Richard C. Adkerson, President and Chief Executive Officer, said: “We are pleased to announce an agreed framework to support our ongoing operations and investment program in Papua.Reaching this understanding on the structure of a mutual agreement is significant and positive for all stakeholders.Important work remains on documenting this agreement and we are committed to completing the documentation as soon as possible during 2017.
Kesepakatan tersebut diresmikan pada hari Selasa tgl 29 Agustus 2017 antara pemilik Amerika, perusahaan pertambangan Freeport-McMoRan, dan pemerintah Indonesia dimaksudkan untuk mengakhiri kemarahan publik atas kontrol Amerika terhadap salah satu permata mahkota industri pertambangan. Ini juga bisa mengakhiri pertarungan antara kedua belah pihak sehingga membatasi produksi di tambang dan berdampak pada harga logam di seluruh dunia.
Kesepakatan tersebut diresmikan pada hari Selasa tgl 29 Agustus 2017 antara pemilik Amerika, perusahaan pertambangan Freeport-McMoRan, dan pemerintah Indonesia dimaksudkan untuk mengakhiri kemarahan publik atas kontrol Amerika terhadap salah satu permata mahkota industri pertambangan. Ini juga bisa mengakhiri pertarungan antara kedua belah pihak sehingga membatasi produksi di tambang dan berdampak pada harga logam di seluruh dunia.
Tetap saja, isu2 utama tetap ada, termasuk apa yang mungkin harus dibayar oleh pemerintah Indonesia untuk membeli saham tersebut. Kesepakatan itu juga bisa menakut-nakuti investor asing yang bisa membantu mendukung dan memperluas ekonomi Asia yang tumbuh cepat namun masih tetap berkembang.
Freeport dan pemerintah Indonesia mengatakan dalam sebuah konferensi pers pada hari Selasa tgl 29 Agustus 2017 bahwa perusahaan Amerika tersebut akan memindahkan 51% sahamnya ke Indonesia untuk wilayah tambang Grasberg, tambang emas terbesar dan tambang tembaga terbesar kedua di dunia. Kesepakatan itu pada dasarnya revisi arrangement yang dimulai pada tahun 1972, ketika seorang pendahulu Freeport memulai operasi penambangan di sana berdasarkan sebuah kesepakatan dengan kediktatoran militer yang merasa nyaman dengan Amerika Serikat. Freeport juga sepakat untuk membangun smelter untuk memproses konsentrat tembaga di Indonesia, membantu menciptakan lapangan kerja dan pekerjaan pengolahan ( more valuable processing work ) di sana.
Sebagai imbalannya, pemerintah Indonesia setuju untuk memperpanjang izin Freeport untuk mengekspor tembaga dari tambang tersebut. Itu memberi kepastian kepada Freeport yg berencana untuk memperluas tambang dengan mengalihkan sebagian besar pekerjaan di bawah tanah ( dari openpit ke underground.
Kesepakatan tersebut memberi Freeport jaminan mengenai masalah fiskal dan hukum yang memberi kepercayaan kepada kami untuk melakukan investasi senilai $ 20 miliar dolar, Richard Adkerson, chief executive Freeport, mengatakan dalam konferensi pers tersebut. Menyinggung kenaikan harga tembaga, yang telah mencapai level tertinggi selama dua tahun terakhir ini karena rebound permintaan China, dia menambahkan, “investasi tersebut akan mendapat imbal hasil yang memadai besar.
Indonesia bergabung dengan Bolivia, Argentina dan negara-negara lain yang telah mencari resources di bawah tanah mereka. Terkadang usaha2 tersebut mengorbankan perusahaan asing yang telah lama beroperasi di tempat-tempat tersebut namun tidak dirasakan oleh penduduk lokal oleh karena tidak dirasakan cukup sharing kesejahteraan dengan penduduk setempat.
Tapi pengambilalihan semacam itu bisa menyakitkan bagi kedua belah pihak. Venezuela mengambil alih operasi dari Exxon Mobil dan perusahaan minyak lainnya, menakut-nakuti perusahaan asing, dan berikutnya kesalahan manajemen didalam mengelola industri minyaknya menyebabkan krisis ekonomi.
Meskipun Indonesia telah berkembang dengan cepat dalam beberapa tahun terakhir, ekonominya masih sangat bergantung pada ekspor sumber daya alam, termasuk logam dari Grasberg. Pada tahun 2015, output Grasberg dari emas dan tembaga bernilai $ 3,1 miliar Politisi dan aktivis lokal mengeluhkan bahwa Freeport hanya membayar sedikit pajak; sebaliknya perusahaan mengatakan bahwa pihaknya membayar lebih dari setengah keuntungannya dari tambang tersebut berupa pajak, biaya, royalti dan pembayaran lainnya.
