Buzzer adalah memanfaatkan akun sosial media miliknya guna menyebarluaskan informasi atau melakukan suatu promosi maupun iklan dari suatu produk atau jasa pada perusahaan atau instansi. Mereka bisa mendapatkan penghasilan dengan mempromosikan, mengkampanyekan, atau mendengungkan suatu topik.
Fungsi utama dari seorang buzzer adalah untuk menciptakan fenomena word of mouth atau dari mulut ke mulut di media sosial sebagai sarana promosi. Buzzer memanfaatkan penggunaan media sosial untuk meningkatkan kesadaran konsumen tentang suatu produk.
Dengan mengkampanyekan suatu hal secara terus menerus, buzzer bisa membuat jangkauan suatu tokoh atau brand menjadi jauh lebih luas. Terlebih lagi dengan bantuan media sosial yang bisa diakses tanpa terbatas ruang dan waktu.
Selain itu, buzzer juga dapat mempengaruhi opini publik melalui berbagai kampanye yang mereka suarakan di media sosial. Layanan buzzer ini biasanya digunakan dalam bidang pemasaran bisnis, pemasaran politik, dan berbagai kepentingan lainnya.
Penyampaian pesan dilakukan oleh seorang buzzer dalam mempromosikan sesuatu di media sosial dilakukan dengan cara mengkombinasikan caption dan foto yang menarik. Postingan tersebut tentunya harus disesuaikan dengan sesuatu yang dipromosikan oleh seorang buzzer.
Dalam mengawali kampanyenya dengan menugaskan seorang Key Opinion Leader (KOL). Mereka sudah memiliki banyak pengikut yang bisa memberikan pengaruh kepada banyak orang tentang suatu hal. Ketika seorang KOL telah mengangkat sebuah topik, maka kelompok buzzer akan mulai membahas opini dari KOL tersebut dengan cara menggunakan tagar atau hashtag yang sama. Ketika opini tersebut populer, maka akan timbul awareness yang akan menguntungkan.
Biasanya buzzer akan diatur sedemikian rupa dengan jumlah yang banyak dan satu nilai tertentu agar postingan yang dilakukan di media sosial memiliki kemampuan untuk mempengaruhi opini publik. Dengan banyaknya pembicaraan tentang sesuatu di media sosial, publik akan semakin penasaran dan ingin lebih mencari tahu tentang suatu hal tersebut.
Dengan modal pengetahuan handphone, kuota internet, dan pengetahuan dasar tentang media sosial saja, seorang buzzer bisa mendapatkan pendapatan. Mereka cukup mendengungkan suatu hal sesuai dengan arahan pihak yang memiliki kepentingan tertentu.
Dalam beberapa kasus, strategi yang dilakukan oleh para buzzer bisa menggunakan informasi yang keliru, melakukan manipulasi di media sosial, melaporkan konten secara massal, strategi yang berbasis data, trolling, hingga doxing. Cara-cara yang negatif tersebut dilakukan dengan tujuan pihak tertentu.
Jika salah menentukan topik yang ingin diangkat oleh buzzer, maka hal ini bisa menjadi bumerang dan merugikan.
Lembaga Survei Indonesia (LSI) memastikan bahwa pengaruh debat capres-cawapres membawa pengaruh peningkatan elektabilitas tetapi angkanya di kisaran 3 hingga 5 persen. Peran media formal dan medsos menjadi significant. Dalam hal ini peran Buzzer menjadi besar.
Pilpres 2019: Berapa persen pengaruh Buzzer
Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan pentingnya menindak tegas influencer atau buzzer porvokatif yang memperkeruh situasi untuk mencegah polarisasi yang meruncing sejak Pilpres 2019. Sebanyak 87,8 persen responden yang terlibat dalam survei menyatakan hal tersebut.
Kedua kubu pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2019 pun diminta menahan diri untuk tidak saling berkoemtnar di media sosial yang dapat menimbulkan kebencian atau kemarahan. Hal tersebut disampaikan oleh 90,2 persen responden.
Selain itu, upaya lain yang tergolong mudah dilakukan adalah mulai mengakhiri penggunaan istilah atau label “cebong” dan “kampret/kadrun” di dalam percakapan, baik di dunia maya atau dunia nyata. Sebanyak 84,6 persen responden mendukung hal tersebut. “Saling percaya dan saling menghormati antarsesasama akan tumbuh bila siapa pun tidak menghakimi orang lain dengan kedua label tersebut.
Ia pun menilai, hal lain yang bisa dilakukan untuk mengakhiri keterbelahan adalah tidak membatasi jumlah calon presiden dan wakil presiden dalam kontestasi pemilu mendatang hanya representasi dari dua kubu yang saling berhadapan.
Sebagian besar responden, yakni sebesar 85,3 persen pun sepakat perlu dilakukan rekonsilisasi antara kedua kubu untuk membangun kembali kerekatan hubungan di antara anak bangsa. “Keterbelahan jangan berlanjut di masa depan dan tidak perlu diwariskan ke generasi mendatang,” tulis Gianie. Adapun pada Pilpres 2019. tercipta dua kubu pendukung masing-masing pasangan calon, yakni pasangan calon Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Perang opini atau sekadar komentar bernada negatif antara kedua kubu yang dulu berseberangan
Pilpres AS 2024
Kita sedang memasuki siklus kampanye presiden tahun 2024 dan organisasi berita kita, sebagaimana dibuktikan oleh wawancara “Meet the Press” baru-baru ini, tampaknya siap untuk mengulangi kesalahan yang sama yang secara rutin dieksploitasi oleh Donald Trump dalam mencari kekuasaan. Baik dia maupun pengikutnya tidak tergerak oleh pemeriksaan fakta atau analisis pasca-pidato. Pemeriksa Fakta Washington Post menghitung rata-rata 21 kebohongan Trump setiap hari selama masa jabatannya. Tidak ada tokoh politik AS modern lainnya yang bisa menandingi hal ini, dan Trump dengan berani mengulangi omong kosong yang telah dibantah, demi menyenangkan pendukungnya.
Media sosial akan memutar ulang kebohongannya, bahkan ketika media tradisional membantahnya. Diusulkan sistem penundaan singkat untuk siaran langsung dengan serangkaian efek suara. Pernyataan yang terbukti tidak benar akan menimbulkan bunyi bel yang keras dan kata “Bohong!” dalam huruf merah besar yang ditumpangkan di layar.