Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa saat ini Indonesia tengah secara resmi menjajaki proses keanggotaan Economic Co-operation and Development (OECD)
“Presiden menyampaikan Indonesia ingin proses membership itu bisa berjalan cukup baik dan cepat dan juga manfaat membership itu harus diyakini karena akan memperbaiki kualitas kebijakan dan juga birokrasi di Indonesia,” katanya usai mendampingi Jokowi menerima Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann di Istana Kepresidenan, Kamis (10/8/2023). Sri Mulyani mengatakan dalam pertemuan dengan Presiden, pihak OECD Mathias Cormann juga menjelaskan mengenai tahapan-tahapan dan syarat agar Indonesia bisa menjadi anggota.
Apalagi, dia menilai bahwa kerja sama Indonesia dan OECD sudah berjalan cukup lama dan Tanah Air juga telah melakukan banyak reformasi ekonomi yang sesuai dengan syarat keanggotaan OECD. “Sehingga pada saat Indonesia akan dan ingin jadi anggota OECD, kita tidak memulai dari nol sama sekali, tetapi juga sudah banyak bidang-bidang reformasi yang dilakukan Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan kerangka kebijakan yang sesuai dengan OECD,” tandas Sri Mulyani
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi menambahkan hubungan erat Indonesia dan OECD memang telah terjalin lama. Dia menjabarkan sejak 2007 Indonesia sudah menjadi key partner dari OECD. Bahkan, turut berkontribusi dalam enhanced engagement program dan OECD sudah memiliki kantor di Indonesia sejak 2015. Oleh sebab itu, dia melanjutkan bahwa pada September 2023, OECD akan menggelar pertemuan, yang di antaranya, untuk membahas pengajuan keanggotaan dari Indonesia. “Apabila sudah oke mendapatkan political agreement maka proses teknis akan dimulai”.
Apalagi, dia menilai bahwa kerja sama Indonesia dan OECD sudah berjalan cukup lama dan Tanah Air juga telah melakukan banyak reformasi ekonomi yang sesuai dengan syarat keanggotaan OECD. “Sehingga pada saat Indonesia akan dan ingin jadi anggota OECD, kita tidak memulai dari nol sama sekali, tetapi juga sudah banyak bidang-bidang reformasi yang dilakukan Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan kerangka kebijakan yang sesuai dengan OECD,” tandas Sri Mulyani
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi menambahkan hubungan erat Indonesia dan OECD memang telah terjalin lama. Dia menjabarkan sejak 2007 Indonesia sudah menjadi key partner dari OECD. Bahkan, turut berkontribusi dalam enhanced engagement program dan OECD sudah memiliki kantor di Indonesia sejak 2015. Oleh sebab itu, dia melanjutkan bahwa pada September 2023, OECD akan menggelar pertemuan, yang di antaranya, untuk membahas pengajuan keanggotaan dari Indonesia. “Apabila sudah oke mendapatkan political agreement maka proses teknis akan dimulai”.
OECD
Pada bulan April 1948, European Economic Co-operation (OEEC) didirikan untuk membantu mengelola Rencana Marshall, yang ditolak oleh Uni Soviet dan negara-negara satelitnya. Ini akan dicapai dengan mengalokasikan bantuan keuangan Amerika Serikat dan melaksanakan program ekonomi untuk rekonstruksi Eropa paska Perang Dunia II. Hanya negara-negara Eropa Barat yang menjadi anggota OEEC. Sekretaris Jenderalnya adalah orang Prancis Robert Marjolin (1948–1955) dan René Sergent (1955–1960). Pada tanggal 14 Desember 1960, OEEC direformasi menjadi Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan, yang mulai berlaku pada akhir September 1961, dan keanggotaannya diperluas ke negara-negara non-Eropa, yang pertama adalah Amerika Serikat dan Kanada.