Dengan pemilihan presiden yang mendekati tahun 2019, para analis mengatakan bahwa kesepakatan Freeport akan dianggap sebagai kemenangan bagi presiden Indonesia, Joko Widodo. Pak Jokowi telah menegaskan bahwa perusahaan pertambangan harus melakukan divestasi saham mayoritas agar dapat terus beroperasi di Indonesia, dan pemerintah telah memberikan tekanan pada perusahaan asing2 untuk melakukan hal itu.
Freeport dan Indonesia masih memiliki banyak hal yg harus dikerjakan sebelum kesepakatan ditanda tangani .
Freeport menilai Grasberg sekitar $ 16 miliar, menunjukkan bahwa Indonesia harus membayar sejumlah besar dana untuk meningkatkan kepemilikannya dari 9 persen saat ini. Sebelumnya Pemerintah Indonesia berpendapat bahwa seharusnya membayar secara signifikan lebih sedikit daripada jumlah yang diajukan Freeport. Kemudian timing untuk membuat kesepakat tidak jelas.
Ini adalah masalah kritikal, kecuali dan sampai mereka menuntaskan, tidak mungkin untuk mengatakan saat ini bahwa dispute antara Freeport-pemerintah Indonesia yang telah berlangsung lama benar-benar berakhir, Bill Sullivan, seorang analis pengacara dan pertambangan di Jakarta, menulis dalam sebuah e-mail. Intinya, Freeport dan pemerintah Indonesia telah meninggalkan masalah yang paling sulit ( crucial ) untuk diselesaikan nanti.
We have a lot of work to do to get this documented, Mr. Adkerson said. He referred to the agreement with Indonesian government as a “framework for an agreement.
Dicuplik dari NY Times 29.8.2017
Kendala
Reuters
Mekanisme, penilaian dan waktu divestasi 51 persen semuanya merupakan masalah mutlak yang harus diselesaikan sebelum disputes dapat dianggap selesai,” kata penasihat hukum asing yang berbasis di Jakarta Bill Sullivan kepada Reuters.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dalam konferensi pers bahwa pemerintah sedang dalam proses menyusun peraturan baru tentang pajak dan royalti untuk para penambang. Berdasarkan peraturan ini, pemerintah mengharapkan untuk meningkatkan pendapatan dari Freeport, dan penambang dapat mempertahankan tarif pajak ( maintain tax rates for ) untuk durasi operasinya.
Sydney Morning Herald
Chief Executive Freeport Richard Adkerson mengatakan perusahaan pertambangan tersebut perlu mendapatkan persetujuan atas perubahan tersebut ( 51% milih Indonesia ) dari Rio Tinto, yang telah menjadi mitra dalam operasi di Papua, sebuah provinsi timur Indonesia yang bergolak, sejak pertengahan 1990an.
Rio Tinto berhak mendapatkan 40 persen bagian dari output dari Grasberg diatas level spesifik sampai 2021 dan 40 persen dari semua produksi setelah 2021.
Namun perusahaan yang ditunjukkan pada bulan April mungkin tidak mengambil alih 40 persen produksi tembaga setelah 2021.
Keikutsertaan Rio Tinto di luar 2021 kemungkinan akan terpengaruh karena penerapan ketentuan force majeure dalam kesepakatan usaha patungan antara Rio Tinto dan Freeport McMoRan,” katanya saat itu. Bulan sebelumnya, kepala Rio Tinto Group Jean-Sebastien Jacques telah menandai bahwa pihaknya mempertimbangkan masa depan sahamnya di tambang Grasberg.
Richard C. Adkerson, CEO Freeport mengatakan bahwa menurut pendapatnya sendiri adalah bahwa jika Freeport melihat perubahan yang sesuai dan menguntungkan, ia percaya dapat memperoleh persetujuan Rio Tinto.
dikumpulkan oleh gandatmadi46@yahoo.com
Komentar
Mas Bambang Hidayat, matur sanget nuwun. Artikel karya David Fickling dari Sydney/Bloomberg tertanggal 30 Agustus 2017 dibawah ini cukup fair. Menyampaikan kekuatiran investor luar negeri terhadap kesepakatan antara Freeport-McMoRan/Phoenix dengan Pemerintah Indonesia seperti tercermin dengan jatuhnya harga saham Freeport sebesar 5.7% di bursa New York pada hari Selasa tgl 29 Agustus 2017 pada hari kesepakatan diumumkan. Bursa turun ketika harga produk2 copper dan emas naik.
