Makin banyak saya membaca karya para ekonom khususnya peraih hadiah Nobel bidang ekonomi saya berkesimpulan pandangan mereka makin menuju ke sistem ekonomi sosialistis atau lebih populer dengan istilah welfare yang awalnya dianut sejumlah negara Eropa Barat. Jika ada tokoh sesudah menghadiri kuliah umum Prof Milton Friedman menyimpulkan pandangan ekonom Barat tidak sesuai dengan Indonesia maka menurut saya hal itu menyesatkan.
Serial Nobel Prize Winner kali ini pada giliran peraih hadiah Nobel tahun 2006 bidang ekonomi yaitu Edmund Phelps. Phelps meneliti dan membahas beberapa hal penting yaitu mengenai tradeoff antara inflasi dan pengangguran. Selain itu Phelps melakukan penelitian dan kajian betapa pentingnya faktor pengembangan Human Resources dan Iptek untuk pembangunan…….
In joint work with Richard Nelson from 1 966, Phelps emphasized how a better educated work force facilitates the dissemination of new technology, thereby making it easier for poorer countries to “catch up” with richer countries. This may explain why recent empirical research has found that GDP growth appears to depend on the existing stock of human capital, not just its growth rate.
Berikut adalah terjemahan informasi resmi dari The Royal Swedish Academy of Sciences dengan judul Inflation and unemployment, karya Edmund Phelps peraih hadiah Nobel 2006 bidang ekonomi.
GG ( Gandatmadi46@yahoo.com )
Note:
Seri Nobel Prize winner dimuat di blogweb kumpulanstudi-aspirasi.com
The Prize in Economic Sciences 2006
Edmund S. Phelps
Columbia University, New York, NY, USA
Born: 26 July 1933, Evanston, IL, USA
Full Employment, harga stabil dan pertumbuhan cepat menjadi tujuan sentral dari kebijakan ekonomi. Namun kebijakan selalu menghadapi konflik terhadap tujuan itu sendiri. Bagaimana seharusnya inflasi dan pengangguran saling menyeimbangkan? Apa yang harus dilakukan agar konsumsi pada saat ini dinikmati oleh generasi kedepan?
Edmund S Phelps mendahului pemahaman kita tentang tradeoff tsb. Beliau tidak hanya menekankan isu ttg saving dan capital formation tetapi juga isu2 keseimbangan antara inflasi dan unemployment yg merupakan isu fundamental dari pendistribution kesejahteraan ( welfare ) sepanjang waktu. Analisis2 Phelps memberikan dampak yg mendalam terhadap teori ekonomi dan kebijakan ekonomo makro.
Inflation and unemployment
Menurut pandangan yg berlaku di tahun 1960an , terdapat hubungan negatif yg stabil antara inflasi dan pengangguran., yg di kenal sebagai kurva Phillips atau Phillips Curve. Hubungan ini dikonfirmasi oleh data2 disejumlah negara. Sebagai implikasi ada pilihan terhadap kebijakan ekonomi antara inflasi yang rendah dan unemployment yg rendah. Dengan pengembangan permintaan ( demand ) melalui kebijakan fiskal dan moneter sangat memungkinkan untuk mengurangi pengangguran. Menurut Phillips Curve ( PC ) hal ini akan sampai pada satu kali kenaikan harga didalam kondisi tingkat inflasi tersebut.
Ternyata menemui sejumlah problem mengenai pandangan ini. PC adalah hubungan statistik murni. Sementara itu tidak ada kaitan yang jelas dalam ekonomi mikro mengenai perilaku masing2 perusahaan dengan rumah tangga. Juga tidak ada teori yg paling minim yg dapat memastikan tentang pengangguran. Tentu saja semua sepakat tidak ada tingkat pengangguran berkurang sampai angka nol, namun tidak ada pemahaman yg jelas pada level berapa pengangguran yg kompatibel dengan kesimbangan di pasar tenaga kerja.
