Hakim Agung Adi Andojo Soetjipto
Adalah mantan hakim agung bidang pidana dan pensiun pada 1 Mei 1997. Setelah pensiun menjadi Dekan FH Universitas Tri Sakti 1997-2001. Lahir 1932 di Yogya dan mninggal 12 januari 2022 di Jakarta dalam usia 89 tahun.
Buku:
Menyongsong dan tunaikan tugas negara sampai akhir: sebuah memoar
Menjadi Hakim yang Agung
Karya monumental
1.Saat menjadi hakim agung, Adi Andojo sudah mengetuk palu kasus korupsi Rp 800 miliar lebih pada 1992. Nilai yang sangat fantastis di zaman kurs dolar AS masih di angka Rp 2.000-an. Kasus yang dimaksud adalah pembobolan Bank Duta yang dilakukan oleh Wakil Dirut, Dicky Iskandar Dinata. Di tingkat kasasi, hakim agung yang juga Ketua Muda MA bidang Pidana, Adi Andojo menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara kepada Dicky pada 26 Mei 1992. Yang membuat geger publik adalah keberanian Adi memerintahkan Dicky mengembalikan uang yang dikorupsinya sebesar Rp 811 miliar.
Bila terdakwa meninggal, ahli waris dan keluarga koruptor itu harus menanggung kerugian negara,” Pada tahun 2000-an, Dicky kembali membobol BNI dan dihukum 20 tahun penjara. Dicky akhirnya meninggal saat menjalani masa pemidanaan.
2.Adi Andojo juga membongkar kolusi sengketa Gandhi di Memorial School di Mahkamah Agung (MA). Sebagai Ketua Muda MA bidang Pidana Umum pada 1995, Adi membuka skandal kolusi antara hakim agung, pengacara, dan terdakwa.
Dalam sejarah Indonesia, Adi Andojo menjadi satu-satunya hakim agung yang diusulkan oleh bosnya sendiri, Ketua Mahkamah Agung (MA), untuk dipecat. Alasannya, Adi membongkar adanya kolusi di puncak peradilan itu. Adi merupakan Ketua Muda MA bidang Pidana Umum 1981-1996. Pada 1995, terjadi skandal besar di MA yaitu kolusi antara hakim agung, pengacara dan terdakwa dalam sengketa Gandhi Memorial School.
Sang pengacara, Djazuli Bahar adalah mantan hakim agung, yang meminta perkara yang dibelanya diprioritaskan. Djazuli meminta bantuan mantan anak buahnya yang masih dinas, Direktur Pidana MA, Sujatmi untuk memproses berkas tersebut. Sujatmi berhasil mengurus berkas tersebut dan perkara masuk ke majelis Tim D, dari yang seharusnya Tim G.
Bahwa memang benar berkas perkara Nomor 2 K/Pid/1995 diatur pada peredaran bulan itu pada Tim D (Dadali) , sesuai permintaan Pak Djazuli Bachar karena beliau adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Jakarta Barat, di mana saya bertugas, saya percaya beliau tidak akan menjerumuskan saya,” kata Sujatmi sebagaimana dikutip dari halaman 211 dari buku biografi Adi Andojo “Menjadi Hakim yang Agung”, Minggu (19/3/2017).
Hasilnya, terdakwa divonis bebas dalam waktu yang sangat cepat yaitu 132 hari. Vonis bebas itu diketok oleh ketua majelis Samsoeddin. Kolusi ini membuat geger para pihak. Pimpinan MA segera mengadakan rapat pimpinan pada 5 Desember 1995. Setelah itu, Adi mengirim surat ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat agar kejaksaan mengajukan peninjauan kembali (PK) karena telah didapatkan adanya kolusi antara terdakwa atau pengacara dengan majelis hakim agung yang mengadili perkara tersebut.
Surat itu ternyata bocor dan sampai ke publik. Masyarakat mendorong Adi untuk membongkar tuntas kasus itu. Di sisi lain, Adi meminta pimpinan MA untuk segera memeriksa seluruh pihak terkait.
Anehnya, pimpinan MA malah mengambil langkah sebaliknya. Adi dilarang berbicara ke wartawan dan di berbagai kesempatan di ruang publik seperti seminar. Tidak hanya itu, Adi tidak lagi diikutkan Rapat Pimpinan MA, padahal ia adalah Ketua Muda MA bidang Pidana Umum. Kewenangan Adi sebagai Ketua Muda MA juga dilucuti yaitu tidak lagi boleh membagi perkara.