Menurut pihak sana Freeport menyerah kepada Indonesia. Disebutkan dalam tulisan tersebut bahwa production cost copper di Grasberg sangat murah, 36 sen dibandingkan dengan harga semua produk yg dihasilkan Grasberg, $1,29 maupun dengan harga berjangka copper dipasar sebesar $2,62/lb. Namun menurut Fickling, dan hal itu fakta bahwa lahan tambang yg sekarang berujud openpit yang dalam waktu 12 bulan akan habis, sehingga setelah itu mereka akan melakukan penggalian sedalam 1 mil dibawah permukaan yaitu di Deep Mill Level Zone. Penggalian dalam kondisi seperti itu membutuhkan pengeluaran $ 1 milyar pertahun pada 2020 kedepan.
Dia analogikan dengan perusahaan2 oil & gas, dalam kondisi penuh tantangan akan berbagi dengan perusahaan lainnya sehingga resiko dan biaya dibagi. Seperti kita ketahui Freeport akan menginvestasikan $ 17 milyar – $ 20 milyar sampai thun 2031. Tetapi deengan melepaskan sahamnya sebesar 41% kepada pihak Indonesia juga sebagai usaha sharing resiko. Dia juga menulis bahwa kesepakatan tertanggal 29 Agustus 2017 menguntungkan posisi Pemerintahan Jokowi yang akan maju di Pilpres 2019.
Gandatmadi46@yahoo.com
By David Fickling Aug 30, 2017 1:44 AM EDT
Judging by the reaction of shareholders, the news that Freeport-McMoRan Inc. struck a deal with the Indonesian government to offload half its stake in the world’s second-largest copper mine is unambiguously bad.
Freeport tumbled as much as 5.7 percent in New York on Tuesday after the biggest U.S. miner said Indonesia would buy a 51 percent interest in the Grasberg pit “at fair market value,” in return for the right to operate the mine until 2041. The transaction will also involve Phoenix-based Freeport building a new smelter. A closer look, however, suggests that the winners and losers from this deal might not be the obvious ones.
Clearly, Freeport has surrendered ground in the face of a sustained campaign by Jakarta to force a divestment. Go back to January and its President Richard Adkerson was adamant he’d never let go of more than about 30 percent of the equity in the venture. Now he’s preparing to sign away a majority stake in a region that Freeport has mined for more than four decades.
Grasberg has some formidable advantages. As well as being rich in copper, it’s got the biggest gold lode of any mine on the planet. Selling that as a by-product makes the copper from Grasberg astonishingly cheap to produce — cash costs in the first half came to just 36 U.S. cents per pound of copper, versus $1.29/lb across the group as a whole and an average $2.62/lb for Comex copper futures.
At the same time, mines that have been chipped away at for decades get harder and harder to operate. Grasberg’s open pit is expected to cease production within the next 12 months, and Freeport has been digging into the rocks beneath it since the 1980s. The Deep Mill Level Zone under most active development at present lies nearly a mile down, and Freeport has had to slow its ramp-up to full production in 2021 because the act of removing rock is causing seismic activity.
When you consider the capital spending that goes into producing metal in such conditions, Grasberg’s low operating costs look a good deal less attractive. While the mine accounted for some 47 percent of Freeport’s operating cash flow in the first half, it sucked up $431 million of capex, or 61 percent of the total. That amount will, if anything, rise as the Deep Mill Level Zone and Grasberg Block Cave areas are developed, with Macquarie Group Ltd. estimating an outlay of $1 billion a year up to 2020.
Oil companies working in challenging conditions typically take on equity partners to spread risk and costs. By raising the government’s stake in Grasberg, Freeport has achieved just that. Adkerson’s forecast Tuesday that the company would invest $17 billion to $20 billion in Indonesia by 2031 suggests the change and greater political certainty has done little to dim the attractions of the project.
What of Indonesia? While the deal has delivered Jakarta an extra 40 percent of one of the world’s great mineral deposits and given President Joko Widodo a major political win, the collateral damage to the country’s reputation could be significant. Foreign direct investment in Indonesia’s mining and quarrying industries slipped to a 10-year low of $621 million in 2016, and the prospects this year look even worse: Net investments were negative in each of the first two quarters, for a total divestment of $1 billion in the first six months.
For an emerging economy blessed with some of the richest mineral deposits on earth, that looks like a catastrophic own goal. Jakarta may have won the battle for Grasberg. It risks losing the war.