Akhir 1960an Phelps menantang pendangan yg dikemukakan dalam awal tulisan ini tentang hubungan inflasi dan unemployment. Beliau mengakui bahwa inflasi tidak hanya tergantung kepada pengangguran tetapi juga kepada ekspektasi dari perusahaan2 dan para pekerja ttg kenaikan harga dan upah. Kemudian membuat formulasi model pertama yg dikenal dengan the expectations-augmented Phillips curve. Dikatakan bahwa laju tingkat pengangguran ( unemployment rate ) naik sebesar 1%, dalam situasi terjadi kenaikan inflasi menuju kenaikan sebesar 1 % dalam situasi inflasi riil. Dalam menetapkam harga dan bernegosiasi ttg upah dan gaji, perusahaan2 dan para pekerja memutuskan berbasis kepada keyakinan mengenai perkembangan harga dan upah secara umum. Hipotesa ini mendapat dukungan hasil resit berikutnya ( dengan prasyaratan bahwa impact dari inflasi yg di ekspektasi terhadap inflasi actual akan lebih kecil dari pada situasi inflation rate yg rendah ).
Hasil analisis Phelps kontras dengan pandangan2 awal mengenai kemampuan kebijakan ekspansi fiskal dan kebijakan ekspansi moneter untuk menaikkan secara permanen lapangan kerja. Sebenarnya, konklusi beliau mengatakan tidak ada tradeoff berjangka panjang antara inflasi dengan pengangguran. , karena ekspektasi inflasi akan ber adaptasi terhadap inflasi aktual. Dalam jangka panjang, ekonomi terkait dengan pendekatan keseimbangan ( equilibrium ) dari unemployment rate., dimana aktual dan ekspektasi inflasi bersifat kebetulan. Equilibrium unemployment hanya ditentukan oleh fungsi di labor market. Usaha2 untuk mengurangi secara permanen menurunkan unemployment dibawah equilibrium rate hanya akan menghasilkan kenaikan inflasi secara kontinu. Kebijakan stabilisasi berperan penting meredam fluktuasi dalam jangka pendek pada posisi unemployment pada sekitar equilibrium.
Phelp memberikan kontribusi dengan menyoroti pentingnya membuat analisa untuk mencapai tujuan kebijakan stabilisasi : inflasi yg tinggi pada hari ini berarti ekpektasi inflasi yg lebih tinggi dimasa depan, menyebabkan makin sulit memilih kebijakan. Kebijakan mempertahankan inflasi rendah dianggap sebagai investasi untuk mencapai ekspektasi inflasi yg rendah di masa depan, memungkinkan kombinasi yg baik antara inflasi dengan unemployment dimasa depan, dari pada sebaliknya yang ada.
Phelps juga mengembangkan model pertama tentang bagaimana menentukan equilibrium of unemployment. Dalam model ini perusahaan2 menetapkan upah agar berampak terhadap jumlah pekerja. Makin naik kebutuhan perusahaan untuk ekspansi tenaga kerja dan makin rendahnya level unemployment maka penawaran upah menjadi tinggi. Phelps menunjukkan terdapat equilibrium unemployment rate yg unik, dimana rata2 perusahaan akan menaikkan upah dengan rate yg sama dengan kenaikkan ekspektasi upah didalam perekonomian. Aspek inovatif dari pendekatan Phelps karena berangkat dari asumsi explicit mengenai perilaku individu para agen ( penyalur tenaga kerja ) di labor market. Kontribusi Phelps adalah yg pertama yg mengintegrasikan hipotesa efisiensi dari upah kedalam teori ekonomi makro. Hipotesa ini mengatakan bahwa kemungkinan cara yang baik untuk kepentingan perusahaan yaitu dengan menetapkan upah yg tinggi untuk meningkatkan moral pekerja, mengurangi keluar masuk buruh dan mempertahankan serta untuk memperoleh pekerja berkwalitas.Mekanisme seperti itu akan membantu menaikkan level unemployment pada posisi equilibrium.
