku, agama. Indonesia bangsa tunggal ika bersatu dalam perbedaan.
diposting oleh gandatmadi46@yahoo.com