Pada akhir tahun 1950-an, dengan tugas membangun kembali Eropa secara efektif selesai, beberapa negara terkemuka merasa bahwa OEEC telah melampaui tujuannya tetapi dapat diadaptasi untuk memenuhi misi yang lebih global, yang terbukti menjadi tugas yang tidak praktis. Menyusul beberapa pertemuan (kadang-kadang sulit diatur) di Hotel Majestic di Paris, yang dimulai pada Januari 1960, sebuah resolusi dicapai untuk membentuk badan yang tidak hanya menyelesaikan masalah ekonomi Eropa dan Atlantik, tetapi juga menyusun kebijakan yang dapat membantu negara-negara kurang berkembang. Organisasi yang dibentuk kembali ini akan membawa AS dan Kanada, yang sudah menjadi pengamat OEEC, sebagai anggota penuh, dan OEEC akan segera bekerja untuk meyakinkan Jepang untuk bergabung dengan organisasi tersebut.
Menyusul Perjanjian Roma 1957 untuk meluncurkan Masyarakat Ekonomi Eropa, Konvensi Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi disatukan untuk mereformasi OEEC. Konvensi tersebut ditandatangani pada bulan Desember 1960, dan OECD secara resmi menggantikan OEEC pada bulan September 1961, yang terdiri dari negara-negara pendiri OEEC di Eropa, dengan tambahan Amerika Serikat dan Kanada. Tiga negara, (Belanda, Luksemburg, dan Italia)—semua anggota OEEC—meratifikasi Konvensi OECD setelah September 1961, namun tetap dianggap sebagai anggota pendiri. Anggota pendiri resmi adalah:
Austria, Belgium, Canada, Denmark, France, West Germany, Greece, Iceland, Ireland, Italy, Luxembourg, Netherlands, Norway, Portugal, Spain, Sweden, Switzerland, Turkey, United Kingdom, United States. Selama 12 tahun berikutnya, Jepang, Finlandia, Australia, dan Selandia Baru juga bergabung dengan organisasi tersebut. Negara terakhir yang bergabung dengan OECD berikutnya adalah Kolombia, pada April 2020, dan Kosta Rika, pada Mei 2021.
OECD adalah organisasi antar pemerintah dengan 38 negara Anggota, didirikan pada tahun 1961 untuk mendorong kemajuan ekonomi dan perdagangan dunia. Ini adalah forum yang negara-negara anggotanya menjelaskan diri mereka berkomitmen terhadap demokrasi dan ekonomi pasar, menyediakan platform untuk membandingkan pengalaman kebijakan, mencari jawaban atas masalah umum, mengidentifikasi praktik yang baik, dan mengoordinasikan kebijakan domestik dan internasional para anggotanya.
Markas OECD berada di Château de la Muette di Paris, Prancis. OECD didanai oleh kontribusi dari negara-negara Anggota dengan tingkat yang berbeda-beda dan memiliki total anggaran sebesar € 338,3 juta pada tahun 2023, dan diakui memiliki pengaruh besar terhadap publikasi dari data ekonomi dan rangking tahunan negara-negara anggota.
OECD bekerja sama dengan beberapa ekonomi terbesar di dunia: Brasil, China, India, Indonesia , dan Afrika Selatan, yang merupakan Mitra Utama OECD. Mereka berpartisipasi dalam pekerjaan harian OECD, membawa perspektif yang bermanfaat dan meningkatkan relevansi debat kebijakan. Mitra Utama berpartisipasi dalam diskusi kebijakan di badan OECD, mengambil bagian dalam survei OECD reguler, dan disertakan dalam basis data statistik.
Tujuan OECD dinyatakan dalam Pasal 1 Konvensi :
1.untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja berkelanjutan tertinggi dan standar hidup yang meningkat di negara-negara Anggota, dengan tetap menjaga stabilitas keuangan
2.untuk berkontribusi pada ekspansi ekonomi yang sehat di negara-negara Anggota maupun non-anggota
3.berkontribusi pada perluasan perdagangan dunia
Sekretariat OECD
Sekretariat OECD, dipimpin oleh Sekretaris Jenderal (saat ini Mathias Cormann), memberikan dukungan kepada Komite Tetap dan Substantif. Ini diatur dalam Direktorat, yang mencakup sekitar 2.500 staf
Sekretariat dalam Keluarga OECD: Financial Action Task Force (FATF), International Energy Agency (IEA), International Transport Forum (ITF) Multilateral Organisation Performance Assessment Network (MOPAN), Nuclear Energy Agency (NEA), Partnership in Statistics for Development in the 21st Century (PARIS21)**, Sahel and West Africa Club (SWAC
Perpajakan
OECD menetapkan aturan yang mengatur perpajakan internasional untuk perusahaan multinasional melalui Panduan Penetapan Harga Transfer OECD untuk Perusahaan Multinasional dan Administrasi Pajak, Model Konvensi Pajak, dan aturan pelaporan negara demi negara.
