Seminar kerjasama antara Program Paska Sarjana FISIP UI dan Instutute for Local Governence Studies (ILGOS) pada tahun 2005 berjudul:
Reformasi Administrasi Republik Indonesia – Learning from the Lessons of Republic Korea
Pembicara Tamu: Prof Yun Won Hwang, Director of Korean Institue of Public Administration, Mantan arsitek Reformasi, Penasehat 3 President South Korea.
Saya beruntung diajak menemani pak Soebroto menghadiri seminar tersebut yang berlansung di H Borobudur Jakarta. Seminar satu hari di buka oleh Ketua MPR, Dr Hidayat Nurwahid. Ternyata tidak semua acara terselenggara, topik corruption dengan moderator Dr Adnan Buyung Nasution dengan pembicara dari pihak Indonesia Erry Riyana Harjapamekas dan Prof Muladi batal tapi Bang Buyung hadir. Sehingga sebagai pembicara tunggal dari Korea, Prof Yun Won Hwang selama 1 jam.
Topik Bureacracy sebagai Moderator Dra Suryani Malik MGA dengan pembicara dari pihak Indonesia Brigjen Polisi Drs Taufik Effendy MBA, Menteri PAN dan Prof Dr JB Kristiadi dari Menkominfo sebelum menjadi Sekjen Depkeu. Dari Korea, Prof Yun Won Hwang.
Topik Investement Policy dengan Moderator Dr Albert Wijaya sedang pembicara dari Indonesia dibawakan oleh Theo Tomeon dari BKPM dan dari Korea Prof Yun Won Hwang.
Prof Yun Won Hwang
(Mohon maaf materi yang dibawakan Prof Yun Won Hang masih dalam pencarian untuk itu saya mencoba membuat catatan menurut apa yang saya ingat. Jika longgar mohon Prof Kristiadi dan pa Soebroto untuk mengkoreksi tulisan ini)
Menurut Prof YW Hwang faktor utama adalah budaya memberi upeti persis dengan budaya atur bekti glondong pengarem arem. Dalam dunia moderem adalah budaya membayar uang untuk mendapatkan keuntungan bisnis yang sudah ‘terlembagakan’ sejak Park Chung-hee menjabat presiden pada 1961.
Editor BBC Korea, Kevin Kim, mengatakan pemusatan kekuasaan yang begitu besar di tangan presiden ‘membuka lebar-lebar bagi presiden untuk korupsi’ karena berhak membuat undang-undang, memveto undang-undang, dan mengangkat pejabat-pejabat penting. Dengan kekuasaan yang begitu besar, ‘godaan’ untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan menjadi terbuka. Kalau pun tidak presiden, orang-orang di dekatnya atau anggota keluarganya yang melakukan korupsi,” kata Kim.
Menurut Prof YW Hwang, 3 Presiden Korsel yaitu Chun Doo Hwan, Roh Tae Woo dan Roh Moo Hyun dikenal sebagai tokoh yang jujur. Mereka membuat revisi UU Anti Korupsi sehingga makin bertambah ketat.
Berikut tentang 3 Presiden Korsel:
1.Chun Doo-hwan (1980-1988)
Pengadilan atas Chun Doo-hwan dimulai pada Maret 1996, Chun juga diputuskan bersalah menggelapkan dana negara dan pengadilan memerintahkannya agar mengembalikan aset senilai US$229 juta atau sekitar Rp3,1 triliun. Hakim menjatuhkan hukuman mati tapi diubah menjadi hukuman seumur hidup.
Sama seperti Roh Tae-woo, Chun mendapatkan pengampunan dari Kim Young-sama dan bebas pada Desember 1997. Meski bebas, aparat penegak hukum masih memburunya untuk mendapatkan aset dan dana ilegal yang ia dapatkan ketika berkuasa. Pada 2015, aparat Amerika Serikat berhasil menyita kembali aset senilai US$1,1 juta yang didapat dari Chun.
Sementara itu, pemerintah Korea Selatan memperpanjang masa kerja satgas pemburu aset Chun yang sedianya selesai pada 2013. Satgas ‘pemburu’ harta Chun ini memiliki waktu hingga 2020 untuk mendapatkan kembali aset negara yang ia gelapkan.
Chun memutuskan untuk hidup selama beberapa tahun di Baekdamsa, sebuah kuil Buddha di provinsi Gangwon-do, dalam rangka untuk membayar penebusan dosa atas perbuatannya. Pada tanggal 30 Desember 1990, Chun meninggalkan Baekdamsa dan kembali ke rumah.
2.Roh Tae-woo (1988-1993)
Politisi yang meniti karier di militer ini pernah dipuji setelah menyerukan pemilu demokratis untuk mengakhiri kediktatoran yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Namun dua tahun setelah tak menjabat sebagai presiden, ia ditahan dengan dakwaan menerima uang senilai lebih dari US$300 atau sekitar Rp4,1 triliun dari 30 konglomerat.
Surat penahanan yang dikeluarkan untuk Roh antara lain memerinci dugaan kolusinya dengan sejumlah pengusaha. Disebutkan bahwa direktur Daewoo Corporation diduga membayar Roh senilai total US$31 juta dalam tujuh kali kesempatan pada 1988 hingga 1991, termasuk US$6,5 juta ‘uang suap’ untuk memenangkan tender proyek pangkalan kapal selam di dekat pelabuhan Pusan.
Tak kurang dari 29 pebisnis juga dituduh membayar suap kepada Roh dengan nilai bervariasi, yang paling rendah adalah US$625.500. Beberapa pengusaha yang memberikan suap ikut pula ditahan sementara pengadilan menjatuhkan hukuman 22 tahun enam bulan untuk Roh yang belakangan dikurangi menjadi 17 tahun saat mengajukan banding.
Roh dibebaskan pada Desember 1997 setelah mendapatkan pengampunan dari presiden ketika itu, Kim Young-sam.
3.Roh Moo-hyun (2003-2008)
Roh Moo-hyun bunuh diri pada Mei 2009 dengan terjun dari bukit di belakang rumahnya. Ia meninggal ketika kejaksaan menyelidiki dugaan dirinya menerima suap US$6 juta atau sekitar Rp82,3 miliar ketika menjabat sebagai presiden.
Istri Roh dijadwalkan menghadiri pemeriksaan oleh jaksa pada hari ketika Roh meninggal, sementara Roh sendiri dijadwalkan baru akan diinterogasi sepekan setelahnya. Roh mengatakan sangat malu dengan skandal ini. Ketika menghadiri pemeriksaan pertama, ia mengatakan kehilangan muka dan bahwa ia membuat kecewa para pendukung.
diposting oleh gandatmadi46@yahoo.com