Phelps tidak sendirian dalam melakukan kritik terhadap Phillips Curve di tahun 1960an. Milton Friedman, peraih hadiah Nobel bidang ekonomi thn 1976 juga menekankan peranan ekspektasi inflasi. Kontras dengan Friedman , Phelps menekankan penyebab dari unemployment ke inflasi yg tidak di antisipasi. Beliau mengawali ekspektasi dari ‘ augmented Phillips curve ‘ dari suatu model yg explicit dari perilaku penetapan harga oleh perusahaan2 di labor market, cocok antara pengangguran dengan lowongan kerja sebagai suatu proses yg memakan waktu.
Hasil karya Phelps secara fundamental merubah pandangan kita bagaimana bekerjanya ekonomi makro. Bingkai teori yg beliau bangun pada akhir 1960an terbukti membuahkan hasil didalam pengertian ttg penyebab kenaikan inflasi dan unemployment yg terjadi pada tahun 1970an. Beliau juga melakukan klarifikasi ttg limitasi dari kebijakan ekonomi. Hasilnya, kebijakan sekarang dilakukan berbeda secara radikal dalam mode dengan masa sebelumnya. Satu contoh, Bank Sentral kini secara rutin dalam menentukan suku bunga berbasis kepada penilaian terhadap unemployment rate dan tradeoff2 suatu efek dari kebijakan dalam horison2 yg berbeda.
Capital formation
Pandangan ttg kebijakan inflasi rendah ( low inflation ) sebagai investasi dalam situasi ekspektasi inflasi rendah adalah biasa bagi Phelps yg memiliki background pada awal karirnya dlm capital formation. Disana beliau bertanya pada rate berapa agregate capital formation ( baik dalam bentuk kapital fisik dan human capital seperti pendidikan, riset dan pembangunan ) yg diinginkan. Fraksi apa dari pendapatan nasional yg harus di konsumsi sekarang dan berapa banyak untuk investasi yg bertujuan menaikkan capital stock, dengan begitu meningkatkan produksi dan konsumsi dimasa depan?
Salah satu artikel yg beliau terbitkan tahun 1961, Phelps memperoleh apa yg di sebut golden rule of capital formation. Dari pertimbangan perspektif antar generasi beliau menegaskan bahwa sasarannya adalah meraih konsumsi maksimal per capita yg berkelanjutan. Tema golden rule merujuk kepada etika timbal balik : “Do unto others as you would have them do unto you”. Di interpretasikan bahwa level konsumsi harus sama untuk semua generasi. Menurut aturannya saving ratio yg diinginkan terisi dalam kondisi sederhana : Harus ekual antara capital income ratio dengan national income. Sebagai alternatif bahwa saving rate harus cukup tinggi untuk memelihara capital stock sehingga pengembalian yield ( a real rate of interest ) ekual terhadap growth rate ekonomi. Hal itu telah dinyatakan sebelumnya oleh Maurice Allais, peraih hadiah Nobel bidang ekonomi thn 1988, diantara yang lain. Namun analisis Phelps yg paling besar pengaruhnya terhadap kegiatan resit dewasa ini.
Analisis orisinil Phelps dibatasi untuk membandingkan situasi jangka panjang, dengan asumsi perekonomian seperti sediakala. Namun proses perubahan saving ratio dari satu level ke level lain akan menciptakan konflik distribusi. Jika suatu kenaikan saving rate dibutuhkan agar tercapai golden rule, kesejahteraan generasi kedepan akan naik tetapi generasi sekarang akan kehilangan. Alasannya generasi sekarang harus mengurangi konsumsi untuk saving lebih banyak, nantinya generasi mendatang mendapat benefit dari capital stock yg lebih besar untuk bisa menaikkan konsumsi dan saving. Bagaimanapun Phelps dikemudian hari mendemonstrasikan bahwa kedepan bisa muncul situasi dynamic inefficiency, dimana capital stock begitu besar memungkinkan meningkatkan kesejahteraan untuk semua generasi dengan mengurangi saving rate.