Panduan Penetapan Harga Transfer OECD untuk Perusahaan Multinasional dan Administrasi Pajak memberikan panduan tentang penerapan “prinsip kewajaran”, yang merupakan konsensus internasional tentang penentuan harga transfer, yaitu penilaian untuk tujuan perpajakan dari transaksi lintas batas antara perusahaan terkait. Sedangkan Panduan Penetapan Harga Transfer OECD untuk Perusahaan Multinasional dan Administrasi Pajak memberikan panduan tentang penerapan “prinsip kewajaran”, yang merupakan konsensus internasional tentang penentuan harga transfer, yaitu penilaian untuk tujuan perpajakan dari transaksi lintas batas antara perusahaan terkait. Prinsip arm’s length atau prinsip kewajaran biasa digunakan untuk merujuk pada transaksi di mana dua atau lebih pihak yang tidak terkait dan tidak terafiliasi setuju untuk melakukan bisnis, bertindak secara independen dan untuk kepentingan mereka.
Publikasi
OECD menerbitkan buku, laporan, statistik, kertas kerja, dan bahan referensi. Semua judul dan database yang diterbitkan sejak tahun 1998 dapat diakses melalui OECD iLibrary. Koleksi Perpustakaan & Arsip OECD berasal dari tahun 1947, termasuk catatan dari Komite Kerjasama Ekonomi Eropa (CEEC) dan Organisasi Kerjasama Ekonomi Eropa (OEEC), pendahulu OECD saat ini. Peneliti eksternal dapat berkonsultasi dengan publikasi OECD dan materi arsip di tempat OECD
Pertemuan
OECD secara teratur mengadakan pertemuan dan forum tingkat menteri sebagai platform untuk diskusi tentang berbagai isu tematik yang relevan dengan piagam OECD, negara anggota, dan negara non-anggota.
OECD beri sangsi kepada Rusia dan Belarus karena Ukraina war
Rusia dan Belarus diskors dari partisipasi di semua badan OECD, telah mengatakan pada bulan Februari bahwa mereka telah menghentikan proses aksesi Rusia, menutup kantornya di Moskow dan berhenti mengundang menteri negara tersebut ke acara-acara.
Pertemuan Sekjen OECD dengan Pemerintah Indonesia
Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani mengatakan tidak ada pembahasan mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melonjak 5,17% pada kuartal II tahun ini. Namun pembahasan lain yang dilakukan mengenai situasi ekonomi global yang proyeksinya dinilai lebih baik tahun ini. “Tadi kita berdiskusi gimana kondisi ekonomi di dunia dan OECD menyampaikan kondisinya relatif agak membaik dibandingkan proyeksi tahun lalu yang menyebutkan Eropa akan mengalami resesi dan inflasinya akan cukup tinggi, tapi perkembangan terakhir agak membaik dan itu memberikan dampak positif,” kata Sri Mulyani. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat kuat hingga melebihi ekspektasi analis pasar. Hal ini menggambarkan faktor pendukung yang kuat seperti daya beli masyarakat yang terjaga, menurunnya inflasi, investasi yang meningkat tinggi. Juga belanja pemerintah di atas 10%, pemberian bansos bagi golongan masyarakat terbawah. Meski kondisi ekspor dan impor mengalami pelemahan.
Kepada Media, Menkeu menjelaskan bahwa kebijakan mengenai BUMN, pajak, capital movement, public procurement, kebijakan anti korupsi dan lingkungan sudah sesuai dengan syarat keanggotaan OECD. “Sehingga ketika Indonesia mau menjadi anggota OECD kita tidak memulai dari nol sama sekali,”
di posting oleh gandatmadi46@yahoo.com