Puncaknya, Ketua MA Soerjono menyurati Presiden Soeharto pada 25 Juni 1996 agar Presiden Soeharto memberhentikan Adi dengan alasan melakukan tindakan indisipliner. Ikut menandatangani surat itu Ketua Muda MA bidang Militer Sarwata, Ketua Muda MA bidang Tata Usaha Negara Ketut Suraputra, Ketua Muda MA bidang Agama M Yahya, Ketua Muda MA bidang Perdata M Imam dan Ketua Muda MA bidang Perdata Adat Palti Radja Siregar.
Alasan Ketua MA Soerjono dkk yaitu Adi telah mengungkapkan keburukan MA kepada pihak luar, termasuk kepada pers asing. Surat Ketua MA ke Presiden Soeharto itu membuat rakyat marah. Mereka melakukan aksi di berbagai tempat. Akhirnya, Presiden Soeharto mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Nomo 19/PENS.TAHUN 1997 tertanggal 4 April 1997 yang menegaskan Adi pensiun secara normal.
Saya pensiiun terhitung 1 Mei 1997 karena pada 11 April 1997 saya berusia 65 tahun,” tutur Adi yang menghabiskan masa kecilnya di Banyumas. Buku “Menjadi Hakim yang Agung” diluncurkan dengan dihadiri Ketua MA Hatta Ali, hakim agung Andi Samsan Nganro dan cendekiawan muslim, Komarudin Hidayat.
Setelah pensiun dari MA, Adi kemudian menjadi pengajar sebagai Dekan Fakultas Hukum Usakti periode tahun 1997-2001. Dia juga pernah duduk sebagai Ketua Tim Gabungan Pemberantasan Korupsi (TGPK) pada tahun 2000 yang menjadi cikal bakal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Nama Adi Andojo pernah melejit pertengahan tahun 1990-an, ketika menangani kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah dan kasus Ketua Umum Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Muchtar Pakpahan ini.
Mantan Hakim Agung Adi Andojo meninggal dunia dalam usia 89 tahun, Rabu dinihari (12/1/2022).
Hal itu disampaikan melalui akun twitter Amnesty Internasional. “Turut berduka cita atas berpulangnya H Adi Andojo Soetjipto bin Soetjipto Wongsoatmodjo. Beliau adalah mantan hakim agung bidang pidana,” demikian keterangan dikutip dari akun instagram @AmnestyInternasional, Rabu (12/1/2021).
Nama Adi Andojo pernah melejit pertengahan tahun 1990-an, ketika menangani kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah dan kasus Ketua Umum Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Muchtar Pakpahan ini.
Selama menjadi hakim, dia dikena sosok yang jujur, adil, lurus, dan berani dalam menangani setiap kasus. Berbagai godaan pun datang silih berganti. Uang, barang mewah, dan gadis cantik menjadi tawaran yang menarik untuk menggoyahkan prinsipnya.
Adi Andojo Soetjipto bin Soetjipto Wongsoatmodjo, nama lengkapnya, adalah mantan hakim agung bidang pidana.
“Tidak ada sepeser pun uang hasil korupsi ada di rumah saya. Selama 56 tahun menikah, saya tidak pernah selingkuh sekalipun”. Dua kalimat itu diucapkan oleh Adi Andojo Soetjipto dalam buku Menjadi Hakim yang Agung diterbitkan KOMPAS.
Adi Andojo Soetjipto bersama Wanda SH alumni dan Aktivis Tri Sakti
Setelah pensiun dari MA, Adi kemudian menjadi pengajar sebagai Dekan Fakultas Hukum Usakti periode tahun 1997-2001. Dia juga pernah duduk sebagai Ketua Tim Gabungan Pemberantasan Korupsi (TGPK) pada tahun 2000 yang menjadi cikal bakal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ayah dan Mertua
Ayah Adi Andojo Soetjipto adalah Soetjipto Wongsoatmodjo, pensiunan Hakim PN Madiun. Pak Soetjipto yang mengadili Raja Idroes dan Permasuri Markonah yang mengaku Raja dari Suku Anak Dalam. Mereka menipu Pemerintahan BK dan sanggup menyumbang dana untuk perjuangan merebut Irian Barat. Terbongkar ketika mereka tiba di Madiun. Sebagai Hakim pak Soetjipto memutuskan sebagai kasus penipuan. Terhadap keputusan ini dianggap terlalu ringan namun BK sangat menghormati keputusan Pengadilan.
Mertua Adi Andojo adalah pak Soekamto, adalah adik Jagung Soeprapto.
Cerita subjudul ini dari cerita keluarga dan mohon koreksi serta tambahan cerita.
Diposting oleh gandatmadi46@yahoo.com.