Penjelasannya sederhana. Dengan mengurangi saving rate maka konsumsi akan segera naik. Jika saving rate yg orisinil diatas level golden rule, maka reduksi ini berdampak terhadap gain jangka panjang dari konsumsi. Meskipun terjadi penurunan capital stock, dan kemudian penurunan produksi, menawarkan saving rate lebih rendah agar mendapat lebih besar konsumsi ( scope for consumption ).
Orang tua memperhatikan kesejahteraan keturunannya, Dari tahun 1968 jauh2 hari Phelps joint dengan Robert Pollak menyimpulkan saving bisa begitu rendah jika generasi sekarang ( anak2 mereka ) mempunyai penilaian berbeda terhadap konsumsi mereka dan kemudian lebih rendah dari pada cucu mereka. Hal itu disebut time-inconsistent preferences, “my parents think that I should save more for my children than I think myself”. Dalam situasi ini, publik menilai agar menaikkan saving bagi semua generasi melalui sistem pensiun, yg dapat menaikkan kesejahteraan seluruh generasi. Time-inconsistent preferences hasil analisis Phelps dan Pollak telah mendapat banyak perhatian di bidang perilaku ekonomi ( behavioral economics ), pandangan psychology di intrudusir ke analisis ekonomi.
Phelps juga menganalisa peran investasi bidang pendidikan ( human capital ), melakukan resit dan pengembangan ( R&D ) didalam proses pertumbuhan dan memperlihatkan golden rule bisa di generalisasi. Untuk mencapai secara maksimum konsumsi jangka panjang, R&D investasi ( meningkatkan level technology ) harus dilakukan penyesuaian dimana hasilnya ekual dengan growth rate ekonomi. Joint pekerjaan dengan Richard Nelson sejak 1966, Phelps menekankan bagaimana tenaga kerja yg terdidik ( better educated ) memfasilitasi penyebaran teknologi baru, oleh sebabitu mempermudah negara2 miskin mengejar negara2 kaya. Hal ini menjelaskan mengapa resit empiris telah menemukan bahwa pertumbuhan GDP terlihat tergantung kepada stok dari human capital, tidak hanya growth rate. Analisis Nelson – Phelps juga menawarkan kemungkinan penjelasan mengapa hasil pendidikan kadang2 tinggi dalam periode perubahan teknologi yg cepat: dalam periode itu well educated tenaga kerja sangat penting untuk meningkatkan produktivitas. Argumentasi seperti itu dikemukakan untuk menjelaskan mengapa gaji para pekerja yg terdidik di AS cukup tinggi ( dan banyak negara lain ) didalam dekade yg lalu, ketika revolusi IT mempelopori defusi cepat teknologi baru.
Note
Most of Phelps’s articles and books are relatively technical, but he has also written a number of more popular
exts that can be read by laymen. A good example is his book Inflation Policy and Unemployment Theory (New York: Norton; London: Macmillan, 1972) where he discusses inflation and unemployment policy using the theories that he developed in the late 1960s.
Another relatively accessible paper is “The origins and further development of the natural rate of unemployment” published in Rod Cross (ed.) The Natural Rate of Unemployment, Reflections on 25 Years of the Hypothesis (Cambridge University Press, 1995).
In the essay “A life in economics” published in Arnold Heertje (ed.), The Makers of Modern Economics, vol. II (Edward Elgar, 1995) Phelps gives an account of his research career. Phelps’s article “The golden rule of accumulation: A fable for growthmen”, in which he analyzes the golden rule of capital formation is an entertaining classic. It was published in The American Economic Review, vol. 51, September 1961.
Another classic is the ‘Phelps volume’, the anthology that Phelps published in 1970 under the title Microeconomic Foundations of Employment and Inflation Theory